"Ya Rabb..inikah jalan-Mu yang sungguh agung Engkau tunjukan pada hamba, dengan memberikan hidayah Ar Ruhul Jadid pada rumah suci-Mu. Jika memang makna semangat baru ini merupakan langkah awal perjuangan hamba dalam mendatangkan ridho-Mu maka ijinkanlah hamba senantiasa mempertahankan semangat keimanan baru ini dalam naungan-Mu Ya Rabbi. Akan tetapi, bila nantinya hamba akan berpaling dari Rahmat-Mu, lebih baik Engkau hentikan peredaraan darah raga hamba detik ini juga. Laillahailllah Muhammadurrosulullah" desah tangisku.
Laju waktu kian berotasi. Ar Ruhul Jadid telah melekat pada raga ini. Aku berusaha bungkam untuk peristiwa kemarin. Biarpun Bulan telah mengadukan peristiwa kemarin kepada Aya tentang hubungan asmaranya dengan Arjuna yang telah diketahui olehku.
Aku menyadari betul. Sekarang aku jarang meluangkan waktu bersama Aya dan Bulan. Semua itu aku lakukan demi aktivitas baruku yang telah memutuskan bergabung dengan keluarga besar KAMMI. Dan ini konsekuensi yang harus aku pertanggungjawabkan. Meski begitu aku tidak pernah absen sms Aya dan Bulan setiap waktu panggilan kewajiban datang untuk bersujud.
Seperti biasanya Aya menghampiriku untuk berangkat kuliah bersama. Pada perjalanan mengenakan motor metik, Aya sempat menanyakan peristiwa terbongkarnya hubungan asmara Bulan dengan Arjuna padaku. Aku malas sekali untuk membicarakan ini. Bagiku semuanya telah selesai karena, telah mendapatkan jawaban atas ketidakjujuran dia. Dan bagiku tidak ada guna lagi untuk dibicarakan.
"Apa benar ta, kemarin kau telah melihat Bulan dengan Arjuna di sekre??" Tanya Aya
Aku hanya diam. Tidak ingin memberi jawaban lebih. Hingga Aya berkali-kali mengeluangkan kata.
"Kau marah dengan Bulan karena, dia telah membohongimu??"
"Kenapa kau diam??"
"Maafkan aku juga yang tidak memberitahukan ini padamu. Padahal aku sudah mengetahui ini sebelummnya"
Aku turun dari motor metik dan mendahului Aya melangkah menuju ruang kelas. Aya segera menyusulku setelah menaruh motor metiknya diparkiran. Kami duduk di depan ruang kelas. Semuanya bungkam. Lama-lama Aya merasa jenuh denganku. Dia megenggam tangan kiriku. Dan terus menerus meminta maaf dengan nada memelas.
"Maafkan kami ta...please" melirik ke arahku