Di dalam sepak bola, mitos atau "kutukan" sering kali lebih menyeramkan dibandingkan lawan yang akan dihadapi. Misalnya untuk kursi kepelatihan, Jose Mourinho memiliki kutukan di musim ketiga.Â
Tim yang ia pimpin pada musim ketiga selalu bermain kurang apik. Begitu juga dengan Jurgen Klopp yang masih dihantui kutukan musim ketujuh. Bahkan musim ini menjadi warning bagi Klopp bersama Liverpool karena sudah memasuki musim ketujuh.Â
Begitu juga dengan juara bertahan Piala Dunia tak lepas dari yang namanya kutukan. Kutukan ini seakan menjadi momok yang menakutkan bahkan Prancis sendiri korbannya. Kutukan tersebut tak lain adalah gagal di fase grup.Â
Pada Piala Dunia 1998, Prancis berhasil keluar sebagai kampiun untuk pertama kalinya. Nahas pada Piala Dunia 2022, mereka harus gagal di fase grup setelah hanya mengoleksi 1 poin dan tanpa mencetak gol sama sekali.Â
Italia pun tak lepas dari kutukan ini. Pada edisi 2006, Italia berhasil menjadi juara. Namun pada Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan Italia gagal lolos fase grup.Â
Italia harus puas menjadi juru kunci grup F dengan koleksi 2 poin di bawah Selandia Baru yang mengoleksi 3 poin.Â
Berlanjut pada edisi tahun 2014 giliran Spanyol yang menjadi korban. Tak tanggung-tanggung, Spanyol dicukur habis Belanda dengan skor 5-1 pada fase grup.Â
Spanyol hanya meraih 3 poin setelah menang dari Australia dengan skor 3-0. Kontra Chile pun Spanyol harus kalah dengan skor 2-0.
Berlanjut pada edisi 2018 di Rusia, Jerman kali ini menjadi korban. Berstatus juara bertahan anak asuhan Joachim Low tentu tampil percaya diri. Bergabung di Grp F, Jerman hanya meraih satu kemenangan kontra Swedia dengan skor tipis 2-1.
Jerman sebenarnya membutuhkan satu kemenangan lagi untuk bisa lolos. Lawan yang dihadapi di atas kertas bisa dihadapi yakni Korea Selatan. Nahas anak asuhan Shin Tae-yong saat itu menang dengan skor 2-0.
Kini hantu yang sama menakuti Prancis. Tentu Prancis memiliki pengalaman dengan kutukan ini sehingga jauh lebih siap.Â