Oleksandra Ustinova, Deputi Rakyat Ukraina atau di Indonesia akrab disebut Anggota DPR Ukraina, menyoroti hasil perundingan Gencatan Senjata Laut Hitam dengan pandangan pembukanya yang mengatakan bahwa kesepakatan antara Amerika Serikat dan Rusia di Arab Saudi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap Ukraina. Perjanjian di Arab Saudi berkonsekuensi pada longgarnya rezim sanksi bagi Rusia, sementara Ukraina tidak memperoleh keuntungan yang sepadan.
Sejumlah sanksi ekonomi yang sebelumnya diberlakukan terhadap sektor finansial, perdagangan, serta industri pertanian dan perikanan Rusia mulai dicabut. Kesepakatan ini pun memungkinkan Rusia kembali terhubung ke sistem keuangan internasional yang lebih besar.
Menurut Ustinova, dinukil dari Substack-nya, dinilai telah merugikan Ukraina karena Rusia memperoleh akses perekonomian yang lebih luas tanpa harus mengubah kebijakan agresinya. Dengan adanya pencabutan sanksi terhadap Rosselkhozbank dan institusi keuangan Rusia lainnya, ditambah juga dengan adanya kemudahan bagi perusahaan Rusia untuk kembali beroperasi di pasar global, Negeri Beruang Merah kini dapat memperkuat ekonominya kembali, bahkan di tengah konflik yang masih berlangsung.
Ketimpangan dalam Penerapan Gencatan Senjata
Selain pencabutan sanksi, kesepakatan ini juga mencakup klausul pembatasan serangan terhadap infrastruktur energi di kedua negara selama 30 hari, dengan kemungkinan akan adanya masa perpanjangan.
Dalam konteks ini, wanita yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi Khusus Sementara Parlemen untuk memantau pasokan senjata ke Ukraina, menilai bahwa kesepakatan ini hanya menguntungkan Rusia, sebab Moskow tetap dapat menyerang Ukraina dengan dalih menargetkan fasilitas militer, sementara Ukraina kehilangan kebebasan untuk menyerang kilang minyak dan depot energi Rusia yang menjadi aset strategis dalam jalannya peperangan antara kedua negara.
Lebih lanjut lagi, adanya potensi ancaman bahwa, apabila Ukraina melanggar kesepakatan ini dengan menyerang infrastruktur energi Rusia, Amerika Serikat mungkin akan menghentikan bantuan militer kepada Kyiv. Ini menunjukkan bahwa perjanjian tersebut pada dasarnya lebih membatasi ruang gerak Ukraina alih-alih Rusia, yang tetap memiliki fleksibilitas dalam melanjutkan operasi militernya.
Serangan Rusia dan Realitas di Lapangan
Peristiwa yang terjadi setelah perjanjian ini ditandatangani memperkuat dugaan Ustinova bahwa kesepakatan ini tidak mendatangkan manfaat nyata bagi Ukraina. Dalam waktu seminggu setelah perjanjian mulai diberlakukan, Rusia meluncurkan lebih dari 500 drone kamikaze ke wilayah Ukraina.Â
"Serangan drone ini menyebabkan timbulnya korban jiwa termasuk anak-anak," ungkap Ustinova, serta merusak infrastruktur sipil dan rumah sakit. Fakta ini menunjukkan bahwa Rusia tetap melakukan serangan yang brutal, meskipun telah menandatangani gencatan senjata.
Di sisi lain, pertahanan udara Ukraina hingga hari ini masih bekerja keras untuk menangkis serangan tersebut, namun tidak mampu mencegah datangnya seluruh serangan. Dengan adanya perjanjian yang membatasi serangan Ukraina ke wilayah Rusia, Kyiv kehilangan alat tekanan strategisnya, sementara Rusia tetap bebas melanjutkan serangannya dengan justifikasi militer.