Membicarakan kisah hidup manusia di dunia ini, bisa sangat panjang bahkan bisa dikatakan seperti tidak ada habisnya. Entah itu tentang kebaikannya maupun keburukannya. Akan sangat banyak pernak-pernik menghiasi kisah hidupnya. Sepertinya, sehari dua hari tidak akan cukup waktu menuntaskan kisah itu.
Akan sepanjang kisah hidup manusia itukah hidup di dunia ini ?
Al Qur'an surat Al Hajj ayat 47 menyebutkan bahwa satu hari di sisi Allah sama dengan seribu tahun menurut perhitungan manusia. Itu menunjukkan bahwa waktu bersifat relatif, sehingga dapat dijelaskan dengan perbandingan secara matematis agar mudah dipahami.
Ayat tersebut tidak menjelaskan tentang perbandingan lamanya hidup di dunia dan akhirat, namun menjelaskan adanya perbedaan perhitungan yang relatit antara waktu dalam perhitungan manusia dengan waktu dalam perhitungan Allah, yaitu 1000 (seribu) tahun bagi manusia hanya terhitung satu hari bagi Allah.
Dengan tampilan perbandingan yang sangat jauh itu kemudian banyak para ahli yang membahasnya dari berbagai sudut pandang keilmuan, dari ilmu Matematika, Fisika, termasuk ilmu Tasawuf, dan sebagainya. Pada intinya semua menunjukkan bahwa hakikat kehidupan dunia sebetulnya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kehidupan kekal di akhirat.
Karena kehidupan yang sesaat itu maka yang diperolehnya pun sangat sedikit, kata Rasulullah SAW: "Perbandingan dunia dan akhirat seperti orang yang mencelupkan jari tangannya ke dalam laut, lalu diangkatnya dan dilihatnya apa yang di perolehnya." (HR. Muslim dan Ibnu Majah).
Perbandingan hakikat hidup dunia-akhirat yang sangat jomplang mengingatkan pada falsafah jawa bahwa, urip mung mampir ngombe. Sebuah konsep bahwa kehidupan di dunia hanya singgah sebentar saja, hanya untuk sekedar minum.
Kata mampir menunjukkan realitas tempat persinggahan yang memiliki ruang dan waktu, namun bukan tempat sebagai tempat tujuan akhir. Karena setelah selesai ngombe tempat itu akan segera ditinggalkan untuk melanjutkan perjalanan menuju ke tempat tujuan yang sebenarnya, yaitu kehidupan yang hakiki, akhirat.
Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW memberikan gambaran kehidupan di dunia ini seperti seseorang yang sedang dalam perjalanan, lantas beristirahat sebentar, kemudian meninggalkannya untuk melanjutkan perjalanan mencapai tujuan akhir. "Aku dan dunia ibarat orang dalam perjalanan menunggang kendaraan, lalu berteduh di bawah pohon untuk beristirahat dan setelah itu meninggalkannya." (HR. Ibnu Majah)
Hadis tersebut memberi makna bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah tempat persinggahan yang hanya sesaat, waktunya seorang hamba untuk menjalankan perintah Yang Maha Kuasa, kemudian menghimpun tenaga untuk melanjutkan perjalanan menuju tujuan akhir. Karena itu setiap hamba harus selalu mengingat dari mana ia berasal dan harus ingat pula bagaimana ia harus kembali ke asalnya.
Dengan kata lain bahwa kehidupan dunia hanya sementara untuk mengumpulkan bekal perjalanan menuju akhirat, suatu tempat akhir yang kekal abadi. Perbekalan yang cukup akan menjadikan dirinya sampai tujuan dengan selamat, sedangkan seseorang dengan perbekalan yang kurang dia tidak akan bisa mencapai tujuan.
Dalam pandangan Islam, bekal yang paling baik untuk menuju kehidupan akhirat ialah takwa (Al Qur'an surat Al Baqarah: 197), yaitu (dengan) melakukan ketaatan dan menjauhi perbuatan maksiat kepada-Nya.
Bekal takwa tidak bisa diperoleh dengan hanya berpangku tangan tanpa usaha. Takwa adalah perilaku yang wajib diusahakan oleh setiap muslim, dan karena itu ketakwaan membutuhkan amalan nyata.
Seorang muslim yang dikaruniai harta, dapat mempersiapkan bekal akhiratnya dengan bershadaqah. Misalnya untuk pembangunan rumah ibadah, madrasah, membantu fakir miskin, anak-anak yatim atau orang yang terkena musibah, dan sebagainya.
Seorang muslim yang memiliki ilmu, dapat berbuat banyak untuk perbekalan akhirat dengan mengamalkan ilmunya demi kemaslahatan orang banyak.
Bagi yang memiliki kekuasaan sebagai pejabat publik, dapat mempersiapkan bekal akhiratnya dengan mempertanggungjawabankan jabatannya kepada masyarakat seperti adil dalam mengambil keputusan, mensejahterakan orang yang dipimpinnya, dan sebagainya.
Dengan berbekal takwa, seorang muslim akan merasakan manfaat dari ketakwaannya itu, sebab takwa bukan hanya sebagai bekal menempuh perjalanan akhirat, di dunia pun bagi orang yang bertakwa Allah SWT akan memberikan imbalan: akan dibukakan pintu-pintu keberkahan langit dan bumi, akan diberikan kemudahan dalam setiap urusan, dan akan diberikan rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka.
Menjalani urip mung mampir ngombe bisa dilakukan dengan melaksanakan wasiat Rasulullah SAW, "Jika engkau berada di sore hari, janganlah menunggu pagi hari. Dan jika engkau berada di pagi hari, janganlah menunggu sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu dan hidupmu sebelum matimu." (HR. Bukhari). (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI