Mohon tunggu...
Fian Anawagis
Fian Anawagis Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Life is not about score, but value.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Marwah Tut Wuri Handayani yang Memudar di Wajah PTAI

2 Mei 2020   14:17 Diperbarui: 2 Mei 2020   14:15 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun faktanya, pendidikan sampai  sekarang  ini  hanya  menekankan  pada  pengembangan  daya  cipta, dalam hal ini cenderung berfokus pada bidang pemenuhan tenaga kerja industri. dan  kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan manusia yang tidak berkarakter (manusiawi). 

Mari kita mengulas kembali kejadian tempo hari saat sekelas staf khusus milenial pak presiden, sekaligus pendiri ruang guru yang mengundurkan diri dari jajaran kabinet setelah diajak menyukseskan program kerjasama dengan pak Jokowi yang saya dengar-dengar memiliki jumlah yang cukup fantastis.

Juga ada kasus kecolongan penerimaan Tenaga Kerja Asing ditengah PSBB oleh Menko Maritim yang berdalih mengatakan bahwa "kita membutuhkan tenaga kerja dari luar karena mereka mampu". Analisis saya, Kalau mau SDMnya dibuat mampu bersaing yah, difasilitasi dan dicerdaskan tentu dengan basis moralitas.  Bukankah hal ini cukup paradox? 

Dari penjabaran singkat diatas, Panji Mulkillah Ahmad seorang mahasiswa pendidikan di UNM, mencoba menuliskan terbitnya suatu kebijakan tentang biaya pendidikan tinggi sedikit banyak dilatarbelakangi oleh kebijakan-kebijakan biaya pendidikan tinggi yang sebelumnya. 

Jadi apakah kuliah memang selalu mahal?, untuk menjawabnya, coba lacak sejarah singkat biaya pendidikan tinggi sejak republik ini masih belia. 

Republik Indonesia memiliki perhatian besar pada pendidikan sejak awal pendiriannya penyelenggaraan pendidikan bertujuan untuk sebagaimana dicantumkan dalam pembukaan UUD 1945 mencerdaskan kehidupan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa dari apa? dari mentalitas kolonial dan feodal yang terbentuk sebelum datangnya kemerdekaan. 

Dalam undang-undang nomor 4 tahun 1950 penyelenggaraan pendidikan dimaksudkan untuk menyiapkan orang-orang yang dapat memberi kepemimpinan dalam masyarakat memajukan ilmu pengetahuan dan kemajuan hidup kemasyarakatan karakter dari pendidikan waktu itu adalah nasional dan demokratis.

Nasional artinya bersumber dari kepribadian dan kebudayaan bangsa sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa percaya diri akan identitas kebangsaan proses pendidikan juga harus berlangsung secara demokratis tidak imperatif melainkan atas kemauan sendiri atas rasa kemerdekaan dan inisiatif sendiri (Panji Mulkillah, 2018). 

Walhasil, apa yang diterapkan pada masa itu tepatnya pada masa Soekarno yang notabenenya sosialis memang banyak membuka kran pendidikan yang masih 'mudah' untuk diakses. 

Bagaimana marwah pendidikan kita hari ini? Apakah masih mengadopsi hal-hal prinsipil seperti yang digaungkan bapak pendidikan Ki Hajar Dewantara? Ing Ngarso Sun Tulodo -- Ing Madyo Mangun Karso, adalah 3 kalimat ungkapan atau slogan yang dibuat oleh Pahlawan nasional Ki Hajar Dewantara. 

Kalimat ini masih kita dapati di dunia pendidikan yang hingga kini masih eksis di dunia pendidikan Indonesia. Bisa dilihat pada sebuah gambar/logo Tut wuri Handayani. Meski kalimat ini terlihat sederhana sebenarnya tersimpan makna mendalam sebagai sebuah ungkapan penting dari sebuah keteladanan bagi seorang pendidik atau pemimpin baik moral maupun semangat bagi anak didiknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun