Saya jadi teringat pernyataan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj, yang meminta janganlah agama dijual murah untuk tujuan politik. Apakah itu ucapan sindiran atau permintaan agar para politisi, khususnya di lingkungan NU sendiri yaitu PKB dan PPP, agar jangan mengorbankan sikap dasar NU dalam berbangsa dan bernegara, untuk tujuan politik praktis, saya kurang tahu.
Kembali ke fatwa MUI, soal substansi isi fatwa itu memang terbukti tidak ada satu suara di kalangan ulama baik Muhammadyah maupun NU. Ini domain para ahli, para alim, dan para bijak yang harus bicara. Tulisan ini tak hendak mencampuri hal itu.Â
Namun, adanya ketidaksamaan pandangan atas kasus dugaan penistaan agama ini sudah menunjukkan MUI tidak bisa mengklaim sebagai wakil umat satu-satunya yang memonopoli kebenaran hukum. Terlebih di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan UUD '45 dengan produk hukum turunannya.
Waketum MUI KH Zainud Tauhid Saadi yang kemarin hadir di ILC juga punya latar belakang politik yang kental, sebagai kader PPP yang tiga kali menjabat di DPR. Dan kini, partainya termasuk yang mengusung Agus Harimurti sebagai cagub DKI. Oleh karena itu, wajar juga kalau ada yang menilai dia punya kepentingan politik atas keluarnya fatwa itu.
Latar belakang kedekatan pengurus MUI dengan SBY itu tentu juga wajar menimbulkan syak wasangka terkaitan kepentingan dan deal-deal politik. Terlebih, santer pula beredar informasi tentang peran tokoh pengajian kelompok SBY yang menjalin komunikasi aktif dan pendanaan pada kelompok yang datang ke MUI sehingga muncul fatwa itu. Informasi itu sudah muncul di medsos sebelum konferensi pers SBY di Cikeas 2 November lalu.
Dan hingga kini, informasi semacam itu termasuk dokumen yang katanya bocoran dari kubu SBY itu juga masih terekpos tanpa ada sanggahan. Inilah mungkin penyebab munculnya dugaan SBY mendalangi aksi demo menggoyang Jokwi itu tetap beredar dengan kencang. Â
Tuduhan yang awalnya diungkap SBY meski secara tidak langsung, dan dilanjutkan dengan keluarga dekatnya, kini menggelinding kencang dengan format yang lebih canggih: teori konspirasi menjatuhkan Jokowi melalui kasus Basuki Tjahaja Purnama. Tentang kebenarannya, siapa yang tahu. Saya bukan intelijen.
Bacaan pendukung:
http://nasional.kompas.com/read/2016/11/03/15422011/.politisasi.sara.sby.merendahkan.dirinya.