Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Siapa Tuduh SBY Dalangi Demo Goyang Jokowi?

10 November 2016   15:56 Diperbarui: 10 November 2016   16:51 7422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siapa tuduh SBY dalangi demo? foto: merdeka.com, liputan6.com

Ini memang aneh. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan ada laporan intelijen yang menyebut ada pihak atau partai politik yang mendanai aksi demo 4 November, dan laporan itu dinilai error. Istri dan anaknya juga menyatakan SBY telah difitnah sebagai dalang aksi demo itu. Tetapi, sampai saat ini, belum pernah ada pernyataan dari pejabat atau pihak mana pun yang menyatakan SBY jadi dalang demo itu.

Pernyataan atau tuduhan bahwa SBY adalah dalang aksi demo justru berasal dari SBY dan keluarganya sendiri. Sementara informasi intelijen yang disebut SBY sendiri tidak pernah diungkap, lembaga intelijen mana, BIN, BAIS, intelijen kepolisian atau yang lain. Kalau medsos ikut pula disebut, medsos mana yang diambil sebagai data oleh laporan intelijen itu. Semua serba kabur.

Demikian pula jika munculnya spanduk dan tagar di twitter yang menyebut SBY provokator dianggap tuduhan kepada SBY, itu muncul paska demo. Tulisan di media sosial yang menuduh SBY sebagai dalang demo juga muncul paska pernyataan SBY. Boleh dikatakan, yang membuat heboh bahwa SBY dituduh sebagai dalang demo menggoyang Jokowi itu berangkat dari pernyataan SBY sendiri.

Kalau pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut ada aktor politik yang membuat demo 4 November yang awalnya damai berubah jadi rusuh dujadikan dasar, itu diucapkan tengah malam dan dinihari paska demo 4 November, dua hari setelah pernyataan  SBY di Cikeas. Tanggapan Wapres Jusuf Kalla dan Presiden Jokowi atas pidato SBY itu juga sama sekali tidak menyuratkan adanya tuduhan SBY jadi dalang demo.

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menilai, reaksi SBY yang seolah dituduh mendanai demonstrasi itu justru membuat masyarakat tahu bahwa Presiden keenam RI itu memang memiliki kepentingan. "Justru kalau dia klarifikasi sesuatu yang sumbernya tidak jelas, justru publik jadi tahu. Saya juga jadi tahu, tadinya kan enggak ngeh." (kompas.com, 3/11/2016).

Pengacara publik dari YLBHI, Julius Ibrani menilai pernyataan SBY justru merendahkan dirinya sebagai presiden yang telah lama memimpin Indonesia. "Sudah sepatutnya isu SARA (suku, agama, ras dan antar golongan), politisasi SARA yang remeh temeh, yang tidak edukatif, merendahkan dirinya seperti ini tidak diucapkan oleh SBY. Dia seorang Presiden dua periode. (kompas.com, 3/11/2016).

Oleh karena itu untuk memahami penyebab munculnya tuduhan SBY berada di balik aksi demo itu, tidak bisa tidak harus digali dari pernyataan SBY dan orang dekatnya yang memungkinkan munculnya tuduhan dan kecurigaan semacam itu. Termasuk penyebab adanya tuduhan itu adalah disebutnya orang-orang yang pernah dekat dengan SBY ada di balik keluarnya fatwa MUI dalam kasus tuduhan penistaan Al-Qur'an yang jadi pemicu aksi demo itu.

"Dulu saya tidak pernah dengan mudah menuduh ada orang-orang besar mendanai aksi-aksi unjuk rasa, ada orang besar menggerakkan unjuk rasa. Kalau dikaitkan situasi sekarang kalau ada informasi atau analisis intelijen seperti itu, saya kira berbahaya. Menuduh seseorang, menuduh sebuah kalangan, menuduh sebuah parpol, melakukan seperti itu, itu fitnah, fitnah lebih kejam daripada pembunuhan.

....Dalam menanggapi soal kemungkinan ada laporan yang tidak berdasar seperti itu, saya tidak asal bicara. 

Saya kumpulkan keterangan, saya korek apa yang ada dalam pikiran penyelenggara negara, jajaran pemerintahan, beliau-beliau yang mengemban amanah, baru saya bicara. Sekali lagi karena saya mengetahui. Saya mendengar dan setelah saya kroscek, saya konfirmasikan benar adanya, mudah-mudahan, mudah-mudahan yang saya dengar itu tidak benar, Tidak seperti itu, kalau memang ada analisis intelijen bahwa ada pihak ini yang mendanai, pihak ini yang mengerakkan parpol ini yang punya kepentingan menggerakkan unjuk rasa besar itu.

Saudara-saudara, berbahaya jika di sebuah negara ada inteligent failure dan inteligent error. Ini istilah intelijen. Inteligent failure, misalnya laporannya itu berlebihan atau kurang. Aman saja Pak, tenang-tenang saja, sudah tidur-tidur saja, ini nggak ada apa-apa, ini paling demokrasi 500 orang, tiba-tiba 50.000, terjadi sesuatu semua tidak siap, that is inteligent failure. 

Kalau inteligent error analisisnya bengkok, datanya tidak ada, faktanya tidak ada dikait-kaitkan, ambil sumber sosmed, termasuk buzzer, dianalisis, ah pasti ini yang menggerakkan, pasti ini yang mendanai. Itu intelegent error, so it is very-very dangerous. Kehidupan bernegara dipenuhi info laporan-laporan, bisikan-bisikan atau pun yang mengatakan dirinya inteligent report." (Cuplikan pidato SBY, 2/11/2016, detik.com)

salah satu cuitan di twitter
salah satu cuitan di twitter
Itulah kalimat yang terucap pada saat jumpa pers SBY di Cikeas, 2 November lalu. Saya teliti lagi seluruh isi pidato itu. Tak ada kalimat yang secara langsung menyebut SBY atau Partai Demokrat dituduh mendanai aksi demo 4 November. Tetapi, melihat ekspresi saat memberikan pernyataan yang panjang dan lebar itu, wajar jika orang menilai SBY merasa ada laporan intelejen yang menuduh dia dan partainya mendanai demo itu.

Saat saya lihat tayangan ulang siaran teve salah satu televisi swasta, baik Wiranto maupun Yusuf Kalla usai menemui SBY pada 1 November juga tidak mengeluarkan satu kalimat pun bahwa kedatangan SBY itu adalah untuk mengkonfirmasi laporan intelejen. Wiranto justru menyebut kedatangan SBY untuk memberikan masukan terkait situasi saat itu.

Wiranto justru menyatakan sangat menghargai kedatangan SBY saat itu. Pernyataan JK tak jauh berbeda, dia justru menyataskan tidak percaya kalau ada orang menuduh  macam-macam. Apakah pernyataan Wiranto dan JK itu adalah bahasa pejabat untuk mendinginkan suasana, entahlah. Tetapi, tujuan itu terbukti tak berhasil karena keesokan harinya justru SBY sendiri yang membukanya ke depan publik dan semakin membuat panas situasi politik.

Tuduhan SBY jadi dalang aksi demo menjadi jelas, bukan karena ada pernyataan dari pemerintah atau institusi resmi. Tetapi, hal itu diperjelas oleh pernyataan Edhi Bhaskoro Yudhoyono (Ibas) putra bungsunya yang juga ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR. Dia membantah isu yang menyebut ayahnya berada di belakang aksi unjuk rasa 4 November lalu.

Bantahan juga muncul dari Ani Yudhoyono istri SBY. Dia tidak terima suaminya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dituduh sebagai dalang demonstrasi 4 November 2016. Dia juga membantah jika Ketua Umum Partai Demokrat itu mendanai aksi unjuk rasa besar-besaran itu.

"Sepuluh tahun Pak SBY memimpin negara, tidak ada DNA keluarga kami berbuat yang tidak-tidak. Jadi kalau ada tuduhan kepada Pak SBY yang menggerakkan dan mendanai aksi damai 4 November lalu, itu bukan hanya fitnah yang keji, tetapi juga penghinaan yang luar biasa kepada Pak SBY." (Akun Instagram Ani Yudhoyono @aniyudhoyono)

Jadi sampai sejauh ini, tidak pernah ada tuduhan resmi, langsung atau tidak langsung, yang menyebut SBY jadi dalang demo goyang Jokowi atau demo 4 November. Apakah semua pernyataan SBY dan keluarganya itu hanya untuk membantah isu di medsos atau sumber yang hanya SBY dan keluarganya sendiri yang tahu, entahlah. 

Tetapi sebagai rakyat biasa, saya mendapat kesan SBY telah menuduh dirinya sendiri sebagai dalang aksi demo itu. Tujuannya apa, banyak teori bisa dipakai, termasuk teori menjadikan diri orang teraniaya untuk menarik simpati publik demi kemenangan Agus Harimurti putranya yang kini maju di pilkada DKI Jakarta. Pengamat politik LIPI Syamsuddin Haris termasuk yang mendukung teori ini.

Tetapi, teori lain yang kini ramai di medsos jauh lebih heboh dari itu. SBY dinilai sedang memainkan permainan berbahaya, menggusur Basuki Tjahaja Purnama dengan dugaan penistaan Al Quran, sekaligus menggeser Anies Baswedan juga. Sebabnya, Buni Yani yang memotong pidato Basuki Tjahaja Purnama dan meng-upload di internet sehingga membuat kasus ini meledak, adalah sahabat dekat Anies. 

Sasaran utama berikutnya adalah Presiden Jokowi yang dikesankan sebagai pelindung Basuki Tjahaja Purnama. Karena itulah, demo besar itu menyasar Istana, menggoyang pemerintahan. Ketidakstabilan politik yang diharapkan timbul, dinilai bisa menghambat pengungkapan kasus korupsi besar yang diduga terjadi pada 34 proyek PLN bernilai triliunan saat pemerintahan SBY dan kini mangkrak itu. Target berikutnya, tentu Pilpres 2019.

Teori itu secara gamblang diungkap dalam tulisan Kompasianer Agus Martho yang hingga hari ini jadi pencarian utama di google, telah dibaca lebih dari 77 ribu kali. Tulisan berjudul Strategi SBY Menghancurkan Ahok, Mengalahkan Anies & Menjatuhkan Jokowi ini juga muncul di luar blog Kompasiana.  

Selain itu, ada teori lain yang mendukung pendapat semacam itu sebagai reaksi berantai atas aksi demo itu. Termasuk di antaranya, yang menyebut adanya dokumen yang dibocorkan dari kubu SBY, yang menyebut rencana detail menggoyang pemerintahan Jokowi melalui kasus Ahok. Apakah ini yang membuat kubu SBY mengeluarkan bantahan itu. Tak tahulah. 

Tetapi menarik juga mengkaji orang yang dulunya orang dekat SBY, yang kini justru berperan dalam keluarnya fatwa MUI yang secara formal dijadikan dasar aksi demo itu. Sebabnya sederhana, fatwa itu dinilai gegabah dan sarat kepentingan politik pilkada DKI dan juga upaya mengoyang pemerintahan Jokowi.

foto: tempo.co
foto: tempo.co
ORANG-ORANG DI BALIK FATWA MUI

Kalau menyebut siapa di balik fatwa MUI, tentu harus menyebut KH Ma'ruf Amin ketua umum MUI. Di lembaga itu juga waketum-nya KH Zainut Tauhid, juga ada wasekjen-nya KH Tengku Zulkarnain. Tiga orang ini setidaknya yang dinilai jadi aktor utama fatwa MUI yang secara formal, dijadikan dasar demo 4 November itu. Disebut aktor utama karena merekalah yang paling sering disebut dan berbicara.

Saya tidak punya niat untuk menilai secara pribadi ketiga sosok itu, kecuali keterlibatannya dalam keluarnya fatwa MUI itu. Saya juga tak hendak menilai kapasitas mereka sebagai ulama. Itu di luar paham etika dan kepatutan yang saya anut. Sebagai orang awam, orang kecil yang bodoh, saya hanya ingin Indonesia tercinta ini tetap utuh dan tidak digiring ke situasi seperti di Timur Tengah.

Menurut id.m.wikipedia.org, KH Ma'ruf Amin adalah anggota Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia pada 10 April 2007–20 Oktober 2014 semasa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dia juga menjabat Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul 'Ulama ke-10. Lahir1 Agustus 1943 (umur 73 tahun) di Tangerang, Djawa Barat. Pernah aktif di PKB dan PPP.

Sementara KH. Zainut Tauhid Saadi, menurut wikidpr.org, adalah tokoh Nahdlatul Ulama dan petinggi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Tiga kali terpilih sebagai anggota DPR, dia kini menjabat anggota Komisi IV  DPR, mewakili dapil IX Jateng. Dia dulunya aktif di PP IPNU sebagai ketua umum antara tahun 1988-1998.

Yang terakhir, KH Tengku Zulkarnain yang buat heboh di ILC itu,  wikipedia.org. tidak mengulasnya. Yang jelas dia adalah wakil Sekjen MUI Pusat dan wakil ketua Majelis Fatwa Ormas Islam Mathla’ul Anwar. Ormas ini cukup tua, didirikan 10 Juli 1916 oleh KH E Mohammad Yasin, KH Tb Mohammad Sholeh, dan KH Mas Abdurrahman di daerah Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten. Kini ormas ini aktif bergerak di bidang pendidikan. KH Tengku Zulkarnain sering mengeluarkan pernyataan yang keras dan profokatif. Silakan lihat sendiri di mbah google.

Salah satu sisi yang jadi dasar penilaian fatwa MUI itu rentan dimasuki kepentingan politik adalah latar belakang KH Ma'ruf Amin yang sangat dekat dengan Susilo Bambang Yudhoyono. Ini diperkuat latar belakang keaktifannya di parpol PKB dan PPP yang kini mendukung Agus Harimurti Yudhoyono. Karena itu banyak sorotan yang di antaranya menilai fatwa itu fatwa pesanan.

Selain didukung PAN, PD, Agus Harimurti memang didukung PKB yang diketuai Muhaimin Iskandar menaker di era SBY, juga PPP yang diketuai Romahurmuzy. Baik PKB maupun PPP, merupakan parpol tempat sebagaian besar warga NU berkiprah, selain Golkar dan PDIP.

Saya jadi teringat pernyataan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj, yang meminta janganlah agama dijual murah untuk tujuan politik. Apakah itu ucapan sindiran atau permintaan agar para politisi, khususnya di lingkungan NU sendiri yaitu PKB dan PPP, agar jangan mengorbankan sikap dasar NU dalam berbangsa dan bernegara, untuk tujuan politik praktis, saya kurang tahu.

Kembali ke fatwa MUI, soal substansi isi fatwa itu memang terbukti tidak ada satu suara di kalangan ulama baik Muhammadyah maupun NU. Ini domain para ahli, para alim, dan para bijak yang harus bicara. Tulisan ini tak hendak mencampuri hal itu. 

Namun, adanya ketidaksamaan pandangan atas kasus dugaan penistaan agama ini sudah menunjukkan MUI tidak bisa mengklaim sebagai wakil umat satu-satunya yang memonopoli kebenaran hukum. Terlebih di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan UUD '45 dengan produk hukum turunannya.

Waketum MUI KH Zainud Tauhid Saadi yang kemarin hadir di ILC juga punya latar belakang politik yang kental, sebagai kader PPP yang tiga kali menjabat di DPR. Dan kini, partainya termasuk yang mengusung Agus Harimurti sebagai cagub DKI. Oleh karena itu, wajar juga kalau ada yang menilai dia punya kepentingan politik atas keluarnya fatwa itu.

Latar belakang kedekatan pengurus MUI dengan SBY itu tentu juga wajar menimbulkan syak wasangka terkaitan kepentingan dan deal-deal politik. Terlebih, santer pula beredar informasi tentang peran tokoh pengajian kelompok SBY yang menjalin komunikasi aktif dan pendanaan pada kelompok yang datang ke MUI sehingga muncul fatwa itu. Informasi itu sudah muncul di medsos sebelum konferensi pers SBY di Cikeas 2 November lalu.

Dan hingga kini, informasi semacam itu termasuk dokumen yang katanya bocoran dari kubu SBY itu juga masih terekpos tanpa ada sanggahan. Inilah mungkin penyebab munculnya dugaan SBY mendalangi aksi demo menggoyang Jokwi itu tetap beredar dengan kencang.  

Tuduhan yang awalnya diungkap SBY meski secara tidak langsung, dan dilanjutkan dengan keluarga dekatnya, kini menggelinding kencang dengan format yang lebih canggih: teori konspirasi menjatuhkan Jokowi melalui kasus Basuki Tjahaja Purnama. Tentang kebenarannya, siapa yang tahu. Saya bukan intelijen.

foto:beritasatu.com
foto:beritasatu.com
Salam. Semoga NKRI tetap damai berdasarkan Pancasila, UUD '45, dan Bhineka Tunggal Ika. 

Bacaan pendukung:

http://nasional.kompas.com/read/2016/11/03/20455661/.gara-gara.reaksi.sby.soal.4.november.semua.jadi.tahu.

http://nasional.kompas.com/read/2016/11/03/15422011/.politisasi.sara.sby.merendahkan.dirinya.

http://m.detik.com/news/berita/d-3335516/ini-pidato-lengkap-sby-tentang-demo-4-november-dan-kondisi-terkini

http://nasional.kompas.com/read/2016/11/08/16450321/sby.dicurigai.di.balik.unjuk.rasa.4.november.ini.kata.ibas

http://news.liputan6.com/read/2645525/ani-yudhoyono-tuduh-sby-biayai-demo-4-november-adalah-penghinaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun