Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Lautku Bebas Sampah? Bisa! Asal...

4 Desember 2017   01:04 Diperbarui: 6 Desember 2017   15:43 4336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Styrofoam yang terbawa arus di Pantai Pasir Pitih, Belakangpadang. | Dokumentasi Pribadi

Sedihnya, Indonesia termasuk dari lima negara yang menyumbang 60 persen dari sampah-sampah plastik tersebut, selain Filipina, Tiongkok, Thailand, dan Vietnam. Bila hal tersebut terus dibiarkan, pada tahun 2025 mendatang diperkirakan akan ada 155 juta ton sampah plastik yang akan beredar di lautan.

Pantai Pasir Putih, Belakangpadang. Ini bukan hitam karena saya edit, namun memang warna air lautnya hitam karena terpapar minyak yang bocor dari kapal. Sehingga, bila kita berenang, kulit dan baju yang dipakai akan hitam-hitam. | Dokumentasi Pribadi
Pantai Pasir Putih, Belakangpadang. Ini bukan hitam karena saya edit, namun memang warna air lautnya hitam karena terpapar minyak yang bocor dari kapal. Sehingga, bila kita berenang, kulit dan baju yang dipakai akan hitam-hitam. | Dokumentasi Pribadi
Mirisnya, sampah plastik tidak bisa terurai. Bila tidak diambil, diolah, atau dibuang ke tempat lain, sampah-sampah itu tetap akan bertahan di lautan hingga bertahun-tahun. Sampah-sampah  tersebut hanya akan berubah menjadi butiran yang lebih kecil. Itu pun dalam waktu yang sangat lama.

Salah satu sudut Belakangpadang. Ini termasuk bersih dari sampah. | Dokumentasi Pribadi
Salah satu sudut Belakangpadang. Ini termasuk bersih dari sampah. | Dokumentasi Pribadi
Mengganggu Pariwisata hingga Dapat Menyebabkan Kanker

Saat sampah-sampah plastik tersebut berubah jadi butiran-butiran kecil, jangan dulu bersenang hati. Itu justru bisa menjadi pemicu petaka yang lebih besar. Menurut Nasirin, staf pengajar Sekolah Tinggi Perikanan, yang dikutip Mongabay.co.id, sampah-sampah plastik dengan ukuran mikro justru sangat berbahaya. 

Bila sampah mikroplastik tersebut dikonsumsi oleh ikan yang nantinya dikonsumsi oleh manusia, akan rentan menyebabkan salah satu penyakit yang paling ditakuti, yakni kanker. Apalagi tidak sedikit ikan kecil dan sedang yang memakan butiran-butiran kecil sampah plastik itu karena dianggap fitoplankton, yang menjadi makanan mereka sehari-hari.

Styrofoam yang terbawa arus di Pantai Pasir Pitih, Belakangpadang. | Dokumentasi Pribadi
Styrofoam yang terbawa arus di Pantai Pasir Pitih, Belakangpadang. | Dokumentasi Pribadi
Selain tampilan fitoplankton dan sampah mikroplastik yang terlihat mirip, untuk beberapa wilayah, jumlah sampah mikroplastik justru lebih banyak dibanding fitoplankton. Masih menurut Mongabay.co.id, ada beberapa wilayah yang perbandingan sampah mikroplastik dengan fitoplankton mencapai enam berbanding satu. Itu makanya tidak heran bila banyak ikan yang mengkonsumsi sampah berbahaya tersebut.

Jangan sampai, kita yang rajin mengkonsumsi ikan dan hewan laut karena ingin sehat dan pintar, justru malah rentan terkena racun karsinogen yang dapat memicu beragam penyakit berbahaya karena sampah-sampah plastik yang dibuang ke laut. Boro-boro mau pintar dan sehat, bila seperti itu malah terancam terkena penyakit mematikan.

Kawasan mangrove di Belakangpadang. Bila terlihat bebas sampah seperti ini, lebih bagus kan? | Dokumentasi Pribadi
Kawasan mangrove di Belakangpadang. Bila terlihat bebas sampah seperti ini, lebih bagus kan? | Dokumentasi Pribadi
Selain dapat menjadi pemicu kanker, sampah plastik juga dapat menyebabkan hewan-hewan laut yang dilindungi lebih cepat punah. Ada banyak penyu yang mati karena memakan banyak plastik. Penyu-penyu tersebut memakan plastik yang mengapung di laut. Plastik tersebut dikira ubur-ubur yang menjadi salah satu makanan favorit mereka.

Walaupun hanya pulau kecil, sampah plastik di Pulau Belakangpadang bisa menggunung seperti ini. | Dokumentasi Pribadi
Walaupun hanya pulau kecil, sampah plastik di Pulau Belakangpadang bisa menggunung seperti ini. | Dokumentasi Pribadi
Belum lagi, beberapa hewan laut juga kesulitan berenang karena terlilit sampah plastik yang menggunung. Akibat lilitan sampah plastik itu, sebagian hewan bahkan tidak dapat bergerak sama sekali. Alhasil lambat laun dapat menyebabkan kematian dari hewan-hewan tersebut.

Sampah plastik yang bertumpuk juga dapat menyebabkan naiknya permukaan air laut yang menyebabkan hilangnya permukaan tanah di pinggir pantai. Bila hal tersebut sampai terjadi, penduduk yang tinggal di sekitar pesisir terpaksa harus pindah ke lokasi lain yang tentu lebih aman.

Bersih-bersih sampah di Belakangpadang. | Dokumentasi batamnews.com
Bersih-bersih sampah di Belakangpadang. | Dokumentasi batamnews.com
Otomatis kepindahan tersebut menimbulkan dampak tersendiri, mulai dari hilangnya mata pencaharian sebagian besar penduduk --apalagi bila dipindahkan jauh dari pantai, hingga penyediaan lokasi aman untuk relokasi. Hal tersebut tentu akan cukup menyulitkan pemerintah, terutama bila lahan relokasi terbatas, sementara masyarakat yang harus dipindahkan cukup banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun