Mohon tunggu...
Dadan Mardani
Dadan Mardani Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan

Pendidikan adalah kunci menuju masa depan yang cerah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Overthinking atau Underexpressing? Mengapa Tak Mudah Menyuarakan Isi Hati?

26 April 2025   15:52 Diperbarui: 26 April 2025   15:52 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pikiran Bergejolak, Tapi Lidah Membeku

Pernahkah kamu merasakan ini: banyak hal yang ingin disampaikan, tapi saat waktunya tiba, semua kata seakan menguap? Rasanya, isi kepala penuh sesak, tapi lidah justru kelu. Mau bercerita, mau berterus terang, mau menyampaikan ide, semuanya terasa rumit begitu harus keluar lewat mulut.

Saya sendiri sering mengalami itu. Ada kalanya dalam diskusi atau percakapan penting, pikiran saya berlomba-lomba membentuk kalimat, namun yang keluar justru hanya senyuman kaku atau jawaban pendek. Bukan karena tidak tahu apa yang ingin dikatakan, tetapi karena terlalu banyak yang ingin dikatakan---hingga akhirnya, tidak ada yang berhasil terucap.

Overthinking: Ketika Pikiran Menjadi Labirin

Salah satu penyebab sulitnya mengungkapkan isi pikiran adalah overthinking. Saat kita terlalu banyak mempertimbangkan kemungkinan, dampak, atau penerimaan lawan bicara, kita malah tersesat dalam labirin pikiran sendiri. Kita sibuk mengedit dalam kepala sebelum satu kata pun sempat keluar.

"Kalau aku bilang begini, nanti dia tersinggung nggak ya?"
"Kalau aku jujur, apa akan membuat suasana jadi canggung?"
"Bagaimana kalau aku salah ucap?"

Semua pertanyaan itu berputar dalam otak, membuat lidah kita kehilangan kepercayaan dirinya sendiri.

Underexpressing: Kebiasaan Menahan Diri

Di sisi lain, ada fenomena underexpressing---ketidakbiasaan atau ketidakberanian mengekspresikan pikiran. Ini bisa terbentuk dari pola hidup yang lama: mungkin dibesarkan dalam lingkungan yang tidak biasa mendengarkan pendapat, atau terlalu sering dipatahkan hingga akhirnya memilih diam.

Kebiasaan menahan ekspresi ini membuat kita merasa canggung, kikuk, bahkan malu untuk berkata jujur, meskipun hanya tentang hal sederhana. Bukan karena tidak punya ide, tapi karena tidak terbiasa mengartikulasikannya.

Menyuarakan Hati Itu Butuh Latihan

Mengungkapkan isi pikiran bukan kemampuan bawaan, melainkan keterampilan yang bisa dilatih. Sama seperti otot yang perlu dibiasakan bergerak, kemampuan verbal pun butuh keberanian kecil-kecil yang konsisten.

Menulis jurnal harian, berbicara pada diri sendiri di depan cermin, atau mulai dengan percakapan ringan tanpa beban bisa menjadi cara membangun "kelancaran" emosional ini. Lambat laun, apa yang terasa berat di hati akan lebih mudah menemukan jalannya keluar.

Dalam Islam, ada ungkapan penting:

"Ucapan yang baik adalah sedekah."
(HR. Bukhari no. 6023 dan Muslim no. 1009)

Artinya, menyampaikan kebaikan, pikiran positif, atau perasaan tulus kepada sesama adalah bagian dari amal. Maka tidak ada alasan untuk merasa kecil ketika berusaha belajar bicara dengan jujur dan baik.

Penutup: Berani Salah, Berani Bicara

Tak perlu menunggu semua kata sempurna untuk mulai berbicara. Terkadang, menyuarakan isi hati itu seperti mengalirkan air di bendungan---begitu celah pertama dibuka, kata-kata lainnya akan menemukan jalannya sendiri.

Lebih baik bicara dengan sedikit keraguan, daripada menyimpan semuanya dan menyesal karena tidak pernah mencoba. Karena pada akhirnya, keberanian untuk berbicara adalah juga keberanian untuk menjadi manusia yang utuh---penuh dengan pikiran, perasaan, dan harapan.

Pikiran yang tidak diungkapkan adalah jembatan yang tak pernah dibangun. Dan kita semua, pada akhirnya, butuh jembatan untuk saling memahami.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun