Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Sejarah di Balik Lahirnya PON: Antitesis Olimpiade London 1948

30 September 2021   12:09 Diperbarui: 30 September 2021   12:27 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
OlahragaPembukaan- Pekan Olahraga Nasional (PON) VIII di Gelora Bung Karno Senayan Jakarta Pusat. (Kompas/Ign Sunito)

Bumi Cendrawasih Papua mendapatkan kesempatan untuk menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-20. Pelaksanaan PON sendiri sempat tertunda karena pandemi covid-19.

PON adalah pesta olahraga skala nasional ala Indonesia. Formatnya seperti gelaran pesta olahraga dunia seperti olimpiade, ada medali dan klasemen. Tapi, pernahkah kita berpikir bagaimana PON itu lahir? 

PON pertama sendiri lahir pada tanggal 9 September 1948 di Solo. Tanggal itu pula ditetapkan sebagai Hari Olahraga Nasional. Ada yang menarik tentunya, ya jelas tahun PON itu diselenggarakan. 

Tahun 1948 merupakan fase awal saat kita merdeka. Pejuang bangsa kita tengah berusaha dengan jalan diplomasi agar dunia mengakui kemerdekaan Indonesia. Tapi, pada masa revolusi tersebut bangsa Indonesia justru menggelar PON. 

Latar belakang lahirnya PON itu sendiri adalah Olimpiade London 1948. Pada Intinya PON adalah antitesis dari olimpiade itu sendiri. Tahun 1948 London menjadi tuan rumah olimpiade. 

Sebagai negara yang merdeka, tentu kita ingin mengambil bagian dari pesta olahraga dunia tersebut. Maka, pada saat itu dibentuklah Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI). 

Setelah PORI dibentuk Indonesia masih belum bisa berpartisipasi pada olimpiade. Hal itu karena PORI belum menjadi anggota Komite Olimpiade Internasional (IOC). 

Alasan lain menyebut bahwa status kemerdekaan Indonesia sendiri masih menjadi hambatan. Tetapi, IOC memberi kesempatan pada bangsa Indonesia untuk menjadi anggota observer pada Olimpiade London 1948.

Sayangnya, ada syarat yang memberatkan bangsa Indonesia. Syarat tersebut adalah para perwakilan bangsa Indonesia harus menggunakan paspor Belanda. Tentu saja itu merugikan bagi bangsa Indonesia. 

Akhirnya Indonesia memutuskan untuk tidak mengikuti pesta olahraga dunia. Tentu saja kondisi pada saat itu memang tidak memungkinkan, faktor terbesarnya adalah kondisi bangsa Indonesia yang masih belum stabil. 

Pada tahun itu Belanda belum mengakui secara penuh kedaulatan Indonesia. Jadi, hambatan itulah yang membuat Indonesia mundur dari Olimpiade London 1948. 

Usaha sudah dilakukan tetapi tidak berbuah hasil. Akhirnya PORI mengadakan konferensi pada bulan Mei. Hasil dari konferensi tersebut adalah menyepakati diadakannya PON. 

Mungkin saja para pendiri bangsa kita saat itu ingin membuat pesta olahraga skala nasional karena gagal bergabung pada olimpiade. Olimpiade gagal, maka PON pun jadi. Toh sama-sama olahraga, tapi skalanya saja yang beda. 

Solo kemudian ditunjuk sebagai tuan rumah. Alasan Solo ditunjuk sebagai tuan rumah karena beberapa wilayah di Jawa dikuasai Belanda. Selain itu, Solo juga mempunyai fasilitas olahraga yang cukup. 

Untuk kontingennya sendiri tidak sama seperti saat ini. Kontingen tidak diwakili oleh provinsi, karena pada saat itu Belanda masih belum menyerahkan sebagian besar provinsi pada Indonesia. 

Maka, kontingennya sendiri adalah keresidenan. Tercatat ada 13 residen yang mengikuti PON saat itu yaitu Banyumas, Bojonegoro, Yogyakarta, Kediri, Madiun, Magelang, Malang, Pati, Priangan, Semarang, Surabaya, dan Solo. 

Cabang olahraga yang dipertandingkan juga tidak sebanyak sekarang. Pada saat itu, cabor yang dipertandingkan adalah sepak bola, atletik, renang, bulu tangkis, bola basket, bola keranjang, tenis, dan pencak silat.

Meskipun digelar di tengah kondisi sosio politik Indonesia yang belum stabil. Bahkan bangsa Indonesia saat itu masih sibuk mempertahankan kemerdekaan, namun animo masyarakat kita terhadap PON begitu tinggi. 

Stadion Sriwedari yang menjadi arena PON tak sanggup menampung animo masyarakat yang datang dari seluruh pelosok negeri. Kabarnya lebih dari 40 ribu orang datang tiap harinya untuk menonton PON. 

Tentu saja hal itu begitu riskan, apalagi untuk keamanan PON itu sendiri. Kabarnya pada saat PON, pasukan dari Jawa Timur sampai melepas peluru ke atap seng stadion. 

Hal itu terjadi karena mereka mendengar Malang tengah diserbu oleh Belanda. Jadi, bisa dibayangkan bukan kondisi pada saat itu. Begitu ruwet dan sangat beresiko tinggi. 

Meskipun begitu, PON terus berlanjut dan tuan rumah yaitu Solo menjadi juara umum. Yogyakarta sendiri berada di posisi kedus. 

PON di Masa Kini

Ternyata ada nilai historis yang tinggi di balik lahirnya PON. Tentu ini menjadi pembelajaran untuk kita bahwa olahraga tidak hanya sekedar melatih fisik semata, tetapi harus digunakan sebagai alat pemersatu bangsa. 

Untuk saat ini, PON tidak hanya sebatas olahraga empat tahunan, tetapi harus menjadi perekat persatuan bangsa. Olahraga bisa menjadi salah satu perekat dari semua perbedaan yang ada di Indonesia. 

Olahraga terbukti mampu menumbuhkan rasa nasionalisme. Tengoklah ketika pasangan ganda puteri kita yang meraih medali emas di Olimpiade Tokyo 2020 kemarin. 

Semua orang larut dalam haru yang dibalut atas rasa cinta pada bangsa Indonesia. Selain itu, sangat penting bagi kita memakai olahraga sebagai sarana untuk menumbuhkan rasa nasinolisme.

Contoh di atas adalah salah satunya. Lewat olahraga, perbedaan seperti suku, ras, bahkan agama hilang dan berbaur menjadi satu yaitu Indonesia. 

Untuk itu, PON bukan hanya sekedar event olahraga semata. Akan tetapi sebagai sarana untuk merawat kebhinnkeaan dan rasa nasionalisme kita.

Contoh di atas sudah cukup membuktikan bahwa olahraga adalah alat ampuh untuk mempersatukan bangsa. Jangan sampai karena olahraga, rasa perstuan itu rusak. 

Pada dasarnya olahraga mengejarkan kita tentang disiplin, tanggung jawab, sportifitas, dan kerja sama. Tentu saja itu semua tidak melihat latar belakang kita apa. Itulah nilai filosofis dari olahraga. 

Jadi, sekian untuk artikel kali ini semoga bermanfaat. Akhir kata, salam. 

Referensi 1, 2. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun