Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Kisah Klimaks Keluarga Narendra

4 Agustus 2020   21:47 Diperbarui: 4 Agustus 2020   21:51 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: www.imdb.com)


Angga Dwimas Sasongko adalah sutradara Indonesia yang saya ikuti filmnya.

Hari untuk Amanda (201o) berkisah cinta segitiga tak klise. Cahaya dari Timur Beta Maluku (2014) mengangkat konflik berdarah antar agama di Ambon yang dikemas lewat sepak bola. Film yang mengantarkan Angga sebagai sutradara FFI terbaik pada 2015. Saya juga terkesan film Surat dari Prahara (2016), sebuahn memoar para eksil mantan mahasiswa yang tak bisa pulang ke Indonesia sejak rezim Soeharto berkuasa. 

Menurut saya, Angga sangat piawai menciptakan, mengembangkan, dan mengeksekusi konflik dengan baik. Ia tak mau menghindari konflik yang selama ini menjadi ciri film-film Indonesia, lemah dalam konflik.

Demikian pula karya terakhir Angga, Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTI). Film yang diadaptasi dari novel laris berjudul sama karya Marcella FP. Angga menggandeng Jenny Jusuf dan Mellarisa Syarif sebagai penulis naskah.

NKCTI berkisah konflik satu keluarga. Kali ini Angga mencoba meramu konflik lebih dekat dengan kita, lebih emosional dengan seluruh masyarakat kita. Kita paham tiap keluarga memiliki masalahnya masing-masing yang akan menentukan bagaimana satu keluarga inti tersebut tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat dan dunia luar yang serba kompleks.

Kepala keluarga itu bernama Narendra. Istrinya Ajeng, dan punya tiga anak: Angkasa, Aurora, dan Awan. Diceritakan oleh Awan sebagai narator dengan format flashback, mulai  tahun 1998 sampai kiwari.

Ada tiga latar waktu dan tiga pemeran untuk karakter ketiga anak: Angkasa, Aurora, dan Awan. Sedangkan orangtuanya ada dua pemeran, Narendra muda diperankan oleh Oka Antara dan Narendra tua oleh Donny Damara. Sedangkan Ajeng muda dimainkan Niken Anjani dan Ajeng tua oleh Susan Bachtiar.

NKCTHI adalah film keluarga yang utuh dan bertutur sewajarnya, tak ada karakter dominan dalam keluarga ini, meskipun narator dibawakan Awan, yang diperankan oleh Rachel Amanda. Semua tokoh memberikan latar dan konflik.

Film ini bisa dikatakan tentang cara satu keluarga menyembukan luka lama yang tak mau diselesaikan. Luka yang membesar karena disimpan selama 21 tahun oleh orangtua terhadap anak-anaknya.

Narendra ayah yang sangat posesif, terutama pada Awan. Ajeng, istri dan ibu yang senantiasa bijaksana sepahit apa pun ia menyembunyikan sesuatu. Mengingatkan saya pada karakter Emak dalam Keluarga Cemara. Ketiga anak mereka tumbuh dewasa, sekolah mereka lancar-lancar saja sampai pendidikan tinggi dan diceritakan sukses pada bidangnya masing.

Angkasa (Rio Dewanto) menjadi penyelenggara konser musik yang sukses. Anak kedua, Aurora (Sheila Dara), digambarkan sebagaimana biasa anak tengah yang 'merasa' kurang mendapat perhatian dari orangtua, merupakan seniman instalasi, padahal waktu kecil ia atlet renang. Sedangkan Awan adalah sarjana arsitek fresh yang bekerja di biro arsitek beken.

Semua bidang profesi Angkasa, Aurora, dan Awan disetting intens oleh Angga, tidak hanya sekadar tempelan cerita. Terlihat dengan properti-properti yang sangat detail. Kita diberi wawasan soal bagaimana menyelenggarakan pameran seni tunggal, mengurus konser musik yang ribet tapi asik, atau cara kerja cara kantor arsitek Awan memuaskan klien yang banyak maunya.

Selain anggota keluarga Narendra, karakter sangat kuat adalah Kale, yang dibawakan oleh Ardito Pramono. Saya senang dan merasa terinspirasi dengan karakter Kale. Ia anak muda sukses, asik, cerdas, dan punya pikiran positif dan terbuka. Rasanya tipe Kale akan menjadi standar baru bagi anak gadis yang mencari pacar.

Setiap adegan yang dimainkan Kale bersama Awan, seperti menumpang metro mini, berburu kuliner jalanan, termasuk obrolan di tengah konser, diciptakan dengan sangat cantik. Dialog-dialognya segar, orisinil, sangat khas gaya Angga di film-film sebelumnya. Sebagai contoh, adegan saat Angkasa mendapati Kale dan Amanda mengobrol asik selepas konser, Angkasa bercanda sambil berjalan pergi, "Hati-hati, wan !! anak band ga ada yang bener..." heheh.

Dengan mengandalkan riset, objek bagus, dan persiapan matang, menjadikan film ini kuat dengan cara bertutur yang lancar dan tetap fokus pada konflik keluarga. Luka batin manusia tak harus disampaikan secara lebay, dan penderitaan. Angga paham betul bagaimana mengeksekusi naskah panjang dalam novel menjadi scene-scene yang menyentuh.

Saya tak ragu bahwa film terbaik Angga sejauh ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun