Mohon tunggu...
Amakusa Shiro
Amakusa Shiro Mohon Tunggu... Engineer -

A masterless Samurai

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mati Ketawa ala Jepang

2 Agustus 2017   15:24 Diperbarui: 14 Agustus 2017   05:57 2930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pikotaro yang sempat hits dengan PPAP nya juga merupakan pelawak yang perform sendirian (dok.pribadi)

Anekdotnya begini. 

Kalau kita cerita lelucon ke orang Jepang, maka mereka akan tertawa 3 kali.

3 Kali ?!!! Kok bisa sih ? Apa nggak dower tuh bibir ??? :)

Ini penjelasannya. Mereka tertawa untuk pertama kalinya waktu kita cerita lelucon itu ke orang Jepang. Ini menurut saya sebenarnya hanya sindiran bahwa orang Jepang sering karena solider aja ketawanya (kalau untuk tertawa jenis ini bahasa Jepangnya aisouwarai), seperti juga sifat negatif lain yang saya tulis di paragraf sebelumnya. 

Kedua, orang Jepang ketawa lagi pas kita ceritain "arti" dari lelucon itu. Ini menguatkan dugaan bahwa ketawa pertamanya itu cuma solider. Dan yang terakhir, orang Jepang akan tertawa lagi beberapa hari setelahnya, waktu mereka benar2 paham akan lelucon yang kita telah ceritakan. Padahal kalau sudah liwat beberapa hari, ya ceritanya sudah kadaluarsa alias sudah basi. Jadi ya nggak ada gunanya sih.

Saya nggak tahu persis siapa yang membuat anekdot ini, tapi menurut saya memang bisa menggambarkan orang Jepang dengan pas dan menarik. 

Walaupun Jepang mempunyai sejarah yang panjang dalam hal humor, namun dalam kehidupan sehari-hari orang Jepang sangat berhati hati terhadap humor. Sebab, terkadang kalau kita tertawa setelah lawan bicara kita mengatakan sesuatu, maka bisa saja dia merasa, apakah ada yang salah dengan yang dikatakan tadi, atau dia akan bingung kenapa kita tertawa. 


Seperti yang sudah saya tulis diawal, kadang orang yang berbicara tidak bertujuan untuk melucu, namun pendegar merasa bahwa hal itu lucu.

Hal beginilah yang masih ditakutkan masyarakat Jepang. Jika ada yang tertawa padahal orang itu tidak bermaksud melucu, maka tertawaan itu bisa dianggap sebagai penghinaan. Terutama kita juga harus berhati-hati karena ada juga orang yang mengidap gelotophobia,  walaupun ini bukan hanya terbatas untuk orang Jepang saja.

Toilet paper dengan tulisan untuk ajakan naik gn.fuji. Ternyata daerah sekitar Gn. Fuji adalah tempat produksi toilet paper terbanyak di Jepang. Omong2, ada yang tahu hubungan naik Gn. Fuji dan toilet paper nggak ?? :) (dok.pribadi)
Toilet paper dengan tulisan untuk ajakan naik gn.fuji. Ternyata daerah sekitar Gn. Fuji adalah tempat produksi toilet paper terbanyak di Jepang. Omong2, ada yang tahu hubungan naik Gn. Fuji dan toilet paper nggak ?? :) (dok.pribadi)
Oleh karena itu, orang Jepang sangat jarang memasukkan unsur humor dalam perhelatan atau event yang sifatnya formal. Salah satu sebabnya adalah, orang Jepang menganggap keseriusan adalah modal utama untuk menaruh kepercayaan kepada seseorang. 

Jika orang memasukkan unsur humor, maka akan terkesan bahwa orang tersebut tidak serius. Kalau di luar Jepang, kadang justru terjadi kebalikannya. Orang berlomba-lomba untuk memasukkan (unsur) humor, walaupun kadang terkesan memaksa atau bahkan ironisnya humornya itu terkadang tidak lucu sama sekali.

Juga sangat jarang di Jepang orang memakai humor sebagai salah alat (tool)  dalam berbisnis. Kalau di luar Jepang, terkadang humor dipakai sebagai cara untuk melunakkan suasana (ice-breaking  kalau bahasa kerennya) , misalnya di saat meeting maupun perbincangan tentang bisnis yang tegang atau sedang macet di tengah jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun