Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta || Nasionalis-marhaenis || Adil sejak dalam pikiran..

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tjokroaminoto & Gang Peneleh: Pusat Laboratorium Revolusi Kemerdekaan Indonesia

26 Maret 2025   08:00 Diperbarui: 27 Maret 2025   06:41 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada kesempatan ini, kami menuliskan sebuah kisah perjuangan heroik tentang kemerdekaan Indonesia dan perjuangannya yang berat untuk mewujudkan hal ini. Artikel ini akan mengacu pada sumber sekunder dari hasil penelitian David Van Reybrouck dalam buku Revolusi: Indonesia and the Birth of the Modern World.

David Van Reybrouck dalam bukunya yang diterjemahkan ke bahasa Inggris mengungkapkan cerita mendalam mengenai perjuangan Indonesia menuju kemerdekaan. 

Dengan narasinya yang kaya akan detail sejarah dan analisis yang tajam, Van Reybrouck menggambarkan perjalanan panjang bangsa Indonesia dalam menghadapi penjajahan Belanda dan bagaimana tiga gerakan ideologi besar di Indonesia—Islam politik, komunisme, dan nasionalisme—saling berinteraksi serta berkontribusi pada kelahiran negara modern Indonesia.

Tulisan ini akan menggali lebih jauh tentang bagaimana individu-individu penting, seperti Raden Mas Haji Oemar Said Tjokroaminoto dan Sukarno, dalam memainkan peran kunci dalam dinamika sosial dan politik di Indonesia pada masa kolonial berdasarkan karya akademis David Van Reybrouck.

Tjokroaminoto: Rumah sebagai Pusat Kegiatan Politik dan Pendidikan

Van Reybrouck memulai pembahasannya dengan menampilkan sebuah alamat di Surabaya yang terlihat biasa saja di peta satelit tapi menjadi tempat yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. 

Rumah Raden Mas Haji Oemar Said Tjokroaminoto di Jalan Peneleh, Gang VII, menjadi tempat berkumpulnya orang-orang yang terlibat dalam perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia. Hal ini telah terbukti nyata dalam fakta sejarah.

Rumah Tjokro (Sumber Gambar: Detik.com)
Rumah Tjokro (Sumber Gambar: Detik.com)

Tjokroaminoto yang berasal dari keluarga bangsawan tradisional dan berpendidikan Eropa ini bukan hanya dikenal sebagai pemimpin Sarekat Islam (SI) melainkan juga sebagai seorang mentor (guru) bagi banyak tokoh penting, termasuk Sukarno, yang di kemudian hari menjadi Proklamator Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan segerta ditetapkan menjadi Presiden pertama Republik Indonesia.

Tjokroaminoto menjadikan rumahnya sebagai tempat diskusi, perdebatan politik, dan pembentukan ideologi yang menggerakkan perjuangan kemerdekaan. Dengan kata lain, rumah Tjokroaminoto telah menjadi laboratorium nasionalisme Indonesia dan penyemaian butir-butir penggerak Revolusi ’45.

Di sini, pertemuan antara agama, politik, dan masyarakat berlangsung tanpa adanya sekat. Setiap orang yang datang ke rumah ini, baik sebagai tamu maupun sebagai anak asuh, akan terlibat dalam pembicaraan yang membentuk pemikiran mereka mengenai perlawanan terhadap kolonialisme.

Bahkan Tjokroaminoto memiliki seorang istri yang menjalankan rumah kos untuk anak-anak sekolah di rumahnya. Rumah ini pun menjadi tempat tinggal bagi sejumlah tokoh yang kelak akan mendirikan Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan berbagai gerakan radikal lainnya.

Sukarno: Anak Asuh Tjokroaminoto yang Menjadi Pemimpin Bangsa

Salah satu tokoh yang muncul dari rumah Tjokroaminoto adalah Sukarno. Pada tahun 1916, Sukarno yang baru berusia 15 tahun datang ke Surabaya dan tinggal di rumah Tjokroaminoto. 

Meskipun pada awalnya ia merasa homesick dan hidup dengan serbakekurangan, ia segera terpesona dengan ideologi dan dinamika politik yang berkembang di rumah itu. Sukarno pun menganggap Tjokroaminoto sebagai sosok ayah dan gurunya, yang mengajarinya banyak hal tentang nasionalisme dan perjuangan untuk kemerdekaan.

(Sumber Gambar: Ikrom Zein Blog)
(Sumber Gambar: Ikrom Zein Blog)

Berdasarkan buku Revolusi, Van Reybrouck menyoroti bagaimana pertemuan-pertemuan di rumah Tjokroaminoto memberikan pengaruh besar terhadap pembentukan karakter Sukarno di kemudian hari. Ia belajar tentang bagaimana menggabungkan agama, politik, dan kebangsaan (nasionalisme) untuk melawan penjajahan.

Kendati Sukarno dan Tjokroaminoto memiliki perbedaan dalam pandangan mengenai “negara Islam”, keduanya tetap memiliki hubungan yang sangat erat. 

Sukarno mengakui bahwa Tjokroaminoto adalah sosok yang sangat menginspirasi perjuangannya untuk bergerak bersama PNI, Partindo, dan bergerak bersama Hatta-Sjahrir. Kisah Sukarno ini juga menggambarkan pentingnya pendidikan politik informal yang terjadi di luar jalur pendidikan formal kolonial.

Tiga Gerakan Besar: Islam Politik, Komunisme, dan Nasionalisme

Van Reybrouck mengidentifikasikan tiga gerakan ideologi besar yang berusaha menantang kolonialisme pada periode awal abad ke-20, yakni Islam politik, komunisme, dan nasionalisme. Masing-masing gerakan ini, memiliki pengaruh yang besar terhadap pergerakan kemerdekaan Indonesia pada masa Revolusi, meskipun muncul dalam konteks yang berbeda. 

Pada awalnya, gerakan-gerakan ini tidak sepenuhnya terpisah satu sama lain dan sering kali terjadi tumpang tindih antara satu dengan yang lainnya.

1. Islam Politik

(Sumber Gambar: Koleksi Partai Masyumi)
(Sumber Gambar: Koleksi Partai Masyumi)
Gerakan ini dipelopori oleh Sarekat Islam yang didirikan oleh Tjokroaminoto dan dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Haji Agus Salim. Sarekat Islam pada awalnya berfokus pada perlindungan ekonomi dan sosial bagi masyarakat Muslim pribumi, tetapi berkembang menjadi gerakan yang lebih radikal dengan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari Belanda. 

Namun, gerakan ini dihadapkan pada perpecahan internal sengan ketegangan antara mereka yang lebih moderat dan sayap kiri yang lebih radikal.

2. Komunisme

(Sumber Gambar: The Jakarta Post)
(Sumber Gambar: The Jakarta Post)
Komunisme di Indonesia muncul dari sayap kiri Sarekat Islam, dengan tokoh-tokoh seperti Semaun, Alimin, dan Muso yang terlibat dalam gerakan ini. PKI yang mereka dirikan berkembang pesat dan menjadi salah satu partai komunis terbesar di dunia pada masa itu. 

Walau begitu, gerakan ini mengalami penganiayaan brutal dari pemerintah kolonial. Partai ini sangat radikal, sehingga mengarahkan mereka kepada pengasingan bagi para pemimpin dan anggotanya.

3. Nasionalisme

Gerakan nasionalisme muncul sebagai respons terhadap penjajahan Belanda dan bertujuan untuk membangun identitas nasional Indonesia yang merdeka dari kekuasaan kolonial. Meskipun pada awalnya gerakan ini didominasi oleh kalangan terpelajar, gerakan nasionalisme kemudian menjadi lebih inklusif, dengan melibatkan lebih banyak orang dari kalangan rakyat biasa. 

Sukarno dan rekan-rekan PNI-nya di Bandung Landraad (Sumber Gambar: Wikimedia)
Sukarno dan rekan-rekan PNI-nya di Bandung Landraad (Sumber Gambar: Wikimedia)

Sukarno dan tokoh-tokoh lainnya kemudian memimpin gerakan ini, yang berpuncak pada proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.

(Sumber Gambar: Koleksi Rekayorek.id)
(Sumber Gambar: Koleksi Rekayorek.id)

Tumpang Tindih dan Kolaborasi Antargerakan

Van Reybrouck menekankan bahwa pada awalnya Islam politik, komunisme, dan nasionalisme sangat saling terkait, meskipun pada akhirnya berkembang menjadi gerakan yang terpisah-pisah. Tokoh-tokoh penting dari masing-masing gerakan sering berinteraksi satu sama lain, baik melalui pertemuan langsung maupun melalui jaringan organisasi yang saling berhubungan.

Sarekat Islam yang awalnya berfokus pada isu-isu ekonomi dan sosial, mulai melibatkan diri dalam perdebatan politik yang lebih luas, sehingga membuka jalan bagi radikalisasi di internal mereka dan berujung pada perpecahan. 

Di sisi lain, nasionalisme Indonesia juga terinspirasi oleh ideologi sosialisme dan perjuangan kelas yang berkembang dalam komunisme, sehingga nasionalisme Indonesia membawa dampak pada perjuangan kemerdekaan Indonesia yang tidak bersifat borjuis.

Perjuangan untuk Mendapatkan Dukungan Rakyat

Untuk menggulingkan sistem kolonial dan mencapai kemerdekaan bangsanya, para pemimpin ketiga gerakan ini menyadari pentingnya mendapatkan dukungan dari “Dek 3”—rakyat biasa yang hidup dalam kemiskinan dan penindasan. 

Meskipun banyak pemimpin gerakan ini berasal dari kalangan terpelajar dan elite-elite tradisional, mereka sangat insyaf bahwa tanpa dukungan dari lapisan bawah masyarakat, perjuangan mereka akan sia-sia. 

Oleh karena itu, mereka berusaha menyentuh hati dan pikiran rakyat melalui pendidikan, propaganda, dan organisasi massa yang melibatkan rakyat dalam perlawanan terhadap kolonialisme.

Referensi

Reybrouck, David Van. Revolusi: Indonesia and the Birth of the Modern World. New York City: W. W. Norton & Company, Incorporated, 2024. https://books.google.co.id/books?id=lA3wzwEACAAJ.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun