Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Rumah, Lebih Baik Dibeli dengan Cara Ini!

16 Oktober 2017   16:25 Diperbarui: 16 Oktober 2017   16:35 2332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu kawasan perumahan di Kota Batam. | Dokumentasi Pribadi

Ada banyak cara untuk memiliki hunian pribadi, mulai dari hibah, kredit, hingga membeli secara tunai. Saya sendiri, karena keterbatasan dana, pertama kali memiliki rumah adalah dengan cara membeli secara kredit. Saya mengajukan kredit kepemilikan rumah selama 10 tahun di salah satu perbankan nasional.

Saat itu saya sebenarnya belum berniat untuk memiliki rumah sendiri. Status lajang membuat saya lebih suka "menghaburkan" uang untuk keperluan lain. Saya lebih suka membeli pakaian baru, berwisata kuliner, memoles diri di salon, hingga melakukan perjalanan wisata ke berbagai tempat dengan beberapa teman.

Hingga suatu hari, salah satu teman kantor yang baru menikah mengajak saya untuk melihat salah satu perumahan yang sedang gencar dipasarkan di Bogor, Jawa Barat. Kebetulan saat itu ia tidak ada yang menemani. Akhirnya karena lumayan dekat dari kantor, saat makan siang kami berdua meluncur ke lokasi perumahan tersebut.

Waktu istirahat yang sangat singkat, membuat kami langsung menuju ke bagian pemasaran --mengorek informasi lebih dalam terkait perumahan tersebut. Saat itu kami sama sekali tidak berkeliling melihat secara rinci rumah-rumah yang dibangun di perumahan tersebut. Apalagi saat itu niat saya memang hanya mengantar, bukan untuk membeli.

Namun, entah karena bertemu dengan tim pemasaran yang cukup handal, entah karena programnya yang menarik. Tiba-tiba saya justru tertarik untuk memiliki salah satu rumah di perumahan tersebut dengan cara KPR. Saat itu karena khawatir kehabiasan unit, saya bahkan langsung memberikan uang jadi sebesar Rp500.000.

Belakangan teman yang saya antar tersebut justru tidak jadi mengkredit rumah di perumahan itu. Saat itu ia lebih memilih tinggal di rumah kedua orangtuanya karena beberapa saat setelah melihat rumah-rumah itu, sang ayah sakit lumayan parah. Sehingga, ia katanya tidak tega bila harus berpisah rumah.


Biaya Cicilan Bisa Ditalangi dari Uang Kontrakan

Saya tertarik mengambil kredit di perumahan tersebut karena uang mukanya cukup terjangkau, begitu pula dengan cicilan per bulan. Saat itu, awal 2009 uang muka untuk unit rumah tipe 36 yang saya ambil, tidak sampai Rp20.000.000, sementara cicilan untuk tiga tahun pertama nominalnya hampir sama dengan uang makan yang saya terima dari kantor setiap bulan.

Saya memang mengambil KPR di perumahan bersubsidi, sehingga ada keringanan cicilan selama tiga tahun pertama. Konon katanya, perumahan tersebut dulu dibangun untuk para polisi yang belum memiliki rumah. Namun karena lokasinya tidak di ruas jalan utama, banyak polisi yang enggan mengambil KPR di perumahan tersebut. Alhasil kepemilikan rumah di perumahan itu akhirnya dibuka untuk umum.

Waktu itu saya tertarik karena melihat cicilannya yang begitu terjangkau --terutama untuk tiga tahun pertama. Saya berpikir, daripada uang saya habis untuk sesuatu yang tidak begitu perlu, lebih baik untuk mencicil rumah. Kelak kalaupun tidak saya tempati, masih bisa dikontrakan atau dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.

Ternyata tidak sedikit yang berpikiran seperti saya. Banyak dari pemilik rumah tersebut yang membeli karena berniat investasi. Apalagi baru beberapa bulan setelah serah-terima kunci, sudah banyak yang bertanya apakah rumah KPR itu dikontrakan atau tidak. Setelah saya tanya berani bayar berapa, ternyata nominalnya bisa untuk menutup cicilan setiap bulan. Bahkan, ada sedikit sisa untuk ditabung.

Sehingga uang yang kita keluarkan untuk uang muka seolah-olah hanya dipinjamkan dan akan dibayar oleh si pengontrak setiap bulan. Bonusnya, setelah lewat beberapa tahun, kita juga secara sah memiliki sebuah rumah, tempat tinggal sendiri dengan nama pemilik kita sendiri.

Membayar Tunai Bisa Lebih Murah

Selain KPR, membeli rumah secara tunai juga bisa memberikan banyak keuntungan. Salah satunya bisa memiliki rumah idaman dengan harga yang jauh lebih "miring". Hal tersebut seperti pengalaman mertua yang membeli rumah di salah satu perumahan di Kota Batam, Kepulauan Riau, beberapa tahun lalu.

Saat itu, ada satu rumah yang "ditaksir" mertua. Kami melihat rumah tersebut di salah satu portal jual-beli nasional. Rumah tersebut memang terlihat menarik dan sedikit berbeda, karena meski berstatus rumah second, namun tergolong baru karena baru direnovasi oleh si pemilik.

Selain itu, meski letaknya di tengah perumahan, namun bagian samping-belakang-depan rumah masih tersisa halaman yang masih terbuka. Pemilik sebelumnya bahkan menanami halaman belakang dengan rumput yang dipangkas rapi, sehingga rumah terlihat lebih asri dan segar.

Namun sayang, rumah incaran tersebut saat itu ditawarkan dengan harga jauh diatas budget yang disiapkan mertua. Kami yang sudah kadung "naksir", sempat memikirkan beragam cara agar tetap bisa memiliki rumah itu. Salah satunya mengajukan pinjaman uang ke bank untuk menutup kekurangan dana.

Saya dan suami sudah berdiskusi --apalagi saat itu, sekarang juga sih hehe, kami menempati rumah yang dihibahkan mertua. Sehingga saat mertua berniat kembali ke Batam setelah berpuluh tahun merantau di Bogor, dan berniat membeli rumah dengan harga yang jauh diatas kemampuan, kami merasa berkewajiban "mengulurkan tangan" untuk membantu.

Namun ternyata keberuntungan sedang "memayungi" kami. Setelah bertemu langsung dengan si pemilik rumah, entah mengapa tiba-tiba ia langsung lumer. Si pemilik yang merupakan ibu-ibu paruh baya, menurunkan harga rumah hingga 20 persen dari harga "mati" yang ia sebutkan sebelumnya melalui telepon.

Alasannya, ia merasa cocok menyerahkan rumah yang sedianya ia berikan kepada si anak bungsu, kepada ibu dari suami saya. Apalagi mertua saya katanya membayar secara cash, sehingga ia tidak perlu repot berurusan dengan bank, tidak perlu juga menunggu kepastian hingga bank meng-acc.

Pemilik rumah mengungkapkan, sebelumnya ia tetap bertahan diharga yang ia sebutkan melalui telepon. Alasannya ia sudah keluar uang lumayan banyak untuk merenovasi rumah tersebut. Bahkan saat ada yang menawar harga lebih tinggi dari mertua saya beberapa hari sebelumnya, ia kukuh tidak melepaskan rumah tersebut. Alasannya karena si calon pembeli, hanya bisa membayar secara cashbertahap. Terkadang, uang yang ada di depan mata memang bisa melumerkan pendirian seseorang.

Mana yang Lebih Menguntungkan?

Menurut saya pribadi, membeli rumah secara tunai maupun kredit sama-sama menguntungkan. Semuanya hanya tergantung dari kondisi keuangan kita. Bila memiliki uang berlebih dan khawatir terpakai untuk keperluan lain, lebih baik uangnya dibelikan rumah. Toh kalaupun tidak kita tempati bisa kita kontrakan, atau kita renovasi menjadi kost-kostan yang menghasilkan.

Selain itu, bila kita bisa mendapatkan pinjaman dari bank atau perusahaan tempat kita bekerja dengan jumlah yang lumayan. Lebih baik, rumah dibeli secara tunai. Alasannya kita lebih leluasa menentukan ingin membeli rumah dimana, selain itu biasanya bila membeli tunai ada potongan harga khusus yang lumayan "menggiurkan".

Dulu ada salah satu kerabat yang membeli rumah secara tunai dengan cara mengagunkan SK pegawai di salah satu instansi. Alasannya bukan karena tergiur dengan diskon-diskon yang ditawarkan, namun lebih kepada efektivitas. Ia mengatakan, setiap bulan uang gaji yang masuk ke rekening bank tersebut dipotong secara otomatis. Sehingga ia tidak perlu repot menyetor uang untuk cicilan rumah.

Namun bila tidak memiliki uang cashyang lumayan banyak untuk membeli rumah, bisa mencoba KPR. Tinggal kita pintar-pintar saja mencari perumahan yang menawarkan rumah dengan cicilan yang bisa kita jangkau. Ingat, cicilan yang bisa kita jangkau ya, bukan cicilan yang ingin kita jangkau.

Terkadang ada beberapa calon pemilik rumah yang "memaksakan" KPR rumah dengan cicilan diluar jangkauan. Alasannya beragam, mulai dari gengsi dengan teman-teman kantor bila bermukim di perumahan sederhana, ada juga yang memang ingin sekalian membeli rumah yang bagus.

Namun harus diingat, mencicil rumah itu seperti berlari marathon. Jangan sampai baru seperempat jalan sudah tidak sanggup membayar. Lebih baik cari rumah yang sesuai dengan kondisi keuangan kita, toh kalaupun nanti kita diberi rezeki berlebih, bisa dilunasi sekaligus, atau kita "pindahtangankan", lalu mencari rumah yang lebih baik.

Apalagi sekarang ini sudah banyak bank-bank di Indonesia yang menawarkan kredit kepemilikan rumah. Salah satunya adalah Maybank. Apalagi hingga akhir 2017 ini, Maybank menawarkan KPR dengan suku bunga tetap, baik untuk rumah baru maupun rumah "takeover".

 Jadi sudah siap berburu rumah sendiri Kompasianer? Atau memiliki cerita yang tak kalah menarik terkait proses kepemilikan rumah? Yuk, berbagi cerita di kolom komentar. Salam Kompasiana! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun