*Artikel ini mengandung bocoran yang mungkin membuat kamu tidak nyaman.
Enola Holmes (2020) merupakan sebuah film dengan genre petualangan, drama, dan misteri yang disutradarai oleh Harry Bradbeer. Film ini mengambil inspirasi dari novel karya Nancy Springer dengan judul yang sama.
Di film ini, kita akan diajak berpetualang bersama Enola Holmes (Millie Bobby Brown), adik bungsu dari deteftif paling terkenal di dunia, siapa lagi kalau bukan Sherlock Holmes (Henry Cavill). Film ini juga dibintangi oleh Sam Claflin sebagai kakak tertua Enola, Mycroft Holmes dan Helena Bonham sebagai Eudoria Holmes, ibu dari Sherlock bersaudara.
Sarat dengan Pesan Feminisme
Feminisme merupakan perjuangan dari kaum perempuan untuk mencapai persamaan seksual dan hak asasi manusia (Sutanto, 2017).
Film Enola Holmes mengambil latar di Inggris pada tahun 1884. Saat itu, Inggris sedang geger gedhen dengan adanya pembuatan UU Reformasi atau Reform Act. UU ini menjadi jalan bagi para perempuan untuk mendapatkan hak dalam pemilu.
Kebetulan, Inggris juga menjadi negara yang lekat dengan lahirnya feminisme. Feminisme gelombang pertama dimulai dari negeri Ratu Elisabeth ini (Suwastini, 2013). Era ini kemudian berakhir ketika disahkannya Reform Act tersebut.
Kondisi ini berperan penting dalam pengembangan cerita. Enola bukanlah seperti anak perempuan pada umumnya. Oleh ibunya, ia diajarkan bermain tenis, memanah, bereksperimen kimia, bahkan hingga teknik berkelahi. Di zaman tersebut, hal seperti ini tak lazim dilakukan perempuan.
Nama Enola sendiri jika kita balik menjadi "alone" atau "sendiri" dalam bahasa Indonesia. Enola tidak menyadari arti namanya ini sampai suatu ketika di hari ulang tahunnya yang ke-16, sang Ibu tiba-tiba menghilang begitu saja. Kedua kakaknya pun pulang untuk memecahkan misteri ini.
Sayangnya, Mycroft sang kakak tertua tak suka dengan kelakukan Enola yang dianggapnya berbeda dengan banyak perempuan lain kala itu. Ia pun memasukkan Enola ke sekolah khusus wanita untuk diajarkan bagaimana menjadi wanita yang "seharusnya". Di sekolah tersebut, para murid diajarkan untuk makan dengan cara wanita, merajut, dan lain sebagainya.
Adegan ini menjadi penggambaran paling gamblang tentang betapa terkekangnya wanita saat itu. Mereka terkurung oleh berbagai macam aturan dan dipaksa untuk patuh.
Karakter Enola yang berani, cekatan, dan kuat menjadi kontradiksi dari itu semua. Karakternya menjadi corong feminisme yang menjadi fokus utama dari film ini. Satu yang saya sukai, aksi feminsime yang ditampilan bersifat linier dan tidak merusak jalannya cerita. Kita bisa paham mengapa aksi ini muncul dan perlu untuk dilakukan.
Feminisme ditampilkan dalam porsi yang pas. Enola bahkan berpetualang bersama Tewkesbury (Louis Partridge), putra bangsawan yang ditemuinya dalam perjalanan. Hal ini mengajarkan bahwa meski kita bisa berdiri sendiri, bukan berarti kita harus memilih untuk sendiri.
Seru dan Interaktif
Satu hal baru yang coba ditawarkan Enola Holmes adalah penggunaan konsep breaking the fourth wall. Konsep ini ditampilkan lewat adegan sang tokoh utama yang menyadari dan dapat berinteraksi dengan penonton. Kita akan sering melihat Enola melakukan ini.
Konsep breaking the fourth wall ini brilian dan membuat film menjadi lebih interaktif. Penonton benar-benar ditarik untuk fokus dan berpikir tentang apa yang akan Enola lakukan. Cara ini efektif pula dalam menyampaikan humor yang kerap kita temui sepanjang film.
Enola Holmes juga berhasil keluar dari pakem film detektif yang biasanya cenderung gelap dan serius. Petualangan dan pencarian fakta yang dilakukan Enola dikemas dengan ringan untuk semua usia. Koreografi pertarungan yang disajikan juga menarik untuk dicermati.
Satu-satunya kelemahan film ini adalah dualitas fokus yang terjadi. Enola dihadapkan pada dua masalah sekaligus, mencari ibunya yang hilang sekaligus menyelamatkan Tewkesbury. Hal ini membuat kita bertanya-tanya, mana sebenarnya yang paling penting bagi Enola?
Namun terlepas dari itu, Enola Holmes masih menjadi sajian menarik yang tidak hanya membawa kita pada adegan petualangan dan pemecahan misteri, tetapi juga memberi pesan feminisme yang kuat dengan porsi yang pas.
Kamu bisa saksikan Enola Holmes di platform Netflix!
Daftar Pustaka
Sutanto, Oni. (2017). Representasi Feminisme Dalam Film "Spy". Jurnal E-Komunikasi 5(1), 1-10.
Suwastini, N.K.A. (2013). Perkembangan feminisme barat dari abad kedelapan belas hingga postfeminisme: Sebuah tinjauan teoretis. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora 2(1), 198-208.