Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Setelah Menonton Joker

7 Oktober 2019   11:00 Diperbarui: 11 Oktober 2019   23:29 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum saya duduk di sofa empuk bioskop untuk menonton pada Minggu siang, 6 Oktober 2019, film Joker, di Indonesia tayang perdana pada 2 Oktober 2019 --di Amerika Serika pada 27 September 2019-- telah menjadi perdebatan sengit. Tidak hanya di media sosial, media utama pun terbelah.

Jarang sekali ada perbedaan tajam sinopsis film antara Majalah Tempo (edisi 7-13 Oktober 2019) dan Koran Kompas pada Minggu, 6 Oktober 2019. Barangkali bergantung pada selera dan pendekatannya. 

Leila S Chudori dari Tempo, tanpa basa-basi, memuji tinggi Joker sebagai film berkelas, paling relevan pada 2019. Sebaliknya Nawa Tunggal dan Sarie Febriane dari Kompas, berhati-hati, lebih konservatif, cenderung menggugat. Kompas mengutip Washington Post, bahwa Joker adalah film paling provokatif dan memecah belah. 

Masyarakat Amerika Serikat masih dilanda trauma, khawatir penayangan Joker akan membangkitkan memori beberapa penembakan massal sering terjadi di negeri Paman Sam satu dasawarsa terakhir. 

Mereka menggugat karakter Joker diglorifikasi dan memberi inspirasi orang dengan tekanan mental melakukan teror di kehidupan nyata. Buktinya cukup meyakinkan, pada 20 Juli 2012 silam, penembakan massal brutal terjadi saat film Batman, The Dark Knight Rises, di sebuah bioskop Colorado, menewaskan 12 orang tewas dan 70 terluka. 

Pelakunya, James Holmes, disebut terinspirasi sosok Joker, yang diperankan dengan pesona sangat kuat oleh mendiang Heath Ledger dalam The Dark Night (2008).

****

Akan lebih membantu apabila kita sudah menyaksikannya. Seperti yang sudah kita ketahui karakter Joker terbentuk dari nama besar Batman. Namun film yang disutradarai oleh Todd Phillips dan dibintangi Joaquin Phoenix, Joker berdiri sendiri. Nyaris tak ada adegan tanpa Arthur Fleck dalam durasi 122 menit.

Sebelum Joker menjadi Joker, ia adalah Arthur Fleck, seorang lelaki aneh dan kesepian yang tinggal di unit apartemen kumuh di kota Gotham bersama ibu (diperankan oleh Frances Conroy yang lemah) yang belakangan dibencinya. 

Ibunya menyapa Arthur dengan nama Happy. Satu-satunya hiburan Arthur adalah menonton talkshow yang dibawakan dengan menghibur oleh Murray Franklin (Robert De Niro). Arthur bermimpi menjadi komik stand-up dan bintang tamu di acara itu. Ia menyimpan buku catatan yang penuh lelucon.

'Hanya aku yang merasa, atau dunia memang semakin tertekan? tanya Arthur pada Psikiater. Arthur memiliki gangguan jiwa yang membutuhkan mengonsumsi tujuh jenis obat agar perilakunya tidak semakin berbahaya. Dia kurus, gelisah, dan kadang-kadang mengejutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun