Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

DPR vs KPK: Momentum Melakukan Pembersihan Besar-besaran di DPR

23 Juni 2017   12:41 Diperbarui: 23 Juni 2017   20:09 2215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Ketua KPK Agus Rahardjo, bersatu melawan 'premanisme DPR' (Kompas.com)

Perbuatan mereka itu sudah dapat dikategorikan sebagai tindakan “obstruction of justice”, yaitu perbuatan dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, atau terdakwa, atau saksi dalam perkara korupsi.

Suatu perbuatan yang diancam dengan hukuman minimal tiga tahun penjara, dan maksimal 12 tahun penjara (Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

Pansus Hak Angket terhadap KPK yang mereka bentuk pun itu sesungguh tidak sah, karena dibentuk tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang MD3 Tahun 2014, yaitu bahwa Hak Angket itu adalah hak DPR untuk mengawasi Pemerintah dalam menjalankan undang-undang dan kebijakannya. Sedangkan, KPK  bukan bagian dari lembaga pemerintah, melainkan lembaga negara pemberantasan korupsi yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya  bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK).

Proses pembentukannya pun tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang MD3 Tahun 2014, karena diputuskan pembentukkannya lewat ketukan palu-nya Fahri Hamzah sebagai pimpinan sidang itu,  saat masih belum ada kepastian semua/sebagian besar anggota setuju atau tidak setuju; dan setelah dibentuk pun Pansus itu tidak meliputi semua fraksi yang ada di DPR (hanya 8 dari 10 fraksi), sebagaimana diwajibkan oleh undang-undang.

Karena tidak sah, maka semua yang dihasilkan dari keputusan Pansus tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum, sedangkan anggota DPR yang bertanggung jawab terbentuknya dan menjadi bagian dari Pansus Hak Angket itu dapat dikategorikan telah menyalahgunakan wewenangnya yang dapat  mengakibatkan terjadinya kerugian negara, dan oleh karena itu bisa saja dipidana.

(Selengkapnya bacaDPR vs KPK: Kejarlah Aku, Kau Kutangkap)

KPK Menolak

Dengan menggunakan strategi perang: serang lebih dulu, sebelum diserang; halangi dan lumpuhkan KPK terlebih dahulu, sebelum KPK menetapkan tersangka-tersangka baru di antara mereka di DPR, Pansus Hak Angket itu sudah melancarkan “serangan” pertama mereka, pada Jumat, 16 Juni 2017,  dengan mengirimkan surat kepada pimpinan KPK, meminta KPK menghadirkan tersangka  Miryam S Haryani pada Senin, 19 Juni 2017, pukul 14:00, di rapat Pansus Hak Angket.

Dalam hal ini kita harus melihat, apakah yang melakukan pemanggilan itu benar-benar mereka yang sedang menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat, ataukah wakil rampok?

Dengan surat balasannya bertanggal 19 Juni 2017, yang ditandatangani oleh Ketua KPK Agus Rahardjo, KPK dengan tegas menyatakan tidak dapat memenuhi permintaan Pansus Hak Angket tersebut karena Pansus tersebut tidak punya landasan hukum yang sah, dan tindakan mereka memaksa KPK menghadirkan Miryam itu dapat dikategorikan sebagai tindakan yang menghalang-halangi proses hukum yang sedang ditangani KPK (obstruction of law).

Adapun isi surat tersebut adalah sebagai berikut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun