Berdasarkan jalannya logika disertai dengan berbagai kejanggalan sebagaimana dicatat Harian Kompas tersebut di atas, maka patutlah kita mencurigai keterlibatan Jaksa Agung di dalam kasus ini. Sama dengan Patrice Rio Capella, Prasetyo memang tidak terlibat dalam kasus intinya (kasus korupsi itu sendiri), tetapi patut dicurigai telah menjalankan permintaan dari Rio Capella dengan mengamankan kasus Gatot itu. Buktinya sampai sekarang pun kasus inti yang ditangani Kejaksaan Agung itu belum ada tersangkanya!
Bagaimana mungkin suatu kasus sudah naik ke tahapan penyidikan, tetapi belum ada tersangkanya, seperti kasus korupsi dana bantuan sosial di Sumatera Utara ini? Apalagi kasus-kasus ikutannya justru sudah ditetapkan para tersangkanya, bahkan sudah masuk ke dalam proses peradilan di pengadilan Tipikor. Sangat janggal, kasus initi justru tertinggal di belakang.
Ada indikasi pula bahwa pihak Kejaksaan Agung terpaksa mengumumkan ke publik bahwa kasus korupsi itu sudah mereka naikkan ke tahapan penyidikan, karena “terlanjur” terkuaknya kasus suap terhadap tiga hakim dan seorang panitera PTUN Sumatera Utara (9 Juli 2015), dan kasus suap terhadap Patrice Rio Capella oleh Gatot dan Evy. Padahal skenario aslinya adalah kasus itu akan dipetieskan, atau mungkin akan ada SP3 buat Gatot. Sesuai dengan pendekatan Rio kepada Jaksa Agung HM Prasetyo.
Kalau KPK telah menetapkan Rio sebagai tersangka, karena menerima suap dari Gatot dan Evy, sedangkan pemberian suap itu dimaksud untuk membayar jasa Rio yang diharapkan telah menjalin komunikasi pengamanan perkara dengan Jaksa Agung, maka tentu pertanyaan yang muncul adalah apakah komunikasi di antara Rio dan Prasetyo itu sudah terjadi, dan apakah sudah ada hasilnya?
Untuk menjawab pertanyaan ini kita kembali kepada ulasan Dasar Logika Kecurigaan Keterlibatan Jaksa Agung tersebut di atas.
Untuk mengklarifikasikannya secara tuntas, kita tunggu tindakan nyata yang cepat dan tegas dari Presiden Jokowi.

*****
Artikel terkait: