Namun, lelah terus menerus ditentang, Neng akhirnya mengalah. Ia berhenti bekerja di perusahaan konveksi dan garmen. Apalagi ia juga sudah merasa cukup mengumpulkan pengalaman dan ilmu dari perusahaan-perusahaan tersebut. Ia akhirnya bekerja sebagai tenaga honorer di Dinas Pertamanan dan Tata Kota Kota Bogor.
Namun, karena merasa jauh dari pekerjaan yang ia impikan, Neng akhirnya berhenti. Ia hanya bekerja di dinas tersebut selama satu tahun. Setelah berhenti ia memutuskan membantu sang suami yang membuka bengkel kecil-kecilan sambil membuka jasa jahit untuk vermak pakaian.
Apalagi ia juga kerap mengunggah hasil jahitan di media sosial. Awalnya bukan untuk promosi, hanya untuk kenang-kenangan. Luapan rasa bangga karena dipercaya untuk menjahit pakaian.
Namun, ternyata unggahan tersebut menarik lebih banyak pelanggan untuk menjahit aneka pakaian di tempatnya. Tak hanya pelanggan-pelanggan pribadi, tetapi hingga yayasan sekolah.Â
Pakaian-pakaian yang ia jahit bahkan ada yang dikirim hingga ke negara tetangga, mulai dari Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, hingga Hongkong. Tidak sanggup mengerjakan semua pesanan jahitan sendiri, Neng mulai mencari asisten. Ia juga mulai menambah membeli mesin jahit.
Mulai Membuka Usaha Konveksi
Saat pesanan semakin banyak, ia akhirnya memutuskan untuk menekuni bisnis jahit-menjahit ini dengan lebih serius. Apalagi setelah melihat banyak pesanan jahitan, sang ibu juga mulai lumer. Beliau mulai merestui Neng untuk merintis usaha di bidang konveksi.
Akhirnya tahun 2015, satu bulan sebelum Ramadan, ia membuka konveksi di Bogor dengan nama Yeni's Style Konveksi. Ada 10 orang yang dipekerjakan. Enam orang penjahit, empat orang bagian finishing, dan satu orang bagian dapur. Bagian yang menyiapkan segala kebutuhan makanan dan minuman untuk para karyawan.
Namun setiap usaha pasti ada saja tantangannya. Setelah berjalan beberapa tahun dan usaha semakin berkembang, tiba-tiba ada banyak pesanan yang tidak diambil.Â
Pesanan tersebut nilainya mulai dari Rp5 juta hingga Rp32 juta. Pesanan itu adalah pesanan baju-baju muslim untuk lebaran. Menjelang dan saat Ramadan pesanan jahit pakaian muslim memang meningkat berlipat-lipat.
Neng sempat merasa frustasi. Apalagi uang untuk modal juga terbatas. Saat itu uang yang ia miliki hanya cukup untuk membayar upah karyawan. Uang simpanan tersebut akhirnya ia berikan kepada para karyawan. Ia tidak mau para pekerja merasakan masalah keuangan yang ia hadapi.