Pagi ini saya memulai langkah kaki dari sebuah sudut tenang di wilayah Bogor Selatan dan perbatasan Kabupaten Bogor. Rutenya tidak biasa, tapi justru itulah yang membuat terasa istimewa. Saya berjalan menyusuri jalanan kampung mulai dari Kelurahan Mulyaharja, lalu melewati Ciharashas, Lembur Sawah, Cijulang, dan berakhir di Lemah Duhur. Ini bukan sekedar jalan pagi, tapi sebuah perjalanan yang membuka mata dan hati saya tentang kehidupan yang sering luput dari perhatian kita.
Sepanjang jalan, pemandangan hijau terhampar luas. Tanaman hortikultura (Sayuran, buah-buahan) tumbuh subur, pohon-pohon berdiri tegak, dan di kejauhan tampak Gunung Salak berdiri megah, menjadi latar yang tak tergantikan. Udara terasa ringan, sejuk, dan segar. Tidak ada kebisingan kendaraan, tidak ada polusi, hanya suara burung, desir angin, dan sesekali sapaan hangat dari warga desa yang saya lewati.
Tapi yang paling menarik perhatian saya adalah aktivitas para petani. Sejak pagi mereka sudah mulai bekerja. Ada yang sedang mencangkul lahan, menyemprot tanamannya, menanam bibit, memanen padi, atau mengangkut hasil panenannya. Semuanya dilakukan dengan tenang, penuh ketekunan, tanpa keluhan, tanpa hiruk pikuk.
Di tengah berbagai isu nasional yang ramai dibicarakan tentang harga pangan, impor beras, inflasi, hingga kebijakan-kebijakan yang seringkali kontroversial, tetapi para petani ini tetap bekerja seperti biasa, Seolah tak terusik dengan hebohnya dunia luar. Mereka tidak menonton debat ekonomi, tidak sibuk membaca analisis politik, tidak terpaku pada grafik ekspor-impor. Mereka hanya tahu satu hal: bekerja menanam dan memanen untuk hidup, dan untuk memberi hidup kepada orang lain.
Sambil berjalan saya menyadari, bahwa dari sinilah sebenarnya pangan kita berasal. Dari tangan-tangan sederhana yang mengolah tanah, dari kaki-kaki yang berpijak di sawah dan ladang. Dari desa-desa seperti yang saya lewati pagi tadi.
Setiap suapan nasi yang kita makan, setiap sayur yang kita sajikan di meja makan, semua berasal dari peluh para petani yang tak kita kenal namanya. Mereka adalah pahlawan pangan  yang tak pernah tampil di televisi, tidak viral di media sosial, tapi jasanya luar biasa besar untuk kehidupan kita sehari-hari.
Kita yang tinggal di kota mungkin tak pernah memikirkan itu. Kita terbiasa dengan makanan yang serba mudah didapat cukup memesan lewat aplikasi, lalu datanglah seporsi makanan hangat. Tapi kita jarang berpikir: dari mana asal bahan makanannya? Siapa yang menanamnya? Seperti apa perjuangan mereka?
Jalan pagi saya hari ini membawa saya pada kesadaran bahwa kita harus mulai menghargai para petani. Bukan sekedar dengan ucapan, tapi dengan sikap. Dengan tidak menyia-nyiakan makanan, dengan mendukung produk lokal, dengan memperjuangkan kebijakan yang berpihak kepada petani, dan yang tak kalah penting dengan mendekatkan diri kembali pada alam, agar kita tak lupa dari mana semua kehidupan ini bermula.
Untuk itu, saya ingin mengajak teman-teman semua: sesekali pilihlah rute jalan pagi yang berbeda, Jangan hanya di taman kota, trotoar, atau lintasan olahraga, cobalah sesekali menyusuri jalan-jalan desa, menyapa para petani, menghirup udara pegunungan, dan melihat langsung kehidupan yang begitu jujur dan menginspirasi. Rute seperti yang saya lewati pagi hari tadi, bukan hanya menyegarkan tubuh, tapi juga menyadarkan kita betapa pentingnya keberadaan desa dan para petani bagi ketahanan pangan bangsa. Di sana, kita bisa melihat wajah Indonesia yang sesungguhnya, yang bekerja tanpa gembar-gembor, yang terus menghasilkan tanpa pamrih.
Dengan menyusuri rute seperti itu, kita akan semakin menghargai tanah, air, dan udara yang memberi kita kehidupan. Kita akan semakin hormat pada mereka yang bekerja dari fajar hingga senja, meski jarang disebut dalam pidato dan berita. Jadi, jika kamu merasa penat dengan berita yang memusingkan, dengan hiruk-pikuk kota yang tak henti, cobalah jalan pagi ke desa, lihat sendiri bagaimana alam dan para petani mengajarkan arti hidup yang sederhana, tapi penuh makna.
Karena kadang, untuk mengerti siapa yang paling berjasa, kita hanya perlu menengok ke tempat-tempat yang seperti saya lewati tadi pagi bahkan mungkin ke tempat yang paling sepi.Â
Semoga cerita saya ini bisa bermanfaat dan bisa menjadikan kontrol dalam menjalani kehidupan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI