Bagi beberapa orang media sosial telah menjadi kebutuhan sehari hari khususnya bagi para remaja yang ingin selalu tetap up to date terhadap informasi terkini. Membuka media sosial telah menjadi hal rutin bagi sebagian orang, bahkan saat baru bangun tidur kebanyakan pengguna smartphone akan membuka aplikasi media sosialnya untuk mengecek akun mereka dan melihat apa saja informasi yang telah dilewatkan ketika tidur.
Media sosial telah berkembang secara pesat dan akses untuk menggunakan media sosial dapat dinilai cukup mudah. Terlebih lagi, semenjak pandemi berlangsung banyak sekali aktifitas yang dialihkan secara online dan aktifitas baru yang muncul dalam jejaring internet dan media sosial. Hal ini menimbulkan dampak ketergantungan pengguna media sosial terhadap aplikasi dan media media yang digunakan terlebih terhadap remaja yang sangat mengikuti perkembangan media sosial.
Remaja pada umumnya berkembang seiring dengan perkembangan media sosial maka dari itu para remaja dapat lebih mudah mengerti dalam menggunakan fitur yang ada dalam platform sosial media yang digunakan. Para remaja juga sering kali meniru, mengamati, dan bahkan menciptakan tren di sosial media yang dimana jika tidak dilakukan dengan bijak kemungkinan akan memberi dampak yang buruk bagi kesehatan mental mereka.
Sebuah  studi  pada  tahun  2015  terhadap  lebih  dari 2,000 remaja berusia 13 hingga 17 tahun menunjukkan bahwa 92% remaja berada di jejaring sosial (online) setiap harinya, dengan hampir 25% melaporkan penggunaan media sosial secara konstan.Â
Perbedaan yang paling menonjol antara penggunaan media sosial orang dewasa dan remaja adalah bahwa tujuan umum penggunaan media sosial pada orang dewasa adalah untuk tetap  terkini  dan  terhubung  dengan  teman  dekat,  sedangkan  pada  remaja  lebih  kepada  tidak membatasi postingan mereka hanya untuk teman (Guinta and John, 2018).
Semakin berkembangnya  teknologi,  tidak  hanya  memberikan  dampak  yang  positif pada penggunaan sosial media, namun ada risiko yang terlibat. Penggunaan sosial media yang secara terus-menerus dapat membahayakan kesehatan mental.Â
Perasaan iri, tidak mampu dan kurang puas dengan hidup menjadi salah satu dampak yang mungkin terjadi akibat terlalu banyak dan lama dalam menggunakan sosial media secara pasif seperti melihat postingan pengguna lain. Penelitian bahkan menunjukkan bahwa hal tersebut dapat menimbulkan gejala ADHD, depresi, dan kecemasan. (Fersko, 2018)
Penelitian Health Behavior in School-aged Children (HBSC) oleh kantor regional WHO untuk  Eropa,  melaporkan  bahwa  perilaku  kesehatan  dan  sosial  anak  sekolah  dari  45  negara dengan usia 11, 13 dan 15 tahun, menunjukkan bahwa kesejahteraan mental remaja mengalami penurunan di banyak negara antara tahun 2014 dan 2018.Â
Menurut Direktur Regional WHO untuk  Eropa,  meningkatkan  jumlah  anak  laki-laki  dan  perempuan  di  seluruh  wilayah  eropa yang  melaporkan  kesehatan  mental  yang buruk,  merasa  rendah  diri,  gugup  atau  mudah tersinggung. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti budaya, ekonomi dan penggunaan teknologi digital.Â
Pada dasarnya, perkembangan teknologi yang semakin canggih, memperkuat kerentanan dan memperkenalkan ancaman baru seperti cyberbullying. Dilaporkan bahwa 1 dari 10 remaja mengalami cyberbullying setidaknya sekali dalam dua bulan terakhir. (WHO, 2020) Kesaksian  dari  para  remaja  yang  menyatakan  bahwa  sosial  media  dapat  menyebabkan gangguan  suasana  hati  dankecemasan,  memandang  media  sosial  sebagai  platform  untuk cyber bullying sehingga  memungkinkan  untuk  para  remaja  ini mengalami  stress,  kecemasan, kesepian, hingga depresi (Septiana, 2021).
Hal ini biasanya dikarenakan adanya perbandingan sosial  dalam membandingkan  diri  dengan  orang  lain  untuk  mengevaluasi  dan  meningkatkan diri, namun tidak jarang lebih banyak manusia yang membandingkan diri ke atas. Perbandingan ke  atas  adalah  perbandingan  dengan  seseorang  yang  dianggap  lebih  baik  dari  diri  sendiri, sehingga menimbulkan rasa lebih buruk pada diri sendiri.