Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kenapa Ada Tiga (Mega) Proyek di Surabaya yang Molor?

4 Maret 2016   11:43 Diperbarui: 4 Maret 2016   18:13 5235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi monorel di kawasan Bukit Darmo Golf, Surabaya (sumber: suarasurabaya.net)"][/caption]Salah satu ciri khas proyek yang diadakan oleh pemerintah, baik pusat, maupun daerah, adalah hampir selalu bermasalah, dan molor berkepanjangan, sedangkan ciri khas lainnya, yaitu hampir selalu ada korupsinya, sudah mulai berkurang, sejak dipimpin oleh Presiden Jokowi di RI-1, Ahok di DKI-1, Bu Risma di Surabaya-1, dan beberapa kepala daerah lainnya.

Tetapi, dua ciri khas yang disebutkan di atas masih kuat melekat di hampir setiap program proyek pembangunan pemerintah.

Sebut saja yang di pusat, mega proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung, pembangungunan tenaga listrik 35.000 MW, dan Blok Masela, yang bukan saja terancam molor pembangunananya, dan ada masalahnya, tetapi juga diwarnai dengan polemik memanas dan berkepanjangan di antara para menteri terkait di kabinet.

Untuk di daerah, kebetulan yang menjadi perhatian saya adalah (mega) proyek pembangunan infrastruktur di Surabaya.

Di kota terbesar kedua setelah Jakarta, yang dipimpin oleh salah satu walikota terbaik di dunia ini, Bu Risma, pun tetap saja dua ciri khas tersebut di atas bukan pengecualian.

Pembangunan jalan dengan box culvert di kawasan Surabaya Barat (Banyu Urip – Benowo), misalnya. Proyek yang dimaksud untuk mengatasi banjir, sekaligus kemacetan lalu lintas ini panjangnya 13.850 meter, sudah dimulai sejak 2009, dengan anggaran awal Rp 190 miliar, tetapi sampai hari ini, sudah 7 tahun,  baru sekitar 75 persen rampung.


Proyek yang dibangun atas biaya dan kerjasama Pemkot Surabaya dengan Kementerian Pekerjaan Umum ini dengan anggaran APBD dan APBN itu, semula ditargetkan selesai dan sudah bisa digunakan pada akhir 2014.

Untuk proyek ini, meskipun molor, boleh dikatakan sukses pembangunannya. Di bagian kawasan yang sudah rampung, yang dulunya terkesan kumuh, jalannya sempit, sumpek dan sering semrawut dan macet, kini, terlihat tidak kumuh lagi, pemandangannya menjadi “segar,” jalannya menjadi lebar, lapang, dan bersih, jarang macet lagi.

 [caption caption="Wali Kota Surabaya, Bu Risma, saat meninjau proyek Box Cluvert di kawasan Banyu Urip, Surabaya (Antaranews.com)"]

[/caption]

[caption caption="Progres pembangunan box cluvert di kawasan Banyu Urip, Surabaya (sumber: lisaconcrete.com)"]

[/caption]

Proyek yang kedua yang patut disorot adalah rencana pembangunan underpass (jalan bawah tanah) sepanjang 600 meter di Bundaran Satelit, kawasan Mayjend Sungkono, Surabaya. Proyek yang akan dibangun untuk mengatasi kemacetan yang semakin parah di kawasan itu, sudah direncanakan sejak beberapa tahun lalu.

Pada 23 Februari 2015, perizinan untuk penggarapan proyek underpass itu sudah didapat Pemkot Surabaya. Surat izin itu berupa izin penggunaan jalan dalam bentuk hibah dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Nomor TB.13.03.51/89.

Rencana semula mulai dikerjakan pada April 2015, molor menjadi Juni 2015, November 2015,  dan terakhir akhir Januari 2016. Tetapi, sampai hari ini, proyek yang dibangun atas kerjasasama Pemkot Surabaya dengan para pengembang swasta anggota REI Surabaya, dengan anggaran Rp 72 miliar itu belum juga dapat dipastikan kapan mulai bisa dikerjakan. Padahal pada 25 September 2015 lalu, sudah diresmikan Wali Kota Surabaya, Bu Risma.   

Ternyata, penyebab pembangunan underpass yang rencananya selesai dalam waktu 2 tahun itu belum bisa mulai dikerjakan karena terkendala banyaknya utilitas yang tertanam di dalam tanah sepanjang proyek itu. Utilitas itu antara lain pipa air primer berukuran besar milik PDAM Surya Sembala, kabel listrik milik PLN, pipa gas milik Petro Kimia dan Perusahaan Gas Negara (PGA), kabel telepon milik PT Telkom, Indosat, Satelindo, dan beberapa lainnya milik 10 perusahaan. Yang paling sulit adalah pemindahan pipa primer PDAM, karena letaknya persis di tengah jalur proyek. Rencana pengerjaan pemindahan semua utilitas itu saat ini masih dalam tahapan evaluasi dan koordinasi antara pihak REI Surabaya dengan para pemilknya.

Pertanyaannya, kenapa kalau pemindahan utilitas-utilitas bawah tanah itu belum dievaluasi dan dijadwalkan pemindahannya, proyek underpass itu sudah diresmikan dan dijadwalkan pengerjaannya, sehingga  beberapa kali molor, sampai sekarang? Sampai sekarang, juga belum bisa ditentukan jadwal pasti dimulainya pengerjaan proyek underpass Bundaran Satelit itu.

 [caption caption="Pada 25 September 2015, Wali Kota Surabaya, Bu Risma, meresmikan proyek underpass Bundaran satelit, Surabaya, tapi sampai sekarang belum diketahui kapan benar-benar bisa dimulai pengerjaannya (Detik.com)"]

[/caption]

[caption caption="Ilustrasi underpass Bundaran Satelit, Surabaya (Sumber: Intiland)"]

[/caption]

Proyek Pemkot Surabaya ketiga yang masih belum bisa dipastikan kapan mulai dikerjakan adalah mega proyek angkutan massal cepat (AMC) monorel berbasis trem di kota Surabaya. Jangankan menentukan jadwal mulai pengerjaannya, untuk jadwal lelangnya saja sudah mengalami beberapakali molor. Pemkot Surabaya pun tak bisa menentukan, karena mereka tidak punya wewenang untuk pengadaan lelang tersebut. Yang berwenang adalah pihak Kemenhub sebagai koordinator mega proyek ini.

Proyek ini akan dikerjakan oleh tiga instansi sekaligus, yaitu Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang akan menangani sarana dan prasarana, PT KAI sebagai operator, dan Pemkot Surabaya sebagai penggunanya.

Rencana awal lelang proyek akan diadakan pada Januari 2016, atau paling lambat Februari 2016, tetapi sampai hari ini belum ada tanda-tanda jadwal lelang itu sudah bisa dipastikan, agar bisa ditentukan pemenangnya, lalu mulai dijadwalkan pengerjaannya.

Dicek di data layanan pengadaan secara elektronika (LPSE) milik Kemenhub, mega proyek yang dianggarkan menelan biaya lebih dari Rp 1 triliun itu belum juga tampak.

Perkembangan terakhirnya adalah, setelah diadakan pembicaraan dengan pihak Kemenhub, Pemkot Surabaya baru mengetahuinya bahwa ternyata Kemenhub masih menunggu diterbitkannya peraturan presiden tentang proyek underpass Bundaran satelit Surabaya ini. Alasannya karena transportasi perkotaan berupa monorel berbasis trem seperti di Surabaya itu adalah transportasi baru, yang memerlukan detail pengaturannya, mulai dari pengerjaan sampai dengan pengelolaannya kelak.

Pertanyaan serupa dengan pertanyaan menyangkut pembangunan underpass Bundaran Satelit di atas adalah, kenapa baru sekarang bilang, kenapa baru sekarang merasa perlu adanya peraturan presiden itu? Sebelumnya kok sudah berani menjadwalkan bahwa lelang megaproyek ini sudah bisa dilakukan Januari lalu?

Pihak Pemkot Surabaya hanya bisa berharap agar peraturan presiden itu segera diterbitkan Jokowi, agar megaproyek ini segera bisa dimulai tahapan pembangunannya.

[caption caption="Ilustrasi monorel di kawasan Bukit Darmo Golf, Surabaya (Sumber: Suarasurabaya.net)"]

[/caption]

Saya yakin Pemkot Surabaya dan juga warga Surabaya, tidak perlu menunggu terlalu lama terbitnya peraturan presiden dari Jokowi itu, karena Jokowi pasti akan memrioritaskannya demi pembangunan kota Surabaya, mengingat kota ini merupakan salah satu kota terpenting di Indonesia.

Semoga saja dalam progres pembangunannya kelak tidak lagi ada masalah, dan tidak lagi molor, apalagi molor yang berkelanjutan, berujung mangkrak.

Kita semua percaya kepada Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, alias Bu Risma. *****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun