Mohon tunggu...
A Darto Iwan S
A Darto Iwan S Mohon Tunggu... Menulis bukan karena tahu banyak, tapi ingin tahu lebih banyak.

Menulis bukanlah soal siapa paling tahu, melainkan siapa paling ingin tahu. Ia bukan panggung untuk memamerkan pengetahuan, tapi jalan setapak yang mengantar kita pada hal-hal yang belum kita mengerti. Menulis tak selalu berawal dari kepercayaan diri yang utuh.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

AI Agent dan Implementasinya untuk Layanan Masyarakat

6 Agustus 2025   08:00 Diperbarui: 5 Agustus 2025   15:41 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh : Darto + Tool AI

“The advance of technology is based on making it fit in so that you don't really even notice it, so it's part of everyday life.” (Bill Gates, pendiri Microsoft)

Teknologi harus bisa membuat hidup manusia lebih mudah, bukan sebaliknya.” (B.J. Habibie, Presiden ke-3 RI dan tokoh teknologi Indonesia)

Ketika AI Agent Tak Lagi Sekadar Alat Layanan Masyarakat

Bayangkan sebuah loket pelayanan publik yang tak pernah tutup. Tak ada antrean, tak ada wajah lelah petugas, dan tak ada jam istirahat. Setiap pertanyaan dijawab dengan sabar, setiap keluhan ditanggapi dengan konsisten, dan setiap warga, tak peduli latar belakangnya, mendapat perlakuan yang sama. Mustahil? Tidak lagi.

Di era ketika teknologi tak lagi sekadar alat, kita mulai menyaksikan kehadiran entitas digital yang bukan hanya “bisa menjawab,” tapi juga “bisa memahami.” Mereka disebut AI Agent, bukan robot berbentuk manusia, bukan pula mesin dingin tanpa rasa. Tapi sistem cerdas yang dirancang untuk melayani, belajar, dan bertindak demi satu tujuan: membantu manusia.

Pertanyaannya bukan lagi “bisakah teknologi menggantikan manusia?” tetapi “bisakah teknologi membantu manusia menjadi lebih manusiawi dalam melayani sesama?” Di sinilah AI Agent menemukan panggungnya, bukan di laboratorium futuristik, tapi di kantor pajak, puskesmas, balai desa, dan ruang-ruang publik tempat harapan dan kebutuhan bertemu.

Dan salah satu contoh paling nyata dan relevan? Chatbot Pajak Kendaraan di Jawa Tengah. Sebuah inisiatif sederhana, tapi sarat makna. Ia bukan hanya menjawab pertanyaan tentang pajak, tapi juga membuka akses informasi, mengurangi beban petugas, dan, yang paling penting, menghadirkan pelayanan yang tak mengenal batas waktu.

Teknologi, dalam bentuk AI Agent, mulai menyentuh denyut kehidupan masyarakat. Bukan dengan kecanggihan yang memukau, tapi dengan kehadiran yang membantu. Dan mungkin, justru di sanalah letak revolusinya.

Apa Itu AI Agent?

Bayangkan kamu memiliki seorang asisten pribadi yang tak hanya mendengar perintahmu, tapi juga memahami maksud di baliknya, merancang solusi, dan langsung bertindak. Kamu berkata, “Saya ingin liburan ke Bali minggu depan,” dan tanpa perlu menjelaskan panjang lebar, ia sudah mencarikan tiket, memilih hotel sesuai selera, dan mengirimkan detailnya ke emailmu. Itulah gambaran sederhana tentang AI Agent, bukan sekadar mesin penjawab, tapi entitas digital yang mampu berpikir dan bertindak secara mandiri.

AI Agent berbeda dari chatbot biasa yang hanya merespons sesuai skrip. Ia adalah sistem cerdas yang bisa memahami konteks, mengambil keputusan, dan menyelesaikan tugas tanpa harus diarahkan langkah demi langkah. Seperti karyawan digital yang tahu apa yang harus dilakukan, kapan harus bertindak, dan bagaimana menyelesaikan pekerjaan dengan efisien.

Untuk membayangkannya lebih mudah, anggap saja AI Agent sebagai manusia digital. Ia punya “mata dan telinga” berupa sensor yang menangkap input, bisa teks, suara, gambar, atau data dari sistem lain. Ia juga punya “otak” yang memproses informasi, menganalisis kebutuhan, dan merancang tindakan. Lalu ada “tangan” yang menjalankan tugas, mengakses database, mengirim email, atau mengontrol perangkat. Dan akhirnya, ia menghasilkan output yang bisa berupa jawaban, tindakan, atau notifikasi. Semua itu dilakukan demi satu tujuan yang jelas, misalnya,  membantu warga mengecek status pajak kendaraan.

Cara kerja AI Agent mengikuti siklus yang disebut OODA, yaitu :  Observe, Orient, Decide, Act. Ia mulai dengan mengamati, menerima input dari pengguna. Lalu ia mengorientasikan diri, memahami konteks dan kebutuhan. Setelah itu, ia mengambil keputusan terbaik berdasarkan informasi yang tersedia. Dan terakhir, ia bertindak, menyelesaikan tugas yang diminta. Misalnya, ketika seseorang bertanya, “Berapa pajak motor saya tahun ini?” AI Agent tidak hanya menjawab “Silakan cek di website,” tapi langsung mencari data, menghitung, dan memberikan informasi lengkap.

Perbedaan mendasar antara AI Agent dan chatbot biasa terletak pada otonominya. Chatbot biasa hanya menjawab pertanyaan yang sudah diprogram. AI Agent, sebaliknya, bisa bekerja mandiri, menggunakan berbagai alat digital, dan menyelesaikan tugas dari awal hingga akhir. Ia bukan hanya “penjawab,” tapi “penyelesai.”

Dengan kemampuan seperti itu, AI Agent menjadi lebih dari sekadar teknologi. Ia adalah representasi dari bagaimana mesin bisa menjadi mitra dalam pelayanan publik, bukan menggantikan manusia, tapi memperluas jangkauan dan meningkatkan kualitas layanan.

Mengapa AI Agent Cocok untuk Layanan Masyarakat?

Layanan masyarakat, pada hakikatnya, adalah wajah negara yang paling dekat dengan warganya. Di sanalah harapan bertemu dengan kebutuhan, dan kadang juga dengan kekecewaan. Antrean panjang, informasi yang simpang siur, jam kerja yang terbatas, dan keterbatasan jumlah petugas adalah kenyataan yang tak asing bagi banyak orang. Tapi bagaimana jika sebagian dari beban itu bisa diambil alih oleh sistem yang tak pernah lelah, tak pernah lupa, dan selalu siap melayani?

Di sinilah AI Agent menemukan relevansinya. Ia bukan sekadar teknologi canggih, tapi solusi yang membumi. Dengan kemampuan untuk bekerja 24 jam tanpa henti, AI Agent bisa menjawab pertanyaan warga kapan saja, bahkan di tengah malam. Ia tak akan kehabisan kesabaran, tak akan salah hitung, dan tak akan meminta istirahat. Lebih dari itu, AI Agent bisa belajar dari interaksi sebelumnya, sehingga semakin lama ia digunakan, semakin baik pula kualitas pelayanannya.

Yang membuat AI Agent begitu cocok untuk layanan publik adalah sifatnya yang inklusif. Ia bisa dirancang untuk memahami bahasa lokal, gaya bicara yang santai, bahkan dialek khas daerah. Ia bisa menyesuaikan diri dengan cara warga berkomunikasi, bukan sebaliknya. Dan karena ia berbasis data, ia bisa memberikan jawaban yang konsisten dan akurat, tanpa bias atau prasangka.

Salah satu contoh paling nyata dari implementasi ini adalah chatbot pajak kendaraan di Jawa Tengah. Chatbot ini bukan sekadar alat bantu, tapi representasi dari bagaimana teknologi bisa menjembatani sistem dan masyarakat. Ia membantu warga mengecek status pajak kendaraan, menjawab pertanyaan umum, dan bahkan memberikan edukasi tentang pentingnya membayar pajak tepat waktu. Semua itu dilakukan tanpa perlu datang ke kantor, tanpa perlu menunggu giliran, dan tanpa perlu memahami istilah teknis yang rumit.

Yang menarik, chatbot ini dibangun dengan platform gratis dan terbuka seperti Botpress dan Microsoft Bot Framework. Artinya, siapa pun yang punya semangat dan sedikit waktu bisa membuat sistem serupa untuk kebutuhan lain, entah itu untuk layanan desa, informasi kesehatan, atau bahkan edukasi lingkungan. Teknologi ini bukan milik segelintir orang, tapi bisa diakses dan dimanfaatkan oleh siapa saja.

Melalui chatbot pajak kendaraan, kita melihat bagaimana AI Agent bukan hanya menjawab, tapi juga mendidik. Ia bukan hanya alat, tapi mitra dalam pelayanan. Dan mungkin, justru di sinilah letak kekuatan terbesarnya: ia membuat pelayanan publik terasa lebih dekat, lebih cepat, dan lebih manusiawi, meski dijalankan oleh mesin.

Contoh Implementasi Lain yang Ringan dan Relatable

Jika chatbot pajak kendaraan adalah pintu masuk yang konkret, maka di baliknya terbentang lorong panjang kemungkinan lain. AI Agent bukan hanya cocok untuk urusan pajak, tapi juga bisa hadir di berbagai sudut kehidupan masyarakat, dari layanan kesehatan hingga administrasi desa.

Bayangkan seorang ibu di desa yang ingin tahu jadwal imunisasi anaknya. Ia tak perlu datang ke puskesmas atau menelepon berulang kali. Cukup membuka aplikasi sederhana, bertanya, dan AI Agent akan menjawab: tanggal, jenis vaksin, bahkan lokasi terdekat. Tak hanya menjawab, ia bisa mengingatkan kembali beberapa hari sebelumnya, seolah menjadi pengingat pribadi yang tak pernah lupa.

Atau seorang siswa yang bingung dengan jadwal ujian dan materi pelajaran. AI Agent bisa menjadi teman belajar yang sabar, menjelaskan ulang konsep yang sulit, memberikan latihan soal, dan bahkan menyusun jadwal belajar yang sesuai dengan kebiasaan siswa tersebut. Ia bukan guru pengganti, tapi pendamping belajar yang selalu siap sedia.

Di kantor desa, AI Agent bisa membantu warga mengisi formulir, menjelaskan syarat pengurusan dokumen, dan memandu proses administrasi tanpa harus bertemu langsung dengan petugas. Bahkan untuk warga yang tidak terbiasa dengan teknologi, AI Agent bisa dirancang dengan antarmuka yang ramah, menggunakan bahasa lokal, dan menjawab dengan gaya bicara yang akrab.

Semua contoh ini bukan mimpi futuristik. Mereka bisa diwujudkan dengan alat-alat yang sudah tersedia dan bisa diakses siapa saja. Platform seperti Botpress, ManyChat, atau Landbot memungkinkan siapa pun, bahkan tanpa latar belakang teknis, untuk membangun AI Agent sederhana. Cukup dengan menentukan alur percakapan, menyiapkan pertanyaan dan jawaban, lalu menghubungkannya ke saluran komunikasi seperti WhatsApp atau website.

Bagaimana Cara Memulainya?

Mungkin ada yang bertanya, “Kalau saya bukan orang IT, apakah saya bisa membuat AI Agent sendiri?” Jawabannya: bisa. Bahkan sangat bisa. Dunia teknologi kini tak lagi eksklusif untuk mereka yang paham kode dan algoritma. Banyak platform telah dirancang agar siapa pun, dari guru, petani, hingga pegawai kelurahan, bisa membangun chatbot atau AI Agent tanpa menulis satu baris kode pun.

Langkah pertama adalah menentukan tujuan. Misalnya, ingin membuat chatbot untuk membantu warga mengecek pajak kendaraan, atau sekadar menjawab pertanyaan umum tentang layanan desa. Setelah itu, kita bisa mulai menyusun alur percakapan: kira-kira pertanyaan apa yang sering muncul, dan jawaban seperti apa yang dibutuhkan.

Platform seperti Botpress, Landbot, atau ManyChat menyediakan antarmuka visual yang mudah dipahami. Kita cukup menyeret dan meletakkan elemen seperti “pertanyaan,” “jawaban,” atau “aksi” ke dalam alur percakapan. Tak perlu pusing dengan istilah teknis, semuanya dirancang agar intuitif dan bisa langsung diuji coba.

Jika ingin membuat chatbot yang lebih cerdas, kita bisa mengunggah dokumen seperti FAQ, brosur layanan, atau data publik yang relevan. AI akan belajar dari dokumen tersebut dan menjawab pertanyaan berdasarkan isinya. Bahkan ada fitur yang memungkinkan chatbot untuk terhubung langsung ke WhatsApp atau website, sehingga warga bisa mengaksesnya dengan mudah.

Yang paling penting bukan seberapa canggih teknologinya, tapi seberapa relevan dan bermanfaat ia bagi masyarakat. Mulailah dari kebutuhan yang nyata, lalu bangun solusi yang sederhana. Karena teknologi yang baik adalah teknologi yang bisa digunakan, bukan yang hanya dipamerkan.

Teknologi yang Menyentuh Hati

Di tengah hiruk-pikuk inovasi digital, kita sering lupa bahwa tujuan akhir dari teknologi bukanlah kecanggihan, melainkan kebermanfaatan. AI Agent, dalam bentuknya yang paling sederhana sekalipun, punya potensi besar untuk menjembatani kesenjangan antara sistem dan manusia. Ia bisa menjadi suara yang menjawab ketika petugas sedang istirahat, menjadi tangan yang membantu ketika antrean terlalu panjang, dan menjadi jendela informasi yang terbuka kapan saja.

Chatbot pajak kendaraan di Jawa Tengah adalah bukti bahwa teknologi bisa hadir dengan cara yang sederhana tapi berdampak. Ia tidak menggantikan manusia, tapi memperkuat pelayanan. Ia tidak mengambil alih, tapi mendampingi.

Dan mungkin, di masa depan, kita akan melihat lebih banyak AI Agent yang bekerja di balik layar: membantu guru menyusun materi, mendampingi pasien memahami gejala, atau bahkan menemani warga lanjut usia yang butuh teman bicara. Semua itu bukan mimpi, tapi langkah kecil yang bisa dimulai hari ini.

Karena jika teknologi bisa mendengar keluhan warga dan menjawab dengan empati digital, bukankah itu bentuk pelayanan yang paling manusiawi?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun