Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kesalahan dalam Memahami Turnamen Pramusim di Indonesia

26 April 2021   12:21 Diperbarui: 26 April 2021   19:52 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persija berhasil menjuari Piala Menpora setelah unggul agregat 4-1 atas Persib di Stadion Manahan Solo. (KOMPAS.com/Suci Rahayu)

Gelaran Piala Menpora 2021 telah usai. Partai final kemarin sudah memunculkan kampiun untuk gelaran turnamen pramusim ini, yaitu Persija Jakarta yang sukses menjuarai piala menpora. 

Persija berhasil mengandaskan perlawanan Persib di leg kedua partai final yang digelar di Stadion Manahan Solo Minggu (25/04/2021). Persija berhasil unggul dengan skor 2-1 dalam pertandingan tersebut. 

Di awal laga, Persib harus kehilangan Bayu Fiqri yang mendapatkan kartu kuning kedua. Dengan keunggulan pemain, Persija berhasil membuka skor di babak kedua lewat gol Osvaldo Haay. 

Selepas Persib kehilangan Bayu Fiqri, permainan menjadi tidak seru. Seperti latihan biasa, tidak ada perlawanan berarti dari Persib. Persija hanya memainkan bola di pertahanan mereka sambil menunggu waktu habis.  

Baru di menit ke 84 Persib berhasil memperkecil keunggulan lewat gol dari hasil tendangan bebas Ferdinand Sinaga. Berselang dua menit kemudian, Riko Simanjuntak berhasil membawa Persija kembali unggul. 

Skor berubah menjadi 2-1, dan Persija berhak mengangkat trofi piala menpora. Sebelumnya di leg pertama, Persija berhasil unggul 2-0 atas Persib. Sehingga Persija unggul dengan agregat 4-1.

Dari gelaran Piala Menpora ini setidaknya ada beberapa hal yang perlu dievaluasi dalam gelaran turnamen kemarin, khususnya untuk semi final dan partai final.  

Jadwal yang padat

Kompetisi sepakbola Indonesia sudah mati suri hampir satu tahun. Para pemain jelas tidak prima saat kompetisi berlangsung, karena tidak adanya kompetisi membuat fisik pemain belum pulih seutuhnya. 

Jadwal yang padat membuat pemain banyak yang cidera. Apalagi laga penting seperti semi final dan partai final berlangsung di bulan suci ramadan. 

Persija harus bermain di semi final leg pertama pada tanggal 15 April. Persija hanya butuh waktu istirahat dua hari karena pada tanggal 18 April harus sudah bermain kembali untuk semi final leg kedua. 

Pun begitu dengan Persib, Persib bermain di semi final leg pertama pada tanggal 16 April, dan harus bermain kembali pada tanggal 19 April. 

Keduanya harus bermain kembali pada tanggal 22 April. Persija mempunyai waktu istirahat selama tiga hari untuk bermain di partai final, sedangkan Persib dari semi final leg pertama sampai laga final kemarin hanya mempunyai waktu istirahat dua hari. 

Kemudian setelah tanggal 22 April, kedua tim harus bermain kembali pada tanggal 25 kemarin. Jadwal tersebut padat. Jika dihitung, dalam waktu kurang lebih 10 hari kedua tim harus bermain 4 laga sekaligus. 

Tentunya ini berat bagi pemain, kondisi fisik belum kembali seutuhnya. Akibat dari gelaran tersebut, banyak pemain yang mengalami cidera dan tidak bisa bermain maksimal dalam satu pertandingan. 

Gelaran final dua leg juga harusnya menjadi pertanyaan, mengapa bisa begitu. Seharusnya final digelar dalam satu leg saja. Misalnya, Persija yang lolos pada tanggal 18 dan Persib tanggal 19, lebih baik final digelar satu leg misalnya pada tanggal 25 April kemarin. 

Hal tersebut cukup memberikan waktu istirahat untuk pemulihan fisik pada pemain. Anehnya perebutan tempat ketiga justru digelar dalam satu leg saja alias single match.

Seharusnya untuk partai final juga demikian, jangan terlalu memporsir fisik pemain. Mengingat mereka sudah vakum bermain bola, ditambah lagi dalam keadaan bulan suci ramadan. 

Partai final yang digelar dua leg menjadi kurang greget. Apalagi dalam permainan kemarin, Persija yang sudah unggul 2-0 di leg pertama hanya memainkan bola di pertahanan mereka. 

Hal tersebut wajar, karena Persija sudah unggul di leg pertama. Sebaliknya, di kubu Persib seperti pasrah pada leg kedua, apalagi mereka harus bermain 10 pemain. Jadinya laga tidak seru. 

Berbeda halnya jika pertandingan digelar dalam satu laga, permainan hambar kemarin tidak akan terjadi.

Karena laga ditentukan dalam satu laga itu saja. Kedua tim pastinya akan bermain ngotot tidak peduli harus bermain dengan 10 pemain atau tidak. 

Hal tersebut sudah dibuktikan dengan laga perebutan tempat kegita yang digelar satu laga kemarin. Karena digelar satu laga dan ditentukan saat itu juga permainan menjadi seru. 

PSS Sleman yang harus bermain dengan 10 pemain justru berhasil keluar menjadi pemenang atas PSM Makassar dengan skor 2-1. Kejadian itu tidak terulang di parari final. 

Kesalahan memahami turnamen pramusim

Masih banyak penikmat sepakbola kita menganggap turnamen pramusim itu maha penting. Contoh yang paling nyata adalah imbas dari laga final kemarin. 

Oknum bobotoh pendukung Persib justru membuat kerusuhan, mereka kecewa karena Persib tidak tampil sebagai juara. Mirisnya korban dari kerusuhan tersebut adalah saudara Aqil Savik yang berposisi sebagai kiper untuk Persib. 

Diketahui dalam unggahan instastorynya, kakak perempuan Aqil tengah menyetir sendiri, kemudian mobil tersebut digeruduk oleh oknum bobotoh, hal tersebut karena mobil tersebut berplat B. 

Selain itu, oknum bobotoh menyerbu graha Persib yang berada di Jalan Sulanjana Bandung. Mereka melempari graha dengan batu dan suar. 

Sungguh tindakan yang tidak dewasa. Kesalahan memahami turnamen ini yang menyebabkan itu semua. Ini hanya pemanasan kawan, laga sesungguhnya adalah liga. 

Supporter terkadang menuntut para pemain untuk bermain maksimal. Padahal seperti yang sudah disinggung di atas, seharusnya kita harus maphum mengapa mereka bermain tidak maksimal. 

Jadwal padat dan tuntutan supporter maupun manajemen untuk bermain maksimal memberikan tekanan pada pemain. Hal tersebut wajar, supporter maupun manajemen memberikan target seperti itu. 

Yang salah adalah tuntutan untuk turnamen pramusim. Seharusnya, untuk Pramusim sendiri tim tidak dibebankan dengan hasil atau juara. 

Turnamen pramusim sejatinya menjadi ajang yang bagus untuk pemulihan fisik pemain. Bukan malah memporsir para pemain dengan jadwal yang padat. Akibatnya yang tadinya untuk pemulihan fisik menjadi sebaliknya, yaitu para pemain menjadi cidera. 

Turnamen pramusim juga bertujuan untuk menguji pemain yang kurang jam terbang di liga. Laga pramusim menjadi hal yang bagus untuk mengembangkan permainan, khususnya pemain muda. 

Sehingga di liga nanti, pemain muda yang sudah matang dalam laga pramusim bisa memberikan dampak siginifikan di liga nanti. Turnamen pramusim menjadi tempat yang bagus untuk mengorbitkan pemain muda.

Lain lagi jika tim, maupun supporter menuntut juara. Pemain yang diturunkan haruslah pemain inti, itu sama saja menutup untuk memberikan menit bermain khususnya bagi pemain muda.

Akibatnya, para pemain muda tidak berkembang, kurangnya jam terbang bagi pemain muda membuat regenerasi sepakbola Indonesia menjadi tertinggal dibanding negara lain. 

Masih banyak sekelumit masalah sepakbola yang harus kita perbaiki, belum lagi soal manajemen kepengurusan. Itu menjadi PR kita semua. Untuk itu, kepada para supporter dewasalah dalam mendukung tim. 

Kecewa boleh, tetapi jangan sampai berujung pada anarkisme. Lebih konyol lagi jika rasa kecewa tersebut timbul hanya karena turnamen pramusim. 

Baca juga artikel lainnya :

Salah Kaprah Klub Indonesia Dalam Menyikapi Turnamen Pramusim

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun