Pada kesempatan ini, kami menuliskan sebuah kisah perjuangan heroik tentang kemerdekaan Indonesia dan perjuangannya yang berat untuk mewujudkan hal ini. Artikel ini akan mengacu pada sumber sekunder dari hasil penelitian David Van Reybrouck dalam buku Revolusi: Indonesia and the Birth of the Modern World.
David Van Reybrouck dalam bukunya yang diterjemahkan ke bahasa Inggris mengungkapkan cerita mendalam mengenai perjuangan Indonesia menuju kemerdekaan.
Dengan narasinya yang kaya akan detail sejarah dan analisis yang tajam, Van Reybrouck menggambarkan perjalanan panjang bangsa Indonesia dalam menghadapi penjajahan Belanda dan bagaimana tiga gerakan ideologi besar di Indonesia—Islam politik, komunisme, dan nasionalisme—saling berinteraksi serta berkontribusi pada kelahiran negara modern Indonesia.
Tulisan ini akan menggali lebih jauh tentang bagaimana individu-individu penting, seperti Raden Mas Haji Oemar Said Tjokroaminoto dan Sukarno, dalam memainkan peran kunci dalam dinamika sosial dan politik di Indonesia pada masa kolonial berdasarkan karya akademis David Van Reybrouck.
Tjokroaminoto: Rumah sebagai Pusat Kegiatan Politik dan Pendidikan
Van Reybrouck memulai pembahasannya dengan menampilkan sebuah alamat di Surabaya yang terlihat biasa saja di peta satelit tapi menjadi tempat yang sangat penting dalam sejarah Indonesia.
Rumah Raden Mas Haji Oemar Said Tjokroaminoto di Jalan Peneleh, Gang VII, menjadi tempat berkumpulnya orang-orang yang terlibat dalam perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia. Hal ini telah terbukti nyata dalam fakta sejarah.
Tjokroaminoto yang berasal dari keluarga bangsawan tradisional dan berpendidikan Eropa ini bukan hanya dikenal sebagai pemimpin Sarekat Islam (SI) melainkan juga sebagai seorang mentor (guru) bagi banyak tokoh penting, termasuk Sukarno, yang di kemudian hari menjadi Proklamator Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan segerta ditetapkan menjadi Presiden pertama Republik Indonesia.
Tjokroaminoto menjadikan rumahnya sebagai tempat diskusi, perdebatan politik, dan pembentukan ideologi yang menggerakkan perjuangan kemerdekaan. Dengan kata lain, rumah Tjokroaminoto telah menjadi laboratorium nasionalisme Indonesia dan penyemaian butir-butir penggerak Revolusi ’45.
Di sini, pertemuan antara agama, politik, dan masyarakat berlangsung tanpa adanya sekat. Setiap orang yang datang ke rumah ini, baik sebagai tamu maupun sebagai anak asuh, akan terlibat dalam pembicaraan yang membentuk pemikiran mereka mengenai perlawanan terhadap kolonialisme.
Bahkan Tjokroaminoto memiliki seorang istri yang menjalankan rumah kos untuk anak-anak sekolah di rumahnya. Rumah ini pun menjadi tempat tinggal bagi sejumlah tokoh yang kelak akan mendirikan Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan berbagai gerakan radikal lainnya.
Sukarno: Anak Asuh Tjokroaminoto yang Menjadi Pemimpin Bangsa
Salah satu tokoh yang muncul dari rumah Tjokroaminoto adalah Sukarno. Pada tahun 1916, Sukarno yang baru berusia 15 tahun datang ke Surabaya dan tinggal di rumah Tjokroaminoto.
Meskipun pada awalnya ia merasa homesick dan hidup dengan serbakekurangan, ia segera terpesona dengan ideologi dan dinamika politik yang berkembang di rumah itu. Sukarno pun menganggap Tjokroaminoto sebagai sosok ayah dan gurunya, yang mengajarinya banyak hal tentang nasionalisme dan perjuangan untuk kemerdekaan.
Berdasarkan buku Revolusi, Van Reybrouck menyoroti bagaimana pertemuan-pertemuan di rumah Tjokroaminoto memberikan pengaruh besar terhadap pembentukan karakter Sukarno di kemudian hari. Ia belajar tentang bagaimana menggabungkan agama, politik, dan kebangsaan (nasionalisme) untuk melawan penjajahan.
Kendati Sukarno dan Tjokroaminoto memiliki perbedaan dalam pandangan mengenai “negara Islam”, keduanya tetap memiliki hubungan yang sangat erat.
Sukarno mengakui bahwa Tjokroaminoto adalah sosok yang sangat menginspirasi perjuangannya untuk bergerak bersama PNI, Partindo, dan bergerak bersama Hatta-Sjahrir. Kisah Sukarno ini juga menggambarkan pentingnya pendidikan politik informal yang terjadi di luar jalur pendidikan formal kolonial.
Tiga Gerakan Besar: Islam Politik, Komunisme, dan Nasionalisme
Van Reybrouck mengidentifikasikan tiga gerakan ideologi besar yang berusaha menantang kolonialisme pada periode awal abad ke-20, yakni Islam politik, komunisme, dan nasionalisme. Masing-masing gerakan ini, memiliki pengaruh yang besar terhadap pergerakan kemerdekaan Indonesia pada masa Revolusi, meskipun muncul dalam konteks yang berbeda.
Pada awalnya, gerakan-gerakan ini tidak sepenuhnya terpisah satu sama lain dan sering kali terjadi tumpang tindih antara satu dengan yang lainnya.
1. Islam Politik
Namun, gerakan ini dihadapkan pada perpecahan internal sengan ketegangan antara mereka yang lebih moderat dan sayap kiri yang lebih radikal.
2. Komunisme
Walau begitu, gerakan ini mengalami penganiayaan brutal dari pemerintah kolonial. Partai ini sangat radikal, sehingga mengarahkan mereka kepada pengasingan bagi para pemimpin dan anggotanya.
3. Nasionalisme
Gerakan nasionalisme muncul sebagai respons terhadap penjajahan Belanda dan bertujuan untuk membangun identitas nasional Indonesia yang merdeka dari kekuasaan kolonial. Meskipun pada awalnya gerakan ini didominasi oleh kalangan terpelajar, gerakan nasionalisme kemudian menjadi lebih inklusif, dengan melibatkan lebih banyak orang dari kalangan rakyat biasa.
Sukarno dan tokoh-tokoh lainnya kemudian memimpin gerakan ini, yang berpuncak pada proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
Tumpang Tindih dan Kolaborasi Antargerakan
Van Reybrouck menekankan bahwa pada awalnya Islam politik, komunisme, dan nasionalisme sangat saling terkait, meskipun pada akhirnya berkembang menjadi gerakan yang terpisah-pisah. Tokoh-tokoh penting dari masing-masing gerakan sering berinteraksi satu sama lain, baik melalui pertemuan langsung maupun melalui jaringan organisasi yang saling berhubungan.
Sarekat Islam yang awalnya berfokus pada isu-isu ekonomi dan sosial, mulai melibatkan diri dalam perdebatan politik yang lebih luas, sehingga membuka jalan bagi radikalisasi di internal mereka dan berujung pada perpecahan.
Di sisi lain, nasionalisme Indonesia juga terinspirasi oleh ideologi sosialisme dan perjuangan kelas yang berkembang dalam komunisme, sehingga nasionalisme Indonesia membawa dampak pada perjuangan kemerdekaan Indonesia yang tidak bersifat borjuis.
Perjuangan untuk Mendapatkan Dukungan Rakyat
Untuk menggulingkan sistem kolonial dan mencapai kemerdekaan bangsanya, para pemimpin ketiga gerakan ini menyadari pentingnya mendapatkan dukungan dari “Dek 3”—rakyat biasa yang hidup dalam kemiskinan dan penindasan.
Meskipun banyak pemimpin gerakan ini berasal dari kalangan terpelajar dan elite-elite tradisional, mereka sangat insyaf bahwa tanpa dukungan dari lapisan bawah masyarakat, perjuangan mereka akan sia-sia.
Oleh karena itu, mereka berusaha menyentuh hati dan pikiran rakyat melalui pendidikan, propaganda, dan organisasi massa yang melibatkan rakyat dalam perlawanan terhadap kolonialisme.
Referensi
Reybrouck, David Van. Revolusi: Indonesia and the Birth of the Modern World. New York City: W. W. Norton & Company, Incorporated, 2024. https://books.google.co.id/books?id=lA3wzwEACAAJ.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI