Dari kondisi yang saat ini terjadi bagi karyawan ataupun pemilik modal dapat menjadi gambaran awal mengenai siklus krisis. Penyebaran Covid 19 yang sangat cepat menjadi suatu hal yang menakutkan bagi siapapun. Termasuk bagi pemilik usaha. Â Terutama bagi mereka yang bergerak di sektor pariwisata dan jasa hospitality.Â
Mau tidak mau dan cepat atau lambat mereka harus menutup gerai mereka untuk satu periode tertentu. Disinilah dilema itu muncul. Siapapun pasti berharap agar dapat terhindar dari virus ini.Â
Namun disisi lain mereka harus tetap bekerja agar tetap bisa hidup. Begitupun juga dengan pemilik usaha. Urusan kantong wajar jika masih menjadi prioritas mereka, namun untuk saat seperti ini urusan keselamatan tentu menjadi sesuatu yang harus terus diprioritaskan.
Namun pertanyaannya adalah sampai kapan mereka harus menutup usahanya?
Sebagai masyarakat awam kita mungkin dapat menjawab sampai wabah ini dinyatakan selesai dan kondisi sudah pulih seperti sediakala. Jawaban yang sangat simpel.Â
Namun dari jawaban tersebut tidak ada satupun yang dapat memberikan kepastian kapan kondisi ini akan kembali normal. Inilah yang dimaksud uncertainty condition.Â
Kondisi yang penuh ketidakpastian karena belum adanya jaminan kapan semuanya akan kembali ke masa-masa seperti dulu. Tentu saja ini akan menjadi ancaman baru bagi karyawan. Akan ada ancaman layoff secara masif. Ini adalah contoh kesulitan pertama dari kasus ini.Â
Oke saya lanjutkan lagi untuk kesulitan kedua. Jika kondisi ini akan terus menerus terjadi, maka tidak mungkin akan banyak usaha di Indonesia yang akan gulung tikar.
Pemilik modal tidak dapat lagi membayarkan utang dan kewajibannya kepada debitur. Apalagi mengingat nilai rupiah terhadap US dollar juga terus meningkat.Â
Jika memang terjadi pailit, mungkin pihak kreditur akan menyerahkan jaminan atau agunannya kepada debitur untuk dilakukan proses lelang.
Namun permasalahannya untuk melakukan proses lelang tidaklah mudah.. Jika agunan susah dilelang, malah akan menjadi beban bagi debitur. Sehingga ini akan menjadi ancaman tersendiri bagi pihak debitur dan kreditur.Â