Mohon tunggu...
DANIS PRATIWI
DANIS PRATIWI Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apa Itu Teori Public Sphere?

7 Oktober 2018   20:04 Diperbarui: 7 Oktober 2018   20:27 5884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Habermas merupakan pemikir sosial yang seringkali dikaitkan dengan konsep Public Sphere. Menurut Habermas, Public Sphere dikonsepsionalisasikan sebagai suatu realitas kehidupan sosial di mana terdapat suatu proses pertukaran informasi mengenai berbagai pandangan berkenaan dengan pokok persoalan yang tengah menjadi perbincangan umum hingga terciptalah pendapat umum. 

Dengan adanya pendapat umum, public mampu membentuk kebijakan negara sekaligus membentuk suatu tatanan masyarakat secara keseluruhan. Adanya Public Sphere menunjukkan keaktifan dari masyarakat dengan memanfaatkan hak-haknya untuk ikut berpikir dan terlibat di dalam suatu wacana yang sedang hangat khususnya berkaitan dengan permasalahan politik. 

Dalam perkembangan masyarakat yang semakin maju, maka proses terbentuknya  wacana menuju opini public memerlukan perantara yang kita ketahui adalah media massa.

Bagi Habermas, ruang public adalah suatu wilayah yang muncul pada ruang masyarakat borjuis. Ia adalah ruang yang memerantarai masyarakat sipil dengan negara, di mana public mengorganisir dirinya  dan dimana opini public dibangun. 

Pemikiran Habermas ini dapat kita pahami melalui dua perspektif. Pertama, Habermas mencoba menggambarkan munculnya ruang publik di kalangan calon kaum borjuis dalam spirit kapitalisme liberal di abad 18. 

Kategori Public Sphere semacam ini dapat ditemui dalam realitas sejarah masyarakat Inggris, Perancis dan Jerman. Kedua,  konsep Public Sphere memasuki warna baru dengan mulai memudarnya kelompok borjuis dalam konteks masyarakat industri yang makin maju dan munculnya demokrasi massa. 

Dengan adanya demokrasi massa, public yang semula diwakili oleh kalangan elite terpelajar terbatas mulai dimasuki oleh masyarakat kebanyakan yang tidak begitu berpendidikan.

Habermas kemudian merekam apa yang dia lihat sebagai bentuk kemunduran ruang public akibat kapitalisme yang mengarah pada politisasi negara dan monopoli. Namun, ia kemudian mencoba meletakkan pembaharuan ini dengan sebutan "situasi bertutur ideal" dimana klaim mengenai kebenaran yang saling bersaing terikat kepada argument yang rasional. 

Memudarnya Public Sphere masih menjadi polemic hangat hingga kini, tentu saja dengan modifikasi versi oleh kalangan pemerhati dan peneliti. Bahkan kemudian ada yang mempertanyakan akan manfaat konsep Public Sphere. Meski demikian konsep ini tetap sesuatu yang berharga guna memahami proses sosial di mana media massa menjadi salah satu kekuatan dalam konstelasi kekuatan yang menentukan pada masyarakat.

Bagaimana dengan Indonesia?

Menurut Tri Nugroho Adi mengutip dari lamannya, Indonesia belum memiliki cukup prasarat untuk  menyediakan ruang publik yang memadai. Menyimak dari berbagai perusahaan media massa yang ada,sebut saja dari sisi content Televisi, belum adanya nuansa ruang publik yang bisa memberi kelegaan bagi masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun