Penulis: Dandi Bachtiar
Prabowo Subianto resmi dilantik sebagai Presiden RI yang ke-8 pada hari Minggu tanggal 20 Oktober 2024. Itu artinya, hampir satu tahun sudah pemerintahan Presiden Prabowo berjalan. Pada titik ini, publik mulai menimbang, apakah arah kepemimpinan nasional berada di jalur yang tepat atau justru terjebak dalam pusaran politik kekuasaan semata. Pertanyaan besar yang menggantung di benak rakyat sederhana namun fundamental: apakah Prabowo benar-benar tulus mendedikasikan dirinya untuk kesejahteraan rakyat, ataukah motivasi utamanya adalah menggapai puncak ambisi politik yang selama ini dikejarnya?
Tahun Pertama: Antara Harapan dan Realitas
Sejak awal, kemenangan Prabowo dalam pemilu membawa spektrum harapan sekaligus keraguan. Harapan karena ia datang dengan legitimasi besar hasil pemilu yang demokratis, serta janji untuk memperkuat kedaulatan bangsa, kemandirian pangan, dan pertahanan negara. Keraguan karena publik masih mengingat masa lalu politiknya yang penuh dinamika: dari seorang jenderal, menteri pertahanan, hingga politisi yang tiga kali gagal dalam kontestasi presiden sebelumnya.
Memasuki tahun pertama, publik tentu berharap sudah mulai melihat tanda-tanda nyata dari visi kesejahteraan yang dijanjikan. Namun, sebagaimana yang terjadi dalam banyak rezim baru, peralihan dari janji ke realisasi kebijakan sering kali berjalan lambat.
Kebijakan Ekonomi: Menguatkan atau Mengkhawatirkan?
Di sektor ekonomi, pemerintahan Prabowo berusaha melanjutkan fondasi pembangunan yang diletakkan oleh pemerintahan sebelumnya. Infrastruktur, industrialisasi hilirisasi, dan ketahanan pangan tetap menjadi jargon utama. Tetapi persoalannya, sejauh mana kebijakan tersebut langsung menyentuh kehidupan rakyat kecil?
Harga kebutuhan pokok yang tetap fluktuatif, persoalan pengangguran yang meningkat akibat gelombang PHK industri, hingga isu pajak yang dirasa memberatkan rakyat, membuat sebagian orang mempertanyakan apakah orientasi kebijakan benar-benar berfokus pada kesejahteraan rakyat.
Di sisi lain, Prabowo mendorong program-program besar seperti ketahanan pangan berbasis lumbung nasional dan swasembada beras. Namun implementasi masih menghadapi kendala klasik: birokrasi yang gemuk, mafia pangan, serta ketergantungan impor yang tak mudah diputus.
Politik Kekuasaan: Konsolidasi atau Ambisi?