Mohon tunggu...
Daffa Ardhan
Daffa Ardhan Mohon Tunggu... Freelancer - Cerita, ide dan referensi

Menulis dalam berbagai medium, bercerita dalam setiap kata-kata. Blog: http://daffaardhan.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Kasus Revina VT, Semangat Penumpas Pelecehan Seksual Saja Tidak Cukup

31 Mei 2021   18:22 Diperbarui: 31 Mei 2021   18:54 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya mengikuti betul kasus Revina VT dengan Deddy Susanto. Tapi hanya sampai perdebatannya di media sosial. Revina yang terus membeberkan bukti pelecehan seksual dari orang yang mengaku. korban dan Deddy yang mengirim berbagai bukti bahwa tuduhan itu rekayasa. Yang satu menyerang, satu lagi jadi pemain bertahan.

Tapi saya tidak terlalu mengikuti perkembangan kasusnya lagi semenjak masuk ke pengadilan. Setelah berbulan-bulan lamanya kasus ini bergulir, beberapa hari yang lalu saya baru tahu kasusnya sudah lama selesai. Dan pertarungan dimenangkan oleh Deddy Susanto.

Yang menyedihkan, Revina dalam satu wawancara mengakui penyesalannya sambil mengatakan 'semenjak kena kasus ini gue jatuh miskin'. 

Saya kagum dengan keberanian Revina yang ingin membela korban pelecehan seksual, tapi yang sangat di sayangkan, kecermatan dia dalam menggali informasi korban cukup lemah. Hanya bermodalkan kiriman pengakuan dari korban via DM instagram saja. Padahal bukti itu saja tidak cukup.

Perlu ada tindak lanjut. Misalnya di bawa langsung ke ranah hukum. Sebelum itu, pastikan juga korban benar-benar punya minimal dua bukti yang bisa jadi penguat di persidangan.

Sayangnya Revina tidak melakukan ini. Ia hanya mengumpulkan pengakuan korban via DM yang mana pertama, bisa jadi pengakuannya palsu. Kedua, kalau pun pengakuannya asli, itu belum cukup bisa dijadikan bukti.

Saya paham kenapa Revina bisa sevokal itu. Saya punya teman-teman yang hidupnya vokal pada isu-isu sensitif. Orang-orang seperti mereka merasa perlu melakukan perubahan besar untuk orang lain.

Semangat Revina berapi-api layak di acungi jempol. Setidaknya niatnya masih murni untuk membantu dibandingkan orang yang menjabati jabatan politik. Walaupun orang vokal sepertinya juga butuh atensi besar dari orang lain.

Atensi atau pengakuan dianggap pahlawan, mendapat pujian atas jasanya, itu sebuah kebahagiaan yang tiada kira. Bagi orang-orang idealis seperti Revina, mendapatkan atensi adalah segala-galanya. Tapi itu wajar dan sah-sah saja.

Hal yang luput dari orang seperti Revina adalah tidak punya rencana tentang kemungkinan terburuk apa yang akan terjadi setelah mereka melakukan tindakan itu.

Mereka mestinya tahu ada resiko yang mengancam mereka. Dan kadang dengan percaya dirinya mereka merasa mampu menerima semua resikonya. Padahal mereka tidak benar-benar tahu resiko. Mereka hanya punya kepercayaam diri yang tinggi, tapi tidak realistis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun