Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Revisi Undang-Undang Anti-Terorisme yang Tak Kunjung Selesai

15 Mei 2018   11:55 Diperbarui: 15 Mei 2018   12:05 1021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo bertolak langsung dari Jakarta menuju Surabaya. Jokowi langsung memantau kondisi tiga gereja yang dibom, Minggu (13/5/2018). (Biro Pers Setpres/ Bey Machmudin)

Berdasarkan keterangan terbaru dari Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur Komisaris Besar Frans Barung Mangera di Surabaya, Senin (14/5/2018), total jumlah korban tewas teror bom (bunuh diri) selama dua hari di Surabaya dan Sidoarjo adalah 28 orang, dengan rincian: di tiga gereja di Surabaya ada 12 orang warga sipil, 6 orang (1 keluarga) pelaku bom bunuh diri, di Rusunawa Wonocolo Sidoarjo ada 3 orang (sepasang orangtua dan putra sulungnya), dan 4 orang pelaku bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya. Ditambah ada 3 orang yang ditembak petugas saat penyergapan.

Sedangkan korban luka-luka dari warga masyarakat, maupun petugas kepolisian berjumlah 57 orang. Di antara korban luka itu ada juga anggota keluarga orang yang diduga menjadi pelaku pengeboman.

Dari peristiwa-peristiwa selama dua hari dengan korban jiwa, maupun luka-luka yang sedemikian banyak, jelas peristiwa serangan teroris kali ini tergolong besar. Padahal selama ini Surabaya dikenal sebagai kota yang paling "steril" dari berbagai serangan teroris.

Alasan Kapolri Mendesak Revisi Undang-Undang Anti-Terorisme Dipercepat

Dengan demikian tak heran jika Kapolri Jenderal Tito Karnavian pun sangat marah, belum lagi ditambah dengan beberapa hari sebelumnya ada serangan narapidana teroris di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat yang menewaskan 5 orang polisi.

Pasca bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, Presiden Jokowi pun sudah memerintahkan Kapolri agar memberantas teroris sampai ke akar-akarnya, Tito pun menghendaki demikian, tetapi apa daya gerakan polisi dalam pencegahan dan pemberantasan terorisme justru dibatasi oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Undang-Undang Anti-Terorisme).

Menurut Undang-Undang itu, polisi baru bisa menindak (menangkap) jika terduga teroris menjalankan aksinya, atau sudah memiliki/menyimpan perangkat untuk melakukan serangan teror,  jika ia belum menjalankan aksinya, baru semacam membuat perencanaan di atas kertas, misalnya,  meskipun polisi sudah tahu dia anggota teroris polisi tidak bisa melakukan apa-apa.

Oleh karena itulah saat melakukan kunjungan ke Surabaya terkait bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya itu, dalam konferensi persnya yang dilakukan di RS Bhayangkara Jawa Timur, Tito yang yang juga adalah mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPP)  kembali mendesak DPR (dan Kementerian terkait)  agar mau mempercepat penyelesaian revisi Undang-Undang Anti-Terorisme, yang menurutnya sudah setahun belum juga diselesaikan.  

Tito mengatakan, revisi itu sangat diperlukan Polri agar bisa lebih leluasa melakukan penindakan hukum pencegahan, maupun pemberantasan terhadap para terduga teroris, karena selama ini polisi baru bisa menangkap terduga teroris jika ia telah melakukan aksi terorisnya atau jika ia terbukti mempunyai/menyimpan perangkat untuk melancarkan aksi teroris. 

Padahal yang sangat dibutuhkan polisi saat ini adalah landasan hukum untuk juga bisa melakukan penangkapan dan tindakan hukum selanjutnya bagi siapa saja yang telah menjadi anggota dari suatu organisasi atau kelompok teroris terlarang.

Dengan kata lain Undang-Undang Anti-Terorisisme yang sekarang masih bersifat responsif/reaktif yang saat ini sudah  tidak memadai lagi untuk upaya pencegahan dan pemberantasan terorisme, karena sebelum seseorang melakukan aksi teroris dan belum mempunyai/menyimpan perangkat untuk melakukan serangan teroris ia belum bisa ditangkap, meskipun nyata-nyata dia adalah anggota organisasi/kelompok teroris seperti ISIS,  Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Al-Qaedah, dan lain-lain sejenisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun