Yang tersangka ini punya rentetan panjang dari sejumlah kasus yang terjadi di Ulakan.
Termasuk rentetan perampasan uang makam Rp270 juta, infak Masjid Agung Syekh Burhanuddin, pengrusakan prasasti, pencemaran nama baik terhadap Khalifah ke XV dan niniak mamak nan berulayat itu sendiri.
Melalui jalur hukum ini, Adamsyah selaku kuasa hukum, ingin memberikan arti penting penegakan kebenaran.
Ingin meluruskan, bahwa Ulakan adalah tanah ulayat, yakni ulayat dari Rangkayo Amai Said Datuak Bandaro. Tidak tanah sarikat yang didengungkan oleh orang-orang yang ingin memecah persatuan dan kesatuan Ulakan ini.
"Krarifikasi ini diberikan, kita tidak ingin adanya revolusi sosial di Ulakan ini. Revolusi yang merubah jalan adat dan syarak, merusak tatanan yang jadi pedoman selama ini," ulas dia.
Dia minta Pemkab Padang Pariaman tegak lurus dalam masalah ini, sesuai ketetapan yang sudah jadi pedoman sejak dulunya.
Sementara, Bukhari Datuak Malelo Pandak bersama Yusabri Rangkayo Amai Said Datuak Bandaro menyebutkan, bahwa Ulakan secara adat tidak bisa dilepaskan dari "Rajo nan barampek, Panghulu nan baranam".
"Gantiang putuih biang tabuak, terletak di orang-orang yang memangku jabatan ini," ungkapnya.
Sama dengan jalur syarak dari Syekh Burhanuddin, juga diwarisi sampai sekarang lewat jalur Khalifah.
Mulai dari Syekh Burhanuddin (1006-1111 H), Syekh Idris (1111-1126 H), Syekh Abdul Rahman (1126-1137 H), Syekh Chairuddin (1137-1146 H), Syekh Jalaluddin (1146-1161 H).
Berikutnya, Syekh Abdul Muchsin (1161-1180 H), Syekh Abdul Hasan (1180-1194 H), Syekh Chalaludin (1194-1211 H), Syekh Habibullah (1211-1231 H).