Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Densus 88 Tangkap Terduga Teroris di Kampus UNRI, Fahri Hamzah Bilang Otak Jokowi Kekecilan

3 Juni 2018   23:53 Diperbarui: 4 Juni 2018   00:18 1921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anggota dari Satuan Brimob bersenjata lengkap bersiaga di depan Gedung Gelanggang Mahasiswa Kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau, Sabtu (2/6). Tim Densus 88 dibantu Polda Riau dan Polresta Pekanbaru melakukan penggeledahan digedung tersebut dan membawa sejumlah barang. Tribun Pekanbaru/Doddy Vladimir (Tribun Pekanbaru/Doddy Vladimir)

Komentar senada tentang kerusuhan di Mako Brimob itu, juga diucapkan oleh Wakil Ketua Dewan Syuro PKS Hidayat Nur Wahid, ia mengatakan ada kejanggalan di balik peristiwa tersebut, dan menduga penyebab pemberontakan para napiter itu karena ada perbedaan perlakuan mereka dengan Ahok. Padahal bagaimana caranya dia, Fahri, dan para tahanan napiter itu tahu, bagaimana perlakuan terhadap Ahok selama menjalani masa hukumannya di Mako Brimob itu.

"Di situ juga ada Ahok yang ternyata tidak ada masalah sama sekali. Nah kenapa dia enggak ada masalah. Terus sebagian ada masalah, ini kan berarti jadi bagian daripada keadilan. Ini pasti terkait penegakan hukum dan juga keadilan terhadap warga penghuni lapas itu," kata Hidayat ketika itu (Kumparan.com, 11/5/2018).

Hidayat Nur Wahid juga pernah "berkeberatan" jika Densus 88 menggunakan peluru tajam melawan teroris, ia menyarankan peluru tajam diganti dengan peluru bius, dengan alasan supaya terorisnya tidak mati, dan bisa diminta keterangannya.

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera juga memberi komentar serupa tentang peristiwa di Mako Brimob itu, meskipun dengan embel-embel mengutuk peristiwa itu, tetapi tidak menyatakan keprihatinannya atas tewasnya lima polisi di tangan napiter, malah menyinggung tentang hak napiter, kata dia:

"Janggal dan aneh. Makanya perlu penyelidikan yang transparan. Cek SOP dan bagaimanapun napiter juga manusia yang perlu mendapat haknya" (Inilah.com, 12/5/2018).

Merespon tiga bom bunuh diri di tiga Gereja di Surabaya yang menewaskan banyak orang, dan satu bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya baru-baru ini, Presiden PKS Muhammad Sohibul Iman menyatakan kecurigaannya bahwa empat peristiwa bom bunuh diri itu merupakan upaya adu domba antar umat beragama yang dilakukan pihak-pihak tertentu demi kepentingan politik tertentu (CNNIndonesia.com, 14/5/2018). Sepertinya ia hendak mengatakan itu bukan ulah teroris, tetapi merupakan settingan.

Pernyataan Sohibul Iman itu dapat dinilai sebagai upaya membantah beberapa kali pernyataan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian yang secara gamblang menyatakan aksi empat bom diri itu dilakukan teroris dari kelompok yang bernama Jamaah Ansarut Daulah (JAD) yang berafiliasi ke ISIS, yang bercita-cita ingin mendirikan negara Islam (Khilafah) di Indonesia, bahkan Dita Supriyanto, yang melakukan bom bunuh diri di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya adalah Ketua JAD di Jawa Timur.

Demikianlah memang kenyataanya bahwa hampir setiap kali ada operasi Densus 88 menangkap atau menembak mati teroris, ada saja kader PKS yang memprotes, atau menisbikan kesuksesan Densus 88 itu. Mereka tidak pernah mengapresiasi kesuksesan Densus 88 menangkap terduga teroris. Sebaliknya, malah terkesan mereka tidak senang dengan kesuksesan Densus 88 itu, dan justru bersimpatik kepada teroris.

Bukan tak mungkin, entah saking bencinya mereka kepada Presiden Jokowi telah membuat mereka gelap mata, sampai-sampai seandainya harus memilih berpihak kepada Presiden Jokowi (Negara), atau teroris, mereka memilih teroris. Sepertinya mereka akan sangat gembira seandainya Presiden Jokowi dan Densus 88 gagal memberantas terorisme di negara ini, ataukah memang sesungguhnya diam-diam ideologinya memang selaras dengan ideologi teroris, yang antara lain bercita-cita ingin mendirikan negara khilafah di Indonesia?

Mantan Presiden PKS Anis Matta -- hanya PKS satu-satunya parpol dalam sejarah politik Indonesia, yang menggunakan sebutan "Presiden" untuk jabatan ketua umumnya --, pernah membuat pernyataannya yang bersimpatik kepada ISIS, dengan mengatakan bahwa aksi dunia bersama-sama memerangi ISIS itu suatu hal yang lebay alias terlalu berlebihan (baca artikelnya di sini).

Dengan dua puisinya yang berjudul "Surat untuk Osama" dan "Jawaban Osama" (2001), Anis Matta juga telah secara terang-terangkan menyatakan kekagumannya yang luar biasa kepada gembong teroris Al-Qaedah (alm.) Osama bin Laden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun