Mohon tunggu...
Damurrosysyi Mujahidain
Damurrosysyi Mujahidain Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Ilmu Komunikasi UMJ

Ramah Manusia, Alam, dan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Modernisasi Standar Hidup Petani Hutan: Taraf Ekonomi hingga Gaya Komunikasi

12 Juli 2022   14:25 Diperbarui: 12 Juli 2022   14:28 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Getty Images (2010)

Kemajuan ilmu pengetahuan serta demistifikasi yang terjadi bak pasangan romantis yang enggan untuk berpisah dan saling melengkapi. Pandangan rasional empiris yang menyebar dikalangan petani hutan selain menghilangkan nilai sakral yang ketat dijaga, disisi lain mengamini perilaku tidak ramah terhadap kelestarian alam hutan.

Sekarang hutan nampak indah bila dipandang sebagai komoditi yang banyak dicari. Fakta tersebut dapat menambah puing-puing rezeki yang selama ini memang banyak diincar untuk meningkatkan aset kekayaan sedikit demi sedikit.

Banyaknya tumbuh pabrik kayu, pabrik kertas, pabrik minyak kelapa sawit, semakin meningkatkan gairah petani hutan untuk terus menggali potensi keuntungan yang ada ditengah-tengah hutan. Kini terlihat banyak petani hutan bukan lagi berumah kayu namun dipenuhi dengan beton permanen. Sudah tak lazim terdapat smartphone terbaru serta motor atau mobil yang terparkir.

Senada dengan yang diungkapkan Kotler (2012) pada bukunya Prinsip-Prinsip Pemasaran bahwa, "gaya hidup ialah pola hidup manusia di dunia yang biasa diekspresikan dalam minat, aktivitas, dan opininya. Juga menggambarkan keseluruhan diri seseorang kala berinteraksi dengan lingkungannya".

Takaran ekonomi memang sudah menggeser stigma-stigma ketertinggalan yang dilekatkan pada petani hutan. Pusaran fakta bahwa kini banyak petani hutan tak lagi banyak makan singkong atau ketela, melainkan daging, susu, hingga makanan siap saji sebagai makanan pokoknya cukup menggambarkan kondisi perubahan yang terjadi.

Perjalanan "dinas" ke hutan kini tak lagi menggunakan sepeda ontel atau gerobak sapi, melainkan armada transportasi yang mewakili kesuksesan petani hutan seperti motor atau mobil.

Terlanjurnya petani hutan mewarnai dirinya pada life style yang modern dan mewah, seiring sejalan dengan tuntutan pekerjaan yang harus mereka selesaikan juga. Stok pohon yang sah untuk ditebang makin hari kian menipis tak sejalan dengan permintaan yang makin meningkat.

Jalan alternatif yang dapat digunakan ialah menebang pohon yang masuk dalam kawasan perlindungan. Alias tidak sah atau ilegal. Tak heran, aturan leluhur yang lama melekat pun tak dihiraukan, apalagi sekedar hukum positif negara yang memang mudah untuk dinegosiasi.

Jika dilihat dari range harga kayu dipasaran yang tinggi, tak heran jika sampai kegiatan melanggar hukum juga dijalankan. Biasa dijual dengan harga Rp. 1.200,- per m3 atau Rp. 360.000,- hingga Rp. 750.000,- perpohonnya.

Begitu juga data yang dilansir media detik.com (Hen/Zul:2014), bahwa PT Harfarm Jaya Makmur menawarkan sebuah kerjasama hutan jati dengan rentang harga dalam 8 tahun hingga Rp 12 juta atau Rp 15 juta perpohonnya. Benar-benar profesi yang bergitu menggiurkan petani hutan. Pekerjaan ini dianggap strategi adaptif petani hutan yang berupa reactor strategy.

Reactor strategy menurut Miles dan Snow (1978) ialah cara merespon lingkungan tanpa memikirkan strategi jangka panjang. Tuntutan gaya hidup membawa pelaku ekonomi pada orientasi jangka pendek dan bersifat reaktif. Pemahaman singkat petani hutan tidak melahirkan kekhawatiran di masa depan ditambah lagi keuntungan yang dapat digapai dengan waktu yang relatif singkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun