Di Dunia yang Penuh Obrolan, Masihkah Ada yang Mau Mendengarkan?
Saat ini, kita dikelilingi oleh suara-suara. Ada yang bicara untuk membela diri, ada yang untuk mengajar, dan ada pula yang benar-benar ingin didengar. Namun di tengah semua kebisingan ini, apakah semua orang benar-benar siap mendengarkan?
Banyak orang hidup dengan luka yang tak terjelaskan, kecemasan yang tak terungkapkan, dan pikiran yang tak punya tempat untuk bernaung. Kita mencari orang untuk berbagi, tetapi terlalu sering kita menemukan orang yang siap memberi nasihat, bukan untuk mendengarkan.
Mereka memberi nasihat sebelum kita selesai, memberi nasihat sebelum mereka mengerti, memutuskan sebelum mereka menyadari rasa sakit yang kita tanggung.
Namun, dalam banyak situasi, kita tidak membutuhkan jawaban singkat. Kita benar-benar membutuhkan teman, pendengar, dan keyakinan bahwa perasaan kita valid betapa pun rumitnya perasaan itu.
Mendengarkan: Tindakan Kecil dengan Makna Besar
Mendengarkan bukan hanya diam ketika orang lain berbicara. Itulah seni memberi ruang.
Ruang untuk menangis tanpa takut terlihat lemah.
Ruang untuk merengek tanpa diajari bersyukur.
Ruang untuk marah tanpa dihakimi.
Mendengarkan dengan tulus bukanlah tentang menunggu giliran Anda berbicara. Melainkan tentang benar-benar hadir---dengan perhatian penuh, tanpa gangguan, tanpa tujuan lain selain menemani jiwa yang mencari jalannya sendiri kembali ke dirinya sendiri.