Mohon tunggu...
Darsono
Darsono Mohon Tunggu... Guru - Guru SMK Negeri 6 Surakarta

Guru SMK Negeri 6 Surakarta sejak Th. 1998 bidang mengajar Multimedia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jurnal 16 - Coaching dengan Siswa dan Guru tentang Suatu Masalah

19 Mei 2022   14:45 Diperbarui: 20 Mei 2022   10:38 3316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konseling adalah hubungan bantuan antara konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan masalah.

Coaching Jalinan kemitraan yang setara dengan coachee untuk mengambil keputusan sendiri. Tugas Coach hanya mengarahkan melalui pertanyaan-pertanyaan yang menuntun.

Coaching biasanya melatih seseorang untuk mampu menghasilkan performa yang lebih baik, menjadi pemimpin bagi diri sendiri, menjadi manusia pembelajar, menyesuaikan dengan kondisi sekarang untuk terus berkembang dan tumbuh, serta mengaktualisasikan ide dan pemikirannya, sehingga orang tersebut bisa mengandalkan diri sendiri untuk menghasilkan keputusan dan tindakan yang “lebih” baik lagi.

Benefit Coaching :

  • Memperbaiki Retensi Karyawan
  • Memperbaiki Performa Kerja
  • Membentuk Komunikasi Positif Di Dalam Organisasi

FEELINGS

Coach mana yang tidak ikut bahagia kalau di akhir sesi coaching, melihat Coachee-nya tersenyum lebar dengan mata berbinar. Coachee menjadi tercerahkan, semakin bersemangat dengan segudang insight baru, dan dengan suara lantang menyerukan langkah selanjutnya yang akan ia wujudkan.

Tapi mari kita jujur, Coach. Kenyataannya belum semua sesi coaching kita berjalan 100% efektif. Bisa jadi disebabkan oleh cara bertanya atau jenis pertanyaan yang kita ajukan belum tepat, atau mungkin kita sebagai Coach ikutan stuck saat bertemu Coachee yang stuck, keras kepala, dan menutup diri dengan jutaan alasan. Coaching adalah tentang “mendengarkan” ( Listen ) bukan hanya “mendengar” (earn) Jadi harus fokus perhatian pada coachee. Coaching bukan mentoring, bukan pula terapi atau konseling. Coaching lebih menjurus kepada memfasilitasi melalui bertanya, memberikan feedback dan berperan sebagai ahli.

 

merah-62859443bb448675f8169ce2.png
merah-62859443bb448675f8169ce2.png
CAUTIONS

hitam-6285945b3623ae4ce84f0b52.jpg
hitam-6285945b3623ae4ce84f0b52.jpg
Kendala yang saya hadapi adalah mengelola membuat pertanyaan yang mengajak, membantu merefleksi hingga mengarahkan coachee sehingga tergerak potensinya muncul dan melakukan perubahan pada solusi yang diinginkan. Pertanyaan yang diajukan Coach bisa jadi sangat menantang bagi Coachee, membongkar zona nyaman dan menata ulang kebiasaan atau pola pemikiran (mindset) yang lama. Memang rasanya tidak nyaman bagi Coachee, tapi sebagai Coach kita sadar disanalah titik balik transformasi Coachee berawal. Maka wajar jika Coachee menjadi resisten lalu stuck dalam merespon pertanyaan Coach. Bagaimana Bisa? Ini cara Coachee mendengar, menangkap dan memproses pertanyaan dari Coach.

Beberapa hal yang kerap menghambat terlaksananya kegiatan yang mulia ini, misalnya:

  • Budaya menghakimi/ memarahi
  • Kita langsung memarahi karyawan saat melakukan kesalahan. Marah terkadang tidak bisa dihindari tetapi yang kerap kita lupakan adalah apa yang kita lakukan setelah marah. Kalau yang kita lakukan membenci atau menjauhi, tentu akan berbeda efeknya dengan ketika yang kita lakukan setelah itu adalah mendekati dan meng-coach-nya.
  • Budaya membiarkan
  • Kita membiarkan karyawan bekerja sendiri-sendiri karena kita malas atau tidak peduli dengan skill mereka. Membiarkan seperti ini tentu berbeda dengan membiarkan yang punya pengertian memberi kesempatan untuk mandiri dalam menerapkan pengetahuan.
  • Budaya mengerjakan sendiri
  • Kita menangani sebagian besar pekerjaan dan enggan untuk mendelegasikannya kepada yang lain karena kurang percaya.
  • Budaya mengharapkan hasil yang instan
    Kita mengharapkan hasil yang instan dari apa yang kita instruksikan pada mereka.
  • Budaya arogansi birokrasi
  • Kita menjaga jarak dengan karyawan untuk melindungi gengsi atau kita enggan turun ke bawah. Umumnya kita, semakin tinggi jabatan atau posisi, justru semakin jauh dari realitas yang bersentuhan langsung dengan manusia dan masalahnya di bawah. Kalau mengacu pada teori pendidikan, meng-coach karyawan itu sebenarnya juga termasuk mendidik. Bicara soal pendidikan ini mungkin ada satu hal yang perlu kita ingat bahwa metode yang kita gunakan dalam mendidik orang itu jauh lebih berperan penting ketimbang materi yang kita sampaikan. Materi yang bagus akan diresponi tidak bagus kalau metode yang kita gunakan tidak cocok dengan keadaan orang yang kita coach.

Referensi : Disadur dan diolah dari berbagai sumber.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun