Mohon tunggu...
Dadan  Rizwan Fauzi
Dadan Rizwan Fauzi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Pascasarjana (Megister) PKn UPI Ketua Umum Aliansi Pemberdayaan Pemuda Nusantara (ASPENTARA)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merekat Kebhinekaan

19 Mei 2017   22:05 Diperbarui: 19 Mei 2017   22:11 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ciri-ciri kehancuran sebuah bangsa yang disampaikan oleh Thomas Licona ini nampaknya sudah nyata menjangkit sendi-sendi kehidupan bangsa kita Indonesia. Dimana membudayakan ketidakjujuran sudah seperti hal yang biasa terjadi, kekerasan remaja sudah seperti hal biasa di negeri ini. Tidak ketinggalan golongan tua pun, banyak melahirkan kelompok-kelompok radikal yang lebih mementingkan golongannya sendiri. Kelompok-kelompok ini suka menebarkan isu-isu kebencian terhadap golongan lain.

Masyarakat sudah semakin permisif, masing-masing mementingkan diri sendiri dengan tidak memperdulikan lingkungan disekitarnya. Sikap individualis sudah menjadi panutan di negeri ini. Akibatnya, solidaritas gerakan masyarakat semakin mencair ke dalam ke-akuan masing-masing. Agamaku, organisasiku, idiologiku, dan keaku-akuan yang lain sehingga memperlebar pendikotomian dari sebuah golongan. Negeri yang notabene mayoritas muslim ini, telah mengalami penggerusan identitas. Nilai-nilai luhur bangsa dan agama telah dikesampingkan diganti dengan kepentingan-kepentingan jangka pendek yang dapat mengancam persatuan yang telah lama dibangun serta dirawat oleh para Founding Fathers terdahulu.

Kasus-kasus yang mengarah ke separatisme baik atas nama agama, suku, serta pelbagai kepentingan yang saat ini muncul ke permukaan menjadi penanda retaknya persaudaraan kita. Belum lagi serangkaian fanatisme buta keberagamaan yang senantiasa menghantui kehidupan kita. Ketika muncul riak-riak gerakan merusak tenun kebangsaan kita, baik dengan motif agama, suku, daerah ataupun motif yang lainnya, kita seperti menyaksikan tangis bumi pertiwi Indonesia Raya yang dibangun dari peluh dan darah para pahlawan.

Meneguhkan Kembali Semangat Persatuan

 Kita sadar betul, dalam satu dunia kita berbeda bangsa dan negara. Dalam satu bangsa dan negara kita berbeda suku dan bahasa. Dalam satu suka dan bahasa kita berbeda keyakinan dan agama. Dalam satu keyakinan dan agama kita berbeda paham dan aliran. Dalam satu paham dan aliran kita berbeda pemahaman. Dalam satu pemahaman kita berbeda pengamalan. Dalam satu pengamalan kita berbeda penghayatan. Dalam satu penghayatan kita berbeda keikhlasaan. Dalam satu keikhlasan inilah kita seharusnya bersatu dalam pengabdian.

Artinya, hal mendasar yang harus kita bangun dalam diri adalah keikhlasan menerima pelbagai keberagaman yang ada di hadapan kita sebagai bangsa. Keikhlasan ini bakal tumbuh dalam diri kita, apabila kita bisa memahami dengan baik nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi jangkar terwujudnya persaudaraan kita sebagai bangsa yang besar.

Membangun Indonesia memang bukan hal yang mudah, keberagaman yang begitu banyak akan menjadi ancaman bila tak bisa dikelola dengan baik. Sebaliknya, jika kita bisa memaknai keberagaman ini, akan menjadi anugerah yang sangat besar bagi kita sebagai sebuah bangsa terhadap kemajuan.

Founding fathers kita telah membuktikan keberhasilannya merekatkan persaudaraan sebangsa-senegara melalui semboyan Bhinneka Tunggal Ika, falsafah Pancasila, dan konstitusi UUD 1945. Akar kebangsaan kita yang dimulai dari hadirnya Sarekat Islam 1905, Budi Utomo 1908, Sumpah Pemuda 1928, hingga Proklamasi Kemerdekaan 1945 adalah sejarah panjang perjuangan founding fathers  dalam menegakkan kedaulatan kita sebagai bangsa yang besar.

Meneguhkan kembali semangat persatuan dalam momentum kebangkitan nasional ini sangat penting untuk kita semua sebagai warga Negara. Hal ini bisa kita jadikan sebagai ajang refleksi diri untuk kembali meingkatkan wawasan kebangsaan dan kesadaran nasional. Cita-cita persatuan menjadi hal fundamentalyang harus kita pegang ditengah maraknya ideologi transnasional yang anti pancasila yang terus menggerogoti sendi NKRI.

Tanpa perbedaan itu bukan Indonesia. Kita hanya perlu ikhlas untuk mengabdi bahwa kita memang dilahirkan berbeda. Dari perbedaan ini kita bisa menyaksikan hadirnya Indonesia Raya yang warna-warni, sebagai simbol keagungan dan kekayaan Tuhan. Kita saudara yang terlahir dari Rahim yang sama, yaitu Rahim Ibu Pertiwi..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun