Mohon tunggu...
Dadang Darmansyah
Dadang Darmansyah Mohon Tunggu... Lainnya - ASN di Badan Pusat Statistik

Lahir di kaki Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan, saat ini ASN di Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis, penyuka olahraga dan kuliner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ciamis Kota Pensiun, Benarkah?

5 Agustus 2020   06:40 Diperbarui: 5 Agustus 2020   10:24 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamus besar bahasa indonesia (KBBI), mendefinisikan pensiun adalah tidak bekerja lagi karena masa tugasnya sudah selesai. Kemudian kalau kita padankan dengan kata “Kota Pensiun”, apakah definisinya menjadi kota yang tidak bekerja lagi atau tidak produktif lagi? Atau mungkin kota yang pernah produktif kemudian seiring waktu menjadi tidak produktif lagi. Mungkin juga pengertian Kota pensiun identik dengan kota yang isinya adalah para jompo dan lansia.

Ada image yang cukup melekat pada Kota Ciamis sebagai kota pensiun. Memang jika dilihat secara kasat mata, pertumbuhan di Kota Ciamis tidak sepesat kota-kota di sekitarnya yaitu Kota Banjar  dan Kota Tasikmalaya. 

Tapi apakah betul Kota Ciamis memenuhi syarat sebagai kota pensiun? Kita akan coba bongkar image Ciamis Kota pensiun dengan mengukurnya dari Indikator geografis, ekonomi dan demografis.

Indikator Geografis

Secara geografis pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction). Setidaknya ada empat ciri suatu wilayah di kategorikan sebagai kota/wilayah pertumbuhan.

Pertama, adanya hubungan internal dari berbagai kegiatan. Keterkaitan antar sektor yang satu dengan sektor lainnya mampu memicu dan mendorong tumbuhnya sektor lainnya. Tidak terjadi kepincangan dalam pertumbuhan.

Kedua, adanya efek pengganda (multiplier effect). Adanya sektor-sektor yang saling terkait akan menghasilkan efek pengganda. Adanya sektor yang mendapatkan  permintaan dari luar wilayah yang dapat meningkatkan produksi di dalam wilayah sehingga mampu meningkatkan serapan bahan baku dan tenaga kerja.

Ketiga, Konsentrasi demografis. Wilayah pertumbuhan memiliki daya tarik (attractiveness) dari kota tersebut. Orang yang datang ke kota tersebut bisa mendapatkan berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan. Jadi kebutuhan dapat diperoleh dengan lebih hemat waktu, tenaga, dan biaya. 

Hal ini membuat kota itu menarik untuk dikunjungi dan karena volume transaksi yang makin meningkat akan menciptakan economic of scale sehingga tercipta efisiensi lanjutan.

Kempat, bersifat mendorong wilayah penyangganya. Kota yang tumbuh membutuhkan bahan baku dari daerah penyangganya dan menyediakan berbagai kebutuhan daerah penyangganya untuk dapat mengembangkan diri. 

Konsentrasi kegiatan ekonomi dapat dianggap pusat pertumbuhan apabila konsentrasi itu dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi baik kedalam (diantara berbagai sektor di dalam kota) maupun ke luar (ke daerah penyangganya).

Melihat indikator di atas sepertinya Kabupaten Ciamis tidak memenuhi persyaratan sebagai wilayah pertumbuhan. Hal ini disebabkan tidak adanya sektor unggulan yang akan menjadi efek pengganda, bukan wilayah yang bersifat mendorong wilayah penyangga serta tidak termasuk kategori wilayah konsentrasi demografis karena bukan pusat kegiatan ekonomi yang menarik minat penduduk untuk bekerja di Kabupaten Ciamis.

Indikator Ekonomi

Setelah pemekaran wilayah dengan Kota Banjar (Th. 2003) dan  Kabupaten Pangandaran (Th. 2012) mengurangi wilayah-wilayah pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ciamis. Sejak 15 tahun terakhir jumlah pusat perbelanjaan yang berskala besar saja bisa dihitung jari. Sisanya merupakan kelompok pertokoan dan beberapa pusat jajanan dan rumah makan. Bahkan ada pusat perbelanjaan yang “mati segan hidup tak mau”. 

Pedagang kaki lima di sekitar taman kota juga hanya ramai di hari sabtu dan minggu. Menjelang malam aktivitas angkutan kota sudah tergantikan dengan transportasi ojeg motor. Tidak ada kemacetan kendaraan bermotor kecuali di moment-moment tertentu, itupun sangat jarang.

Kondisi itu mungkin yang menjadikan Kota Ciamis lekat dengan image ‘Kota Pensiun’. Kota yang dianggap kurang produktif. Kita akan  mencoba melihat beberapa indikator makro ekonomi yang ada. Selama kurun waktu lima tahun terakhir dari Tahun 2013-2017, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Ciamis berada kisaran angka 5 persen. Tahun 2017 LPE menunjukkan angka 5,21%.  

Pada tahun yang sama, distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Ciamis didominasi oleh lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 23,64 %, kemudian perdagangan besar dan eceran sebesar 21,09% serta transportasi pergudangan sebesar 13,10%, sisanya tersebar di kategori lapangan usaha lainnya.

Data di atas juga menunjukkan bahwa Kabupaten Ciamis merupakan wilayah agraris dengan dominasi sektor pertanian. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku  (ADHB) Tahun 2017 mencapai angka 6,2 trilyun rupiah. Dengan melihat indikator makro ekonomi yang ada,  Kabupaten Ciamis termasuk Kabupaten dengan pertumbuhan ekonomi kategori sedang dan cukup produktif. 

Meskipun bukan sebagai kategori wilayah pertumbuhan Kabupaten Ciamis menjadi wilayah yang berpotensi terus berkembang. Perkembangan ini juga ditunjukan dengan mulai bergesernya sektor ekonomi unggulan dari sektor pertanian  ke sektor lainnya. 

Beberapa kecamatan geliat ekonominya terus tumbuh. Diantaranya  Kecamatan Cikoneng dengan  produk  industri makanannya. Kecamatan Kawali  dengan sektor perdagangannya dan beberapa kecamatan yang terus tumbuh aktivitas ekonominya.

Indikator Demografi

Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Tahun 2016, jumlah penduduk Kabupaten Ciamis sebesar 1,3 juta jiwa. Dengan jumlah wilayah 1.433,87 km2, Kabupaten Ciamis memiliki kepadatan 969 jiwa per-km2. Tingkat kepadatan penduduk ini termasuk menengah atau tidak terlalu padat. 

Dalam teori demografi ada juga yang disebut dengan “Ageing Population” atau  teori penuaan penduduk. Teori ini menjadi landasan suatu wilayah mengalami penuaan jika jumlah penduduk usia lanjutnya lebih dari 7 % dari total penduduk dan ratio ketergantungan tua melebihi 10%.  

Berdasarkan data proyeksi jumlah penduduk BPS, pada Tahun 2018 jumlah penduduk lansia (65 tahun ke atas) di Kabupaten Ciamis mencapai 8,81 %. Sedangkan ratio penduduk lansia terhadap penduduk usia produktif (45-64 th) sebesar   14,8 %.  Berdasarkan data demografi di atas penduduk Kabupaten Ciamis termasuk yang sudah mengalami Ageing population atau penuaan penduduk. Mungkin inilah yang bisa menjadi dasar yang kuat untuk melabeli Kota Ciamis dengan image “Kota Pensiun”.

Namun demikian, dengan melihat indikator di atas, image Ciamis “kota pensiun’ dimaksud bukan berkonotasi sebagai kota mati atau kota yang tidak produktif. Meskipun tidak terlalu pesat, Kabupaten Ciamis merupakan wilayah yang perlahan terus tumbuh dan berkembang di tengah jumlah penduduk lansia yang cukup tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun