Mohon tunggu...
Fian Anawagis
Fian Anawagis Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Life is not about score, but value.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Marwah Tut Wuri Handayani yang Memudar di Wajah PTAI

2 Mei 2020   14:17 Diperbarui: 2 Mei 2020   14:15 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari yang lalu, beranda sosial media ramai dipopulerkan dengan trending topik tolak bayar UKT semester depan.

Bagaimana tidak, semenjak pandemi covid19 mulai menggerogoti tubuh indonesia, semua aktivitas seremonial dan pertemuan sosial dibatasi secara berangsur hingga karantina mandiri. 

Instruksi serentak untuk melakukan lockdown telah tersiar seantero indonesia. Mulai dari aktivitas ekonomi, politik, maupun pendidikan terkecuali kesehatan karna memang harus massif dalam penanganan virus korona yang semakin meluas. 

Para tenaga medis mau tidak mau harus berdiri di garda terdepan, tanggung jawab moral dan humanitas telah mereka emban, apapun resikonya. Hingga disaat yang sama pula kita harus mengapresiasi mereka yang telah mengorbankan jiwa dan raga. Menjadi pahlawan milenial yang besar potensi gugur di medan juang demi memutus mata rantai wabah covid19. 

Jurusan berbau kesehatan ramai diperbincangkan didunia pendidikan, melihat fenomena yang terjadi belakangan, mereka beriming-iming besar untuk menuntaskan misi menyelamatkan dunia. 

Senada dengan hal tersebut aktivitas yang dilakukan secara daring pun turut harus di laksanakan dalam dunia pendidikan, mengingat penerapan social distancing (jarak sosial) dan physical distancing (jarak fisik). 


Penggunaan jumlah pemakaian kuota ikut meningkat dengan drastis karena tuntutan yang semua harus dilakukan serba daring (online). 

Penambahan biaya-biaya di luar secara langsung telah meningkatkan biaya pendidikan tinggi itu sendiri karena biaya pendidikan tinggi kini tidak hanya UKT tetapi juga biaya kuliah online, seminar online dan segala yang online. 

Belum lagi meliputi KKN, praktek kerja lapangan, tes kemampuan bahasa Inggris, yudisium dan embel embel lainnya. Apa yang terjadi yang tadinya tunggal kini menjadi jamak, semakin jamak pungutannya semakin besar pengeluarannya. 

Semakin mahalnya biaya pendidikan tinggi dapat ditelaah berdasarkan sejarah kebijakannya. 

Kalau menurut  Ki Hajar  Dewantara, pendidikan  itu  dilaksanakan dalam  rangka kesempurnaan hidup manusia. Sedangkan manusia memiliki daya jiwa  yaitu cipta, karsa dan karya. Maka kesempurnaan hidup manusia itu jika terdapat pengembangan semua daya itu secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan  ketidakutuhan  perkembangan  sebagai  manusia (Riyanto, 2011). 

Namun faktanya, pendidikan sampai  sekarang  ini  hanya  menekankan  pada  pengembangan  daya  cipta, dalam hal ini cenderung berfokus pada bidang pemenuhan tenaga kerja industri. dan  kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan manusia yang tidak berkarakter (manusiawi). 

Mari kita mengulas kembali kejadian tempo hari saat sekelas staf khusus milenial pak presiden, sekaligus pendiri ruang guru yang mengundurkan diri dari jajaran kabinet setelah diajak menyukseskan program kerjasama dengan pak Jokowi yang saya dengar-dengar memiliki jumlah yang cukup fantastis.

Juga ada kasus kecolongan penerimaan Tenaga Kerja Asing ditengah PSBB oleh Menko Maritim yang berdalih mengatakan bahwa "kita membutuhkan tenaga kerja dari luar karena mereka mampu". Analisis saya, Kalau mau SDMnya dibuat mampu bersaing yah, difasilitasi dan dicerdaskan tentu dengan basis moralitas.  Bukankah hal ini cukup paradox? 

Dari penjabaran singkat diatas, Panji Mulkillah Ahmad seorang mahasiswa pendidikan di UNM, mencoba menuliskan terbitnya suatu kebijakan tentang biaya pendidikan tinggi sedikit banyak dilatarbelakangi oleh kebijakan-kebijakan biaya pendidikan tinggi yang sebelumnya. 

Jadi apakah kuliah memang selalu mahal?, untuk menjawabnya, coba lacak sejarah singkat biaya pendidikan tinggi sejak republik ini masih belia. 

Republik Indonesia memiliki perhatian besar pada pendidikan sejak awal pendiriannya penyelenggaraan pendidikan bertujuan untuk sebagaimana dicantumkan dalam pembukaan UUD 1945 mencerdaskan kehidupan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa dari apa? dari mentalitas kolonial dan feodal yang terbentuk sebelum datangnya kemerdekaan. 

Dalam undang-undang nomor 4 tahun 1950 penyelenggaraan pendidikan dimaksudkan untuk menyiapkan orang-orang yang dapat memberi kepemimpinan dalam masyarakat memajukan ilmu pengetahuan dan kemajuan hidup kemasyarakatan karakter dari pendidikan waktu itu adalah nasional dan demokratis.

Nasional artinya bersumber dari kepribadian dan kebudayaan bangsa sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa percaya diri akan identitas kebangsaan proses pendidikan juga harus berlangsung secara demokratis tidak imperatif melainkan atas kemauan sendiri atas rasa kemerdekaan dan inisiatif sendiri (Panji Mulkillah, 2018). 

Walhasil, apa yang diterapkan pada masa itu tepatnya pada masa Soekarno yang notabenenya sosialis memang banyak membuka kran pendidikan yang masih 'mudah' untuk diakses. 

Bagaimana marwah pendidikan kita hari ini? Apakah masih mengadopsi hal-hal prinsipil seperti yang digaungkan bapak pendidikan Ki Hajar Dewantara? Ing Ngarso Sun Tulodo -- Ing Madyo Mangun Karso, adalah 3 kalimat ungkapan atau slogan yang dibuat oleh Pahlawan nasional Ki Hajar Dewantara. 

Kalimat ini masih kita dapati di dunia pendidikan yang hingga kini masih eksis di dunia pendidikan Indonesia. Bisa dilihat pada sebuah gambar/logo Tut wuri Handayani. Meski kalimat ini terlihat sederhana sebenarnya tersimpan makna mendalam sebagai sebuah ungkapan penting dari sebuah keteladanan bagi seorang pendidik atau pemimpin baik moral maupun semangat bagi anak didiknya. 

Secara etimologi dalam bahasa Jawa, Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan Handayani berati memberikan dorongan moral atau dorongan semangat. Bila digabungkan arti dari Tut Wuri Handayani ialah seseorang harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. 

Dorongan moral ini sangat dibutuhkan oleh orang-orang disekitar kita menumbuhkan motivasi dan semangat Tanggal 2 Mei merupakan momentum memperingati Hari Pendidikan Nasional mempunyai arti penting dalam kancah pendidikan nasional Indonesia. 

Memasuki abad 21 ini, pendidikan mempunyai arah dan tujuan yang jelas, yaitu memartabatkan manusia Indonesia di kancah internasional. 

Sesuai dengan keputusan menteri pendidikan akan diberlakukan bagi siswa-siswa SMA / MA, SMK, SMP/MTs dan disusul siswa SD/MI agar tidak lagi melaksanakan ujian nasional. Namun begitu, pendidikan di negeri ini belum beranjak melaju pesat menuju mutu yang memuaskan.

Dewasa ini, keluhan perlahan dialami oleh segelintir mahasiswa mengenai aktivitas perkuliahan daring (online) yang semakin tertampung dari segala penjuru. Karena kampus yang ditutup untuk sementara waktu sampai berakhirnya wabah korona, para mahasiswa dianjurkan bahkan diwajibkan untuk tetap melakukan aktivitas pelajaran dirumah saja. 

Sekilas memang santai akan tetapi realitas menunjukkan bahwa mereka yang terjangkau jaringan dan quota mungkin bisa bernafas lega (itupun kalau merasa tidak tertekan dan bosan oleh virtual) berbeda dengan yang tinggalnya di pelosok kampung pasti akan lengah.

Beberapa institusi yang menanggapi terkait perkara yang cukup krusial tersebut, dalam hal ini pada 6 April lalu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam (Pendis) yang mengeluarkan Surat Edaran tentang pengurangan Uang Kuliah Tunggal (UKT), Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) akibat Pandemi Covid-19 dengan besaran minimal 10%. 

Namun surat keputusan tersebut dinyatakan tak berlaku lagi setelah terbit surat edaran baru pada 20 April 2020. Surat ini menyatakan pembatalan kebijakan pengurangan UKT disebabkan adanya pengurangan anggaran Kementerian Agama sekitar 2 Triliun. 

Tentunya ini akan membuat semangat motivasi mahasiswa milenial menjadi down, tidak selaras lagi dengan slogan Tut Wuri Handayani sebagai dorongan moral dan semangat kerja serta belajar yang digaungkan oleh bapak Pahlawan Pendikan. Dikarenakan imbas harapan palsu (PHP) oleh pihak institusi yang menarik kembali kata-kata manisnya.

Daeng Pamatte'/ Fian Anawagis 

Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora 

UIN Alauddin Makassar 

Komdis Senat Mahasiswa Universitas SEMA-UINAM 

Ketua HMJ SPI 2019 

Cp. 081527611786 BRI No rek:166501010103504.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun