Jam dinding di pos pemadam kebakaran  berdentang pelan. Jam 03.00 pagi. Udara dingin membalut kota kecil itu, tapi di dalam pos, beberapa petugas masih terjaga. Salah satunya adalah sebut saja. Damar, pria berusia lima puluhan dengan mata yang selalu tampak tenang, seolah sudah terbiasa melihat segala jenis kekacauan.
Baru saja ia menuang kopi ke cangkir, telepon di meja depan berdering keras. Ia menoleh dan segera mengangkatnya.
"Pak, maaf... anak saya... tangannya nyangkut di pagar... tolong, Pak... tolong..."
Tanpa banyak tanya, Pak Damar menyambar jaketnya dan memberi isyarat ke dua rekannya. Mobil tanpa sirine meluncur menuju  rumah si penelpon. Seorang ibu muda berdiri panik sambil memegangi tangan putrinya yang mungil.
Tangan si bocah terjepit di antara besi pagar rumah. Wajahnya merah menahan tangis.
Dengan alat pemotong, dan sarung tangan tebal, Â Damar bekerja dengan sabar. Besi dipotong perlahan agar tidak menyentuh kulit anak itu. Lima menit yang terasa sejam bagi sang ibu, berakhir dengan suara potongan logam yang terlepas dan tangis anak yang berubah jadi pelukan.
"Terima kasih... Terima kasih banyak, Pak..."
Damar hanya tersenyum.
"Sudah tugas kami, Bu. Tapi lain kali, jangan biarkan anak main sendiri di depan rumah ya..."
Ia menepuk kepala si bocah, lalu kembali ke pos tanpa sorotan kamera, tanpa berita. Tapi di hati sang ibu, ia jadi pahlawan.
Seminggu kemudian, warga RT 5 dihebohkan oleh seekor ular piton besar yang masuk ke kamar mandi seorang warga.