Mohon tunggu...
Achmad Daanii Haidar
Achmad Daanii Haidar Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Petani Mesuji: Ketika Program Reforma Agraria Jadi Mimpi Buruk bagi Petani Miskin

25 Maret 2025   12:58 Diperbarui: 25 Maret 2025   12:58 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Apa itu Reforma Agraria?

Reforma Agraria adalah program penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah secara lebih berkeadilan melalui penataan aset yang disertai dengan penataan akses guna meningkatkan kemakmuran rakyat Indonesia. Program ini bertujuan untuk mengurangi ketimpangan kepemilikan lahan, memperbaiki kesejahteraan petani, dan meningkatkan produktivitas pertanian.

Salah satu daerah yang diharapkan menjadi model keberhasilan Reforma Agraria adalah Mesuji, Lampung. Namun, kenyataannya, program yang diinisiasi oleh pemerintah pusat ini justru berakhir dengan konflik berkepanjangan. Alih-alih menjadi solusi atas ketimpangan penguasaan lahan dan kemiskinan petani, Reforma Agraria di Mesuji memicu bentrokan berdarah dan menyeret banyak petani ke meja hijau.

Bagaimana Program Reforma Agraria Berujung Petaka?

Sejak lama, petani di Mesuji hidup dalam kemiskinan. Meskipun memiliki lahan yang subur, mereka tidak dapat mengaksesnya karena tanah-tanah tersebut telah dikuasai oleh perusahaan-perusahaan perkebunan besar seperti PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI), PT Silva Inhutani Lampung (SIL), PT Sumber Wangi Alam (SWA), dan PT Treekreasi Marga Mulia (TMM). Petani hanya bisa bekerja sebagai buruh tani dengan upah yang rendah dan jauh dari kata sejahtera.

Reforma Agraria diharapkan bisa menjadi secercah harapan bagi petani miskin agar mereka bisa mendapatkan kembali hak atas tanah, memiliki lahan garapan sendiri, dan meningkatkan taraf hidup mereka. Sayangnya, pelaksanaannya di lapangan justru penuh dengan berbagai kendala, seperti data kepemilikan lahan yang tidak akurat, tumpang tindih izin, serta minimnya transparansi dalam proses redistribusi tanah. Hal ini menyebabkan konflik horizontal di antara kelompok-kelompok petani yang seharusnya bersatu melawan dominasi perusahaan-perusahaan besar.

Puncak konflik terjadi pada tahun 2011, ketika terjadi bentrokan antara warga dan aparat keamanan yang berujung pada jatuhnya korban jiwa. Peristiwa ini mendapat sorotan luas dari media nasional maupun internasional, menjadi cerminan dari kompleksitas permasalahan agraria di Indonesia. Bukannya menjadi solusi bagi ketimpangan kepemilikan tanah, Reforma Agraria justru menjadi pemicu ketegangan sosial yang semakin tajam.

Meja Hijau dan Ketidakadilan

Sebagian besar kasus sengketa tanah di Mesuji berakhir di pengadilan. Namun, proses hukum yang panjang dan berbelit-belit justru semakin memperparah penderitaan petani. Mereka yang memiliki keterbatasan dalam pemahaman hukum dan sumber daya harus menghadapi perusahaan-perusahaan besar yang mampu menyewa pengacara handal.

Dalam banyak kasus, petani menjadi korban kriminalisasi. Mereka dituduh melakukan tindak pidana karena mencoba mempertahankan tanah yang mereka klaim sebagai hak mereka. Proses persidangan yang berlangsung lama dan minim transparansi membuat para petani semakin kehilangan kepercayaan terhadap sistem hukum. Mereka merasa bahwa keadilan hanya berpihak kepada pemilik modal dan mereka yang memiliki kekuasaan.

Salah satu contoh kasus yang menonjol adalah sengketa lahan di Desa Sungai Sodong. Para petani mengklaim bahwa mereka memiliki hak atas lahan berdasarkan adat dan penggarapan turun-temurun. Namun, klaim mereka berbenturan dengan PT SWA, yang mengaku memiliki izin resmi dari pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun