Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

KPU, Bawaslu, dan Pemilu Berintegritas

6 September 2018   12:30 Diperbarui: 6 September 2018   12:57 893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua KPU Arief Budiman (Kompas.com)

Saat ini di Change.org sedang berlangsung petisi "Tolak Bawaslu Loloskan Koruptor Nyaleg", yang sampai tulisan ini dibuat sudah mencapai lebih dari 244.000 orang yang menandatanganinya. Itu merupakan salah satu indikator penolakan keras dari rakyat terhadap masuknya lagi koruptor ke lembaga legislatif.

DPR dan DPRD merupakan salah satu lembaga sarang koruptor terbesar di Indonesia. Lihat saja bagaimana DPRD Kota Malang membuat rekor mencengangkan bobroknya dengan 41 dari 45 anggotanya telah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka korupsi penerimaan suap dari Wali Kota Malang non-aktif  Mochamad Anton terkait RAPBD-P 2015 kota Malang. Mochamad Anton sendiri sudah lebih dulu ditahan KPK karena kasus suap tersebut.   

Rekor memalukan ini memecahkan rekor sebelumnya yang dipegang DPRD Sumatera Utara, ketika 38 anggotanya periode 2009-2014 dan 2014-2019 pada 3 April 2018 ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka penerima suap RAPBD Jambi dari Gubernur Sumut non-aktif yang kini sudah dipenjara, Gatot Pujo Nugroho.

Di Jambi kita masih menunggu proses penyelidikan dan penyidikan KPK terhadap 53 dari 55 anggota DPRD Provinsi Jambi yang diduga kuat telah menerima suap sejumlah Rp 16 miliar terkait RAPBD 2017 dan 2018 dari Gubernur Jambi non-aktif Zumi Zola. Zumi Zola sendiri telah menjadi tersangka dan ditahan KPK untuk dua kasus korupsi berbeda.

Di DPR, dalam tahun ini saja ada beberapa kasus korupsi besar yang diungkapkan KPK: Ada Ketua DPR Setya Novanto yang ditangkap KPK karena terlibat kasus mega korupsi e-KTP, dan dihukum 15 tahun penjara, ada pula Eni Maulani Saragih, Wakil Ketua Komisi VII DPR yang bersama 8 orang lainnya terkena OTT KPK terkait kasus korupsi suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1, yang kemudian juga menyeret mantan Sekjen Partai Golkar, juga mantan Menteri Sosial Idrus Marham. Idrus juga adalah mantan anggota DPR sampai tiga periode.

Di dalam pemeriksaan KPK terhadapnya, Eni juga mengaku uang suap yang diterimanya atas sepengetahuan Ketua Umum Partai Golkar ketika itu Setya Novanto, yang sebagian digunakan untuk Munaslub Golkar 2017.

Sudah sedemikian rusaknya lembaga legislatif akibat ulah para anggota koruptor yang sedemikian banyaknya, sangat mengherankan menyaksikan sikap Bawaslu yang sepertinya tidak peka, seolah tak terpengaruh dengan kondisi destruktif akibat ulah para koruptor itu, dengan hanya berpegang pada aspek hukum formal, menjadi "pahlawan" bagi para koruptor itu untuk bisa menjadi anggota legislatif (lagi).

Sikap Bawaslu yang bersikukuh "membela" para koruptor itu membuat besar kepala M Taufik, anggota DPRD DKI dari Partai Gerindra, yang pernah menjadi napi korupsi karena korupsi dana pengadaan logistik Pemilu di tahun 2004, kini dia berambisi menjadi Ketua DPRD DKI 2019-2024. Ambisnya itu terhalang KPU yang telah mencoret namanya dari daftar bakal calon anggota DPRD DKI Jakarta 2019-2024 karena tidak memenuhi syarat dengan statusnya eks-napi korupsinya itu.

Pada hari ini (Kamis, 6/9/2018), dengan berpegang pada keputusan Bawaslu yang mengabulkan gugatannya kepada KPU, dengan menyatakan ia memenuhi syarat sebagai bakal calon anggota legislatif,  M Taufik mengultimatum KPU untuk mengembalikan namanya sebagai bakal calon anggota legislatif, atau ia akan menggugat KPU secara pidana, maupun perdata.

Keadaan akan semakin runyam akibat ulah para mantan napi korupsi yang besar kepala itu, jika mereka yang mengalami nasib yang sama dengan M Taufik akan melakukan langkah yang serupa.

Asal tahu saja menurut KPU ada hampir 200  mantan napi korupsi yang ditolak pendaftarannya berdasarkan ketentuan di PKPU tersebut, bagaimana jadinya jika mereka semua melakukan gugatan di Bawaslu, dan sebagai konsekuensinya Bawaslu meloloskan mereka semua?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun