Konsep keadilan dalam Islam bukan hanya berlaku bagi individu-individu tertentu, melainkan juga mencakup seluruh masyarakat tanpa ada pengecualian. Al-Qur'an secara tegas memerintahkan agar dalam menetapkan suatu hukum, seseorang harus bersikap adil tanpa dipengaruhi oleh hubungan keluarga, status sosial, atau kondisi ekonomi seseorang. Dalam Surah An-Nis' ayat 135, Allah memerintahkan agar umat Islam selalu menegakkan keadilan, bahkan bila keputusan tersebut harus merugikan diri sendiri atau keluarga terdekat.
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang (dari kebenaran). Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan. (QS An-Nis': 135)
Dalam sejarah pemerintahan di bawah Nabi Muhammad , beliau selalu memberikan hak bagi rakyat untuk menuntut keadilan, bahkan terhadap dirinya sendiri sebagai seorang pemimpin. Hal ini menunjukkan bahwa, di dalam Islam, tidak ada seorang pun yang kebal hukum (impunitas), termasuk pemimpin itu sendiri. Kesetaraan hukum ini menjadi landasan terutama bagi konsep negara hukum yang menjamin keadilan bagi seluruh rakyat tanpa kecuali.
Kesetaraan Tiap Individu di Hadapan Hukum
Islam mengajarkan bahwa tiap-tiap individu sama-sama memiliki hak yang sama di hadapan hukum. Nabi Muhammad sendiri memberikan teladan bahwa hukum harus berlaku dengan prinsip kesetaraan bagi semua orang. Beliau tidak hanya mengajarkan keadilan secara teoritis, tetapi juga memberikan teladan dengan praktiknya dalam kehidupan sehari-hari.
Kesetaraan di hadapan hukum ini menjadi elemen paling fundamental dalam sistem pemerintahan yang menjunjung tinggi supremasi hukum. Saat seorang pemimpin bersedia untuk tunduk pada hukum yang sama dengan rakyatnya, hal tersebut akan menciptakan kepercayaan masyarakat terhadap keadilan hukum yang ditegakkan oleh pemerintahan.
Kesimpulan
Pemikiran politik Nabi Muhammad tentang negara hukum berlandaskan pada prinsip supremasi hukum, larangan nepotisme, serta keadilan yang berlaku bagi semua orang tanpa terkecuali. Ketegasan beliau dalam menegakkan hukum menunjukkan bahwa negara hukum yang ideal harus bersifat objektif, adil, dan tidak memihak (imparsial). Prinsip-prinsip ini menjadi pedoman dalam membangun sistem pemerintahan yang berlandaskan hukum dan keadilan, sebagaimana yang diajarkan dalam Islam.
Referensi
Buku
Al-Mubarakfuri, Shafiyurrahman. Ar-Rahiq Al-Makhtum (Sirah Nabawiyah): Sejarah Lengkap Kehidupan Nabi Muhammad . Disunting oleh Sujilah Ayu. Diterjemahkan oleh Faris Khairul Anam. Jakarta: Qisthi Press, 2016. https://books.google.co.id/books?id=LMFzDQAAQBAJ.
Armstrong, Karen. Muhammad: A Prophet for Our Time. London: HarperCollins, 2006.