Mohon tunggu...
Dadan  Rizwan
Dadan Rizwan Mohon Tunggu... Penulis - Ketua Forum Intelektual Muda Nahdliyyin (FIMNA)

Saya adalah seorang generasi muda yang senang akan diskusi dan pengembangan intelektual

Selanjutnya

Tutup

Politik

Wakil Rakyat Ingin Mengisolasi dari Rakyat

21 Februari 2018   18:46 Diperbarui: 21 Februari 2018   18:47 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan bilang ke aku ada yang menghina DPR

Nanti besoknya, orang itu akan berurusan dengan hukum.

Mungkin, itulah kata puitis 'ala' Dilan yang ingin disampaikan oleh anggota DPR terhadap publik melalui hasil sidang paripurna kemarin. Kata puitis ini merupakan langkah yang dilakukan oleh anggota dewan untuk melindungi nama baik DPR supaya tidak ada seorang pun yang berani mengkritik ataupun menghina lembaga perwakilan rakyat.

Baru-baru ini, lembaga DPR kembali menjadi sorotan publik. Hasil Pengesahan RUU MD3 dalam sidang paripurna DPR RI pada Senin, 12 Februari 2018, menuai beragam kontroversi dari berbagai pihak. Tidak hanya karena pengesahannya yang dianggap terlalu terburu-buru, namun juga karena sejumlah pasal yang juga dianggap telah mencederai garis ketatanegaraan.

Di tengah polemik penambahan jumlah kursi pimpinan parlemen, muncul sejumlah pasal baru yang oleh sejumlah kalangan dianggap bakal menjadikan DPR sebagai lembaga dengan kewenangan super dan kebal hukum. Konsistensi DPR sebagai wakil rakyat pun kembali dipertanyakan, seiring diberlakukannya UU MD3 yang dinilai telah membangun oligarki sebagai lembaga yang memiliki kekuatan penuh. Hak imunitas yang sebelumnya memang sudah dimiliki, semakin diperkuat dengan pengesahan revisi UU MD3.

Membentengi Diri Dengan Hak Imunitas

Kekuatan hak imunitas saat ini sedang menjadi perbincangan hangat dalam percaturan politik Indonesia. Sejumlah pejabat dan lembaga negara merasa perlu adanya kekuatan protektif dari berbagai ancaman, kritik, maupun penghinaan secara publik. Hukum pun seakan menjadi cara yang tepat dalam mengatasi berbagai persoalan etika dalam dunia politik saat ini.

Hasil rapat paripurna akan menjadikan DPR sebagai Lembaga super power yang sulit disentuh oleh proses hukum. Anggota DPR tidak dapat diperiksa tanpa adanya izin Presiden dan pertimbangan dari MKD. Hal itu tertuang dalam Pasal 245. Selain itu, kewenangan DPR diperkuat dalam Pasal 74 yang mengatur wewenang memberikan rekomendasi dan berhak melayangkan hak interpelasi, hak angket, serta hak menyatakan pendapat dan mengajukan pertanyaan bila rekomendasi itu tak dilaksanakan.

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) juga bisa mengambil langkah hukum apabila ada yang merendahkan kehormatan Dewan atau anggotanya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 122 huruf K yang mengatakan Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Dewan Perwakilan Rakyat, berupaya berlindung dibalik hak imunitas DPR supaya sulit disentuh hukum. Imunitas itu tercermin dari dua pasal yang bertolak belakang dalam UU MD3, yakni Pasal 73 dan Pasal 245. Pada Pasal 73 yang mengatur tentang fungsi pengawasan DPR, salah satunya berisi tentang DPR bisa memanggil paksa seseorang untuk diperiksa melalui permintaan tertulis kepada Kapolri.

Di sisi lain, anggota DPR tidak bisa begitu saja dipanggil aparat penegak hukum, baik sebagai saksi maupun tersangka, terkait kasus pidana tanpa izin presiden. Pemanggilan anggota dewan kini harus melalui pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Aturan pemanggilan anggota DPR ini diatur dalam Pasal 245.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun