Karena acara itu lewat pernyataan-pernyataan pihak anti-Ahok itu sangat tidak menyejuk suasana yang sedang panas saat itu, bukannya menenangkan masyarakat dengan pemahaman-pemahaman yang bijaksana, tetapi sebaliknya malah semakin memanaskan bahkan berpotensi memprovokasi masyarakat untuk melakukan aksi-aksi radikalisme atas nama agama.
Jika Ahok dianggap bermain api dengan menyinggung ayat suci Al Quran (Al Maidah 51), ILC yang dibawakan oleh Karni Ilyas itu bukannya berupaya memadamkan api itu, tetapi justru “mengfasilitasi” pihak-pihak tertentu yang hadir di acara itu, untuk menyiram api itu dengan bensin.
Salah satu pernyataan yang sangat provokatif menjurus pada seolah-olah seruan jihad radikalisme terselubung adalah yang dinyatakan oleh Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) MUI, KH. Tengku Zulkarnain, saat diminta Karni Ilyas menjelaskan sikap MUI terhadap kasus Ahok tersebut.
Dalam penjelasan dan pernyataannya itu Tengku Zulkarnain antara lain mengatakan:
“Kalau menurut hukum Islam, Ahok ini hukumnya dibunuh. Minimal dia diusir dari Indonesia. Sebagaimana dalam surat Al Maidah ayat 33 dan 34, hukumnya itu dicambuk, dibunuh, disalib, atau dipotong kaki dan tangannya bersilangan, atau dia diusir dari negeri ini.”
Meskipun diikuti dengan penjelasan bahwa karena Indonesia yang berlaku adalah hukum negara (UUD 1945), dan bahwa menurut Islam, hukum negara yang telah disepakati itu harus dihormati dan ditaati, secara sadar atau tidak, disengaja atau tidak, ucapan itu bisa saja ditafsirkan oleh kalangan tertentu dalam masyarakat Islam yang berpaham radikal, sebagai suatu seruan apa yang seharusnya dilakukan terhadap Ahok (dibunuh, dicambuk, disalib, dipotong kaki dan tangannya, minimal diusir dari Indonesia). Padahal, tidak semua orang Islam, termasuk tokoh-tokoh besarnya mempunyai pemahaman yang sama terhadap ayat yang dikutip tersebut, hal itu terbukti pula dari pernyataan pihak-pihak yang tidak setuju dengan sikap radikalisme terhadap Ahok itu, seperti yang datang dari Rois Syuriah Pengurus Besar NU, KH Ahmad Ishomuddin, yang juga berbicara di acara ILC tersebut.
Bukankah UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa semua orang WNI tanpa kecuali punya hak dan kewajiban yang sama di depan hukum dan pemerintahaan, termasuk menjadi pimpinan di dalam ketatanegaraan NKRI?
Saat Tengku Zulkarnain menyatakan bahwa menurut hukum Islam Ahok seharusnya dibunuh, dipotong kedua kaki dan tangannya itu, tak terlihat ada upaya Karni Ilyas sebagai pembawa acara sekaligus penanggung jawabnya, mencegah Tengku melanjutkan pernyataan berpotensi membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa itu.
Jika hukum negara (UUD 1945) yang menjamin semua WNI boleh menjadi pimpinan saja tidak dihormati (dihormati hanya di mulut saja), maka bukan tak mungkin “seruan” Tengku Zulkarnain itulah yang akan dilaksanakan oleh sebagian umat Islam yang berpaham radikalisme, bukan yang diatur oleh UUD 1945 tersebut. *****
Artikel terkait: