Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Tak Harus Ada Drama untuk Memiliki Rumah Pertama

5 Agustus 2020   18:54 Diperbarui: 6 Agustus 2020   09:55 1558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu perumahan. | Dokumentasi Pribadi

Saya resmi memiliki rumah pertama pada Januari 2009. Sekitar dua tahun sebelum menikah. Rumahnya kecil. Tipe 36 dengan luas tanah 75 meter persegi. Hanya ada dua kamar tidur, satu kamar mandi, ruang tamu dan ruang keluarga. Tidak ada dapur. Pada bagian belakang, pengembang hanya menyediakan tanah kosong beberapa meter yang hanya diberi patok untuk mempertegas batas antara tanah milik tetangga belakang dan samping.

Lokasi perumahan di Ciampea, Kabupaten Bogor. Sedikit terpelosok. Meski demikian, akses transportasi lumayan mudah. Jalan yang menghubungkan perumahan ke jalan utama juga sudah beraspal mulus. Ada angkutan umum yang melewati perumahan tersebut meski belum 24 jam.

Jujur, dulu sempat ragu-ragu mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di perumahan tersebut. Dulu maunya mengkredit rumah di wilayah Kota Bogor. Sekitaran tempat tinggal orang tua. Hanya saja KPR di wilayah sekitaran rumah yang ditempati orang tua sudah mulai tinggi. Belum sesuai dengan pendapatan saya per bulan.

Mempertimbangkan Kesanggupan Membayar Cicilan

Dulu, hal yang membuat saya tertarik KPR di perumahan tersebut adalah harga yang ditawarkan sangat terjangkau. Rumah tersebut adalah rumah subsidi. Selama dua tahun cicilan dibuat flat. Besarannya pun sangat terjangkau. Hanya sekitar Rp300.000 per bulan.

Waktu itu nominalnya hampir sama dengan tunjangan uang makan saya di kantor selama satu bulan. Sehingga, tidak memberatkan keuangan. Setelah dua tahun, cicilan baru disesuaikan dan mengikuti suku bunga yang berlaku.

Rumah saya yang di Ciampea, Bogor, sedang direnovasi. | Dokumentasi Pribadi
Rumah saya yang di Ciampea, Bogor, sedang direnovasi. | Dokumentasi Pribadi
Saya sebenarnya termasuk tipikal orang yang enggan berutang. Bukan apa-apa, khawatir gagal bayar. Hanya saja untuk kebutuhan primer seperti rumah, pengecualian.

Meski demikian, saya tetap mencari yang cicilan per bulannya tidak memberatkan. Sebisa mungkin budget untuk mencicil rumah tidak mengganggu pendapatan yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan utama.

Terlebih rentang waktu KPR biasanya lumayan panjang. Saya pribadi mengambil KPR untuk 10 tahun. Sehingga terbayang, kan, bila saya mengambil uang untuk pos pemenuhan kebutuhan utama? Bisa stress!

Setahun-dua tahun biasanya kita bisa bersabar berhemat, tetapi bila terlalu lama, khawatir "meledak". Ujung-ujungnya menjadi besar pasak dari pada tiang. Lebih besar pengeluaran dibanding pendapatan.

Selain angsuran dan uang muka yang terjangkau, saya tertarik KPR di perumahan tersebut karena perumahan itu jaraknya lumayan dekat dari kantor tempat saya bekerja.

Bila tidak macet, hanya perlu waktu sekitar 10-15 menit. Apalagi waktu itu banyak teman kantor yang sudah mengambil KPR di perumahan tersebut. Sehingga, saya semakin mantap untuk mengkredit rumah.

Punya Rumah Saja Dulu, Idealis Kemudian

Terkadang kita menunda memiliki rumah karena ingin rumah pertama sesuai dengan harapan kita yang lumayan idealis. Rumah berukuran besar di lokasi strategis.

Bila dananya ada, sebenarnya tidak salah. Hanya saja bila dana terbatas, sebaiknya dipikirkan ulang. Jangan sampai karena terlalu idealis, kita kehilangan kesempatan untuk memiliki rumah.

Bila mengikuti ego, maunya langsung punya rumah besar di lingkungan yang nyaman seperti ini. | Dokumentasi Pribadi
Bila mengikuti ego, maunya langsung punya rumah besar di lingkungan yang nyaman seperti ini. | Dokumentasi Pribadi
Ada baiknya, KPR rumah saja dulu sesuai kemampuan, setelah rumah tersebut lunas bisa dijual, kemudian dijadikan uang muka untuk membeli rumah idaman.

Terlebih setelah beberapa tahun berlalu, pendapatan kita umumnya bertambah. Finansial lebih stabil. Sehingga, lebih memungkinkan mengkredit rumah dengan ukuran lebih besar di lokasi yang lebih strategis.

Rumah itu kebutuhan primer. Jadi, hal yang paling penting menurut saya, punya rumah saja dulu. Hitung-hitung menabung. Hitung-hitung berinvestasi. Bila pendapatan kita setiap bulan disimpan dalam bentuk uang, terkadang habis begitu saja untuk keperluan yang tidak begitu penting.

Selain itu, terkadang harga rumah tidak terkejar dengan tabungan. Saat tabungan sudah dirasa cukup, harga rumah yang diidamkan sudah melonjak lumayan tinggi.

Kalau menurut saya pribadi, selama aman dan akses transportasi mudah, membeli rumah yang sedikit di pelosok tidak masalah. Apalagi lingkungan perumahan itu biasanya berkembang. Saat awal KPR sepi, terpelosok, perlahan akan ramai.

Dulu di sekitar rumah pertama saya itu suasananya masih ndeso, jangankan mall, mini market berjaringan saja belum ada.

Sekarang sudah luar biasa ramai. Ada pusat perbelanjaan, rumah makan, hingga tempat rekreasi yang lumayan banyak dikunjungi wisatawan.

Sama halnya seperti daerah sekitar tempat tinggal orang tua saya di Cipaku, Bogor Selatan. Dulu sekitar tahun 1990an masih sepi. Sekarang sangat  ramai. Harga tanah juga naik berlipat-lipat. Daerah yang tak disangka akan ramai adalah sekitar Pamoyanan, Bogor Selatan, hingga Cihideung, Kabupaten Bogor.

Tahun 1990 awal, jarang ada orang yang mau memiliki rumah di daerah tersebut. Daerahnya sepi. Angkutan umum juga susah.

Saya masih ingat, setiap kali akan berkunjung ke rumah kerabat di daerah tersebut, harus menunggu angkutan umum setidaknya 30-60 menit. Berdiri mematung di pinggir jalan hingga kaki pegal.

Sekarang daerah tersebut sudah sangat berkembang. Banyak perumahan-perumahan bagus dibangun. Angkutan umum jangan ditanya lagi banyaknya. Setiap menit berseliweran. Saat ini jalan tersebut juga malah digunakan untuk jalan alternatif Bogor-Sukabumi. Sehingga, banyak colt-mini Bogor-Sukabumi-Bogor yang melintas di daerah tersebut.

Rumah Tak Hanya Berfungsi sebagai Tempat Tinggal

Saking pentingnya rumah, ada banyak kata mutiara mengenai rumah. Tak afdol rasanya bila sebuah keluarga tak memiliki rumah. Itu makanya, setiap orang yang mulai berumah tangga, mulai memikirkan untuk memiliki rumah sendiri.

Apalagi rumah tangga juga terdiri dari kata "rumah" dan "tangga". Sehingga, bila mau berumah tangga memang harus ada rumah.

Selain untuk tempat tinggal, rumah juga tempat untuk berinteraksi dengan anggota keluarga. | Dokumentasi Pribadi
Selain untuk tempat tinggal, rumah juga tempat untuk berinteraksi dengan anggota keluarga. | Dokumentasi Pribadi
Apalagi rumah tak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal. Tempat berteduh. Fungsi rumah jauh lebih besar dari itu. Rumah merupakan tempat kita untuk memupuk cinta, harapan, hingga mimpi dengan orang-orang terkasih. Rumah merupakan tempat untuk pembinaan keluarga. Ada banyak hal luar biasa yang berawal dari rumah.

Pemerintah Hadir Membantu Masyarakat Mewujudkan Mimpi Memiliki Rumah

Sejak 2015 pemerintah pusat lebih aktif turun tangan membantu masyarakat mewujudkan impian untuk memiliki rumah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi mencanangkan Program Sejuta Rumah. Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menjadi penggerak program tersebut.

Screenshot dari website pu.go.id.
Screenshot dari website pu.go.id.
Agar Program Satu Juta Rumah berhasil seperti yang diharapkan, program ini melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Tak hanya para pemangku kepentingan di pemerintahan pusat, tetapi juga dari pemerintah daerah, pengembang perumahan, perusahaan swasta, perbankan, hingga masyarakat.

Program Satu Juta Rumah ini menyasar Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) maupun non MBR. Rumah yang dibangun juga tak hanya rumah tapak, tetapi rumah susun.

Menariknya, pemerintah juga memikirkan skema khusus agar generasi milenial yang umumnya enggan memiliki rumah karena lebih memilih mengalokasikan pendapatan untuk keperluan konsumtif bisa tertarik dan terjangkau untuk memiliki rumah.

Berdasarkan data yang dirilis situs perumahan.pu.go.id, pada 2015 ada 699.770 rumah yang dibangun di seluruh Indonesia melalui Program Satu Juta Rumah, pada 2016 ada 805.169 rumah yang dibangun, pada 2017 ada 904.758 rumah yang dibangun, pada 2018 ada 1.132.621 rumah yang dibangun, pada 2019 ada 1.257.852 rumah yang dibangun. Sementara untuk 2020, hingga 11 Mei 2020, ada 215.662 rumah yang dibangun.

Berdasarkan keterangan Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Khalawi A. Hamid, yang dirilis pu.go.id, Program Satu Juta Rumah masih terus digalakan karena angka backlog perumahan di Indonsia masih lumayan tinggi, masih sekitar 7,6 juta unit. Sementara kebutuhan rumah baru per tahun mencapai 500-700 ribu unit.

Untuk mempermudah masyarakat memiliki rumah, melalui Program Satu Juta Rumah ada banyak hal yang dilakukan pemerintah, mulai dari memberikan subsidi bantuan uang muka perumahan, pembebasan Pajak Pertambahan Nilai, hingga memberikan subsidi bunga kredit perumahan.

Hari Perumahan Nasional (Hapernas)

Berdasarkan data yang dirilis pu.go.id, Hari Perumahan Nasional (Hapernas) pertama kali diperingati pada tanggal 25 Agustus 2009.

Namun, keputusan terkait Hapernas sudah disahkan sejak 6 Agustus 2008 melalui Keputusan Menteri Negara Perumahan Nasional No: 46/KPTS/M/2008 tentang Hari Perumahan Nasional yang menyatakan tanggal 25 Agustus sebagai Hari Perumahan Nasional.

Kegiatan jalan sehat untuk memperingati Hapernas beberapa waktu lalu. | Dokumentasi pu.go.id
Kegiatan jalan sehat untuk memperingati Hapernas beberapa waktu lalu. | Dokumentasi pu.go.id
Masih berdasarkan laman pu.go.id, peringatan Hapernas adalah untuk mengingatkan para stakeholder perumahan bahwa rumah memiliki fungsi yang sangat penting karena menjadi cikal bakal peradaban dan jati diri bangsa.

Selain itu sebagai momentum untuk mengingatkan seluruh stakeholder perumahan akan pentingnya pemenuhan kebutuhan rumah sebagai hak dasar manusia.

Sejarah Hapernas sendiri berawal dari Kongres Perumahan Rakyat Sehat yang dibuka oleh Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia Muhammad Hatta pada tanggal 25-30 Agustus 1950.

Dalam kongres tersebut, Bung Hatta menyampaikan bahwa cita-cita untuk terselenggaranya kebutuhan perumahan rakyat bukan hal mustahil apabila pemerintah dan masyarakat bersungguh-sungguh dan bekerja keras.

Sejak 2009, peringatan Hapernas selalu dirayakan dengan berbagai kegiatan yang meriah, mulai dari ziarah ke makam Bapak Perumahan Indonesia Muhammad Hatta, meresmikan perumahan, mengadakan sayembara design perumahan, mengadakan jalan sehat, hingga peluncuran buku.

Khusus untuk Hapernas 2020, Direktorat Rumah Umum dan Komersial (RUK) Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan mengadakan webinar bertema program perumahan. Webinar Hapernas yang akan diadakan 14 Agustus 2020 tersebut rencananya akan menggandeng Bank BTN dan PT Sarana Multi Finance (SMF).

Webinar tersebut untuk lebih mensosialisasikan Program Satu Juta Rumah. Target peserta untuk webinar tersebut adalah masyarakat umum, pengembang serta generasi milenial yang membutuhkan informasi mengenai perumahan di Indonesia yang dilaksanakan Kementerian PUPR. Tak tanggung-tanggung, target peserta yang diharapkan bergabung mencapai 10.000 orang.

Jadi sudah siapkah mewujudkan impian memiliki rumah pertama? Selamat Hari Perumahan Nasional! (*)

Referensi
Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam, Tujuh, Delapan, Sembilan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun