Mohon tunggu...
Danthy Margareth
Danthy Margareth Mohon Tunggu... Lainnya - Biasa-Biasa Saja

Dunia dalam Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sapi Misionaris dan Air Berbusa

4 Mei 2020   15:16 Diperbarui: 22 Mei 2020   20:08 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu hari, saya dan kawan-kawan sedang menyusuri jalan di Tembagapura. Tiba-tiba ada suara menggelegar yang membuat punggung saya bergetar. Saat saya menoleh, seekor sapi gemuk besar kuning sedang berlari ke arah kami. Ia tampak marah, suaranya membabi buta. Kaki saya melompat saking kagetnya. Tanpa berpikir panjang, saya dan kawan-kawan lari tunggang langgang, ngeri bakal dibunuh sapi itu.

"Tolong! Tolong! Ada sapi gila!" teriak saya gemetaran. Kawan-kawan juga berteriak serupa. Tak ada yang membantu kami. Orang-orang di jalan malah asyik menonton, menjadikannya sebagai olok-olokkan meski nyawa kami terancam.

Bayangan dikejar sapi gila membuyarkan kesadaran, membuat kami hidup-hidup ditelan ketakutan.  Kawan-kawan ada yang saling bertubrukan, ada kawan yang menabrak pohon, dan ada juga kepalanya yang mencium batu. Sementara saya, saking terbirit-biritnya berlari ke hutan, bersembunyi di balik semak-semak belukar. Duri-duri tanaman tak saya pedulikan, padahal kulit saya sudah dibuat terkelupas macam petatas yang sedang dikupas.

Detak jantung saya beradu cepat dengan tarikan napas. Tubuh saya mengeluarkan bulir-bulir keringat sebesar biji jagung dengan sangat deras. Mendadak aroma pesing merebak tak enak. Asalnya dari arah bawah kaki saya. Ada air kuning menetes dari kedua lubang celana satu-satunya. Bagaimana ini? Dari kampung saya hanya bawa baju yang melekat di badan saja. Sudah biasa saya tak ganti meski berhari-hari kena keringat dan matahari. Tapi kali ini saya jadi malu sendiri.

Saya pun teringat kawan-kawan, cemas dengan keadaan mereka. Mata saya menerawang ke sekitar hutan, tapi tak satu pun batang hidungnya kelihatan. Jangan-jangan sudah pada mati dibunuh sapi besar itu! Saya sajakah yang selamat? Kaki ini lemas sejadi-jadinya. Air mata berlinang mengenang perjuangan kami. Bukannya uang yang didapat, malahan dikejar-kejar sapi! Harus bilang apa saya kepada orang tua di kampung nanti? Masakan kami pergi dengan semangat tapi pulang jadi mayat? Saya menangis sekencang-kencangnya, tak peduli lagi didengar itu sapi. Biar saja saya sekalian ikut mati.

Selagi saya meraung-raung di atas tanah, sebuah teriakan membuat perhatian terpecah, "Anak-Anak, dimanakah? Keluarlah! Semua sudah aman!"

Tangisan saya berhenti, kemudian mengendap-endap menuju asal suara itu. Dari balik pohon saya lihat sesosok bapak-bapak menatap sekeliling dengan bingung. Saya belum pernah berjumpa dengannya. Ia terus saja berteriak macam begitu. Tak berapa lama, ada orang yang menampakkan diri dari atas pohon, dari balik batu, juga dari semak-semak. Saya kenal mereka. Ternyata kawan-kawan saya masih hidup semua! Dengan semangat saya loncat dari persembunyian menyambut mereka. 

"Kawan-Kawan, gimana toh ... Kalian semuanya selamatkah? Sapi itu gila sekali mengamuk tiba-tiba!" seru saya sambil menggeleng-gelengkan kepala. Mereka langsung ribut semua.

"Sudah, sudahlah, Anak-Anak. Tak perlu takut, kalian takkan kenapa-kenapa," ujar Bapak itu menenangkan sambil berusaha menahan tawanya. 

Ah, si Bapak ini pun rupanya menganggap lucu kami dikejar-kejar sapi. Ini masalah serius kenapa malah tertawa? Ia lalu meminta kami keluar dari hutan dan kembali ke jalan. Saya lihat sapi gila itu ditambat di tepi jalan. Bapak itu mengajak kami mendekatinya. Sontak kami panik kembali

"Bapak jangan main-main. Ini sapi gila bisa bunuh kami semua. Jangan suruh kami dekat-dekat!" protes saya dengan marah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun