Mohon tunggu...
Daim Gandri
Daim Gandri Mohon Tunggu... -

Bocah kampung dari Desa Gandrirojo Kecamatan Sedan Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Refomasi Pemilu

30 Januari 2019   22:39 Diperbarui: 30 Januari 2019   23:10 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemilihan umum yang berkualitas adalah pemilihan yang berdasarkan aspirasi pemilih yang beri'tikad baik kepada calon terpilih yang berintegritas tinggi untuk kebaikan bangsa dan negara. Melalui definisi ini, ada dua unsur paling penting, yaitu pemilih dan calon terpilih. Bila keduanya sudah memiliki komitmen yang kuat untuk kebaikan bangsa dan negara, tentu pemilihan umum adalah bukti perwujudan sarana demokrasi yang luar biasa. Pemilihan umum demikian akan melahirkan pemimpin bangsa yang akan menepati janji-janjinya dengan bersikap aspiratif dan memunculkan solusi-solusi kreatif dalam menyelesaikan problem negara.

Dalam hal ini, konsep Nabi Muhammad SAW perlu dicontoh, bahwa pemimpin yang layak adalah sosok yang bersedia lapar kali pertama dan kenyang kali terakhir demi warganya. Ini menarik. Ketulusan menjaga aspirasi rakyat indonesia menjadi prioritas dari pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Sementara itu, Pancasila, UUD, NKRI, dan bhineka tunggal ika dijadikan prinsip idealisme yang tangguh. Sosok seperti inilah yang diharapkan terpilih memimpin bangsa dan birokrasi di Indonesia.

Ironinya, dewasa ini pemilihan umum dirasa semakin jauh dari khazanah ruhnya. Diakui atau tidak, pemilihan umum dirasakan sebagai pesta politik kaum "bersaku" dan kaum "bertangan panjang". tak peduli identitasnya, kiprahnya, rekam jejaknya, yang berani membayar akan mendapat kantong suara banyak, yang memiliki komunitas besar akan mendapat uluran banyak tangan.

Hal ini terjadi karana banyak faktor, seperti peserta pemilu yang kurang kompeten dan pemilih yang minim komitmen. Menurut Ramlan Surbakti (1992:181) pemilihan umum pada hakikatnya merupakan penyerahan kedaulatan kepada orang yang dipercayai. Definisi semacam ini sering diremehkan. Pemilih yang minim komitmen akan memilih siapapun yang "berada di atas tangannya". Sementara pemilih yang berkomitmen kuat kebingunan mencari sosok pemimpin yang berintegeritas. Ini masalah besar, keduanya tidak akan bertemu pada sisi baik. Dan akhirnya kedaulatan rakyat akan terancam selama 5 (lima) tahun mendatang.

Memang rakyat menjadi pilar penting dalam pemilihan umum. Mereka memposisikan dirinya sebagai partisipan dalam menentukan kebijakan politik dengan mendukung salah satu kontestan untuk menjaga aspirasi dan kepentingan rakyat. Tapi sering dijumpai, rakyat yang jemu atas pergantian roda pemerintahan yang tidak jauh beda. Janji janji manis sebelum pemilihan umum menjadi bungkus penyedap yang tidak sesuai dengan isinya. Setelah terpilih, lagi lagi tidak membawa perubahan yang baik. Itu dan itu, begitu saja. Perasaan semacam ini ternyata menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Rakyat menjadi tidak percaya terhadap "jalu" pemerintah. 

Akhirnya, setiap ada pemilihan umum, anggapan pertama kali yang muncul adalah NPWP "Nomor Piro Wani Piro" (pilih nomor berapa, berani memberikan suap berapa, red). Bila "tumbu ketemu tutup", anggapan yang keliru mendapatkan tanggapan yang keliru, maka legitimasi politik hasil pemilihan umum menjadi formalitas. Lagi lagi nasib rakyat indonesia dipertaruhkan 5 (lima) tahun demi selipat rupiah yang tidak besar. 

Pelaksanaan UUD 1945 pasal 1 ayat 2 bahwa "kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang" tidak sepenuhnya dirasakan oleh rakyat. Padahal sebagai eksplorasi UUD 1945, kedaulatan rakyat ini penting. Rakyat yang berdaulat tidak bisa memerintah secara langsung, Tapi aspirasi dan kepentingan rakyat perlu diartikulasikan menjadi undang-undang yang pro rakyat. Oleh karena itu seharusnya pemilihan umum memberikan ruang kepada rakyat memilih wakil-wakilnya untuk "menjaga" kedaulatannya bukan malah "membeli" kedaulatannya.

Memang tidak mudah melangsungkan pemilihan umum yang berkualitas, perlu adanya peserta pemilu yang kompeten dan pemilih yang berkomitmen tinggi. Selain itu juga ditunjang regulasi yang mengatur hingga detail dan tidak multi tafsir, misalnya tenang money politic dan netralitas birokrasi yang "licin" dikenai pasal. Komposisi ini harus didampingi oleh penyelenggara pemilu dan birokrasi yang netral dan adil.

Pada dasarnya akar masalahnya adalah pada mental dan pikiran rakyat indonesia yang tidak memiliki cita-cita untuk menjadikan indonesia bangsa yang  besar. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan signifikan dalam diri rakyat indonesia secara kontinue dan akseleratif. Rakyat indonesia harus menjadi insan baru yang berintegritas, mau bekerja keras, dan punya semangat gotongroyong seperti yang diamanatkan Soekarno, presiden RI pertama.

Perubahan ini tentu tidak secara serta merta dan teori blaka. setiap warga yang memiliki kesadaran pentingnya pemilihan umum yang bermartabat diharapkan menjadi "agen reformasi". Bukan muluk-muluk, tapi dimulai dari dirinya sendiri dan kerabat paling dekat. Bila sudah memadai, kerabatnya diminta mengajak kerabat lain atau sahabatnya, lalu sahabatnya mengajak kerabatnya dan seterusnya.  Mata rantai ini memang tidak seefektif sihir jin yang menghilangkan kasus korupsi dengan satu "cring" pada iklan salah satu rokok. Tapi secara berkesinambungan, mata rantai ini akan membawa indonesia lebih baik.

Para "agen reformasi" bukan sekedar kampret dan cebong yang mudah goyah atau fanatik tapi tidak berdasar. mereka adalah kader yang selalu meningkatkan Sumber Daya Manusianya dengan pendidikan berkarakter dan religius. Ini adalah modal dasar. Penting. Proses tersebut merupakan bekal untuk menjadi generasi yang mandiri menjaga keutuhan NKRI tanpa disentegrasi dengan mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan. Dan tentunya dengan memodifikasi perkembangan zaman dengan berpegang teguh kepada konsesus nasional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun