Mohon tunggu...
Ⓕⓔⓡ_ⓈⓊⓃ𝒹𝒶𝓂𝒶𝓃𝒾Ⓧ
Ⓕⓔⓡ_ⓈⓊⓃ𝒹𝒶𝓂𝒶𝓃𝒾Ⓧ Mohon Tunggu... Copywriter

Seorang pencinta ilmu dan penikmat cerita dari berbagai dimensi kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sabda Rasulullah tentang Negeri Shin dan Kesalahpahaman Sejarah: Saat Dunia Salah Baca Peta

23 April 2025   20:00 Diperbarui: 23 April 2025   19:35 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Negri Shin (Sumber:youtube.com/@ytclaim_history) 

Pada abad ke-7, dunia sedang melewati salah satu masa kelam, khususnya di benua Eropa yang tengah berada dalam era Dark Ages (Zaman Kegelapan). Pada saat itu, Kekaisaran Romawi yang dominan dan ekspansif, dengan tentara yang terkenal tangguh, sedang mengalami turbulensi besar. Korupsi dalam pemerintahan dan pemberontakan domestik di berbagai belahan dunia semakin memperburuk keadaan. Di belahan bumi lain, suku-suku Indian saling bersaing dan menghancurkan satu sama lain demi pengakuan eksistensinya. Sementara itu, di benua Afrika dan Jazirah Arab, masyarakatnya masih terbelakang, dengan suku-suku nomaden yang berpindah-pindah mengikuti arah angin. Di ujung selatan bumi, benua Australia dihuni oleh suku Aborigin yang hidup dengan budaya primitif. 

Di Asia, langkah kita menuju China mengungkapkan kenyataan bahwa pada masa itu terjadi perang saudara besar yang melibatkan lima dinasti besar, yaitu Dinasti Sui, Tang, Song, Yuan, dan Ming, dari abad ke-5 hingga abad ke-13. Konflik-konflik ini mengguncang berbagai aspek kehidupan masyarakat, menyebabkan penderitaan mendalam, dan menghancurkan banyak tatanan sosial. 

Namun, di tengah sejarah kelam ini, apakah ada pelajaran yang dapat kita ambil? Salah satu hadis yang sering kita dengar adalah, "Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri Shin." Banyak yang beranggapan bahwa "negeri Shin" ini merujuk pada China, karena dalam bahasa Sansekerta kuno, "Shin" berarti negeri yang berperadaban maju, dan dalam bahasa Inggris, "sines" berarti bersinar. Jika ditelusuri lebih jauh, "negeri Shin" ini tidak mengacu pada China, melainkan kemungkinan besar mengarah pada wilayah di timur hindia

Negeri ini, yang terletak di sepanjang garis khatulistiwa, menerima sinar matahari langsung sepanjang tahun dengan intensitas yang stabil. Kondisi ini menciptakan iklim yang cocok untuk pertumbuhan tanaman dan kelangsungan hidup manusia. Hadis ini disabdakan oleh Nabi Muhammad Sallallahu alaihi wasallam pada masa di mana dunia terperosok dalam kebodohan dan kemunduran peradaban. Beliau menganjurkan umat manusia untuk menuntut ilmu dari negeri-negeri yang lebih maju, yang bisa dijadikan teladan untuk peradaban yang lebih baik.

Ada sebuah negeri yang seakan memenuhi seluruh kriteria negeri yang diberkahi ia dijuluki "Gemah Ripah Loh Jinawi", sebuah ungkapan yang menggambarkan kemakmuran dan kesejahteraan yang melimpah. Negeri ini dianugerahi iklim tropis yang ramah, dilindungi langit biru yang cerah, dihiasi oleh burung-burung berwarna-warni yang beterbangan bebas, serta dibentangkan hamparan tanah hijau yang subur, kaya akan keanekaragaman hayati dan tumbuh-tumbuhan. Tak hanya itu, lautan biru nan luas yang mengelilinginya menjadi sumber kehidupan yang tak ternilai. 

Inilah negeri yang digambarkan laksana kepingan surga yang diturunkan dari langit ke bumi. Negeri yang diberkahi. Negeri inilah yang diyakini sebagai "Negri Shin", yang terletak di ujung timur Hindia yakni wilayah yang kini kita kenal sebagai Nusantara.

Pada masa itu, kondisi negeri ini sangat kontras dengan banyak wilayah dunia lain yang tengah terpuruk dalam konflik dan kebodohan. Nusantara justru berada dalam masa keemasan, dipimpin oleh kerajaan besar yang berpengaruh secara global. Namanya saja cukup untuk membuat kawan terkesima dan lawan gentar: Sriwijaya.

Meskipun berada di negeri yang indah dan makmur, kekuatan Sriwijaya tidak bisa diremehkan. Para kesatria kerajaan ini dikenal gagah berani, siap meluluhlantakkan musuh-musuhnya jika diperlukan. Julukan "lumbung pangan dunia" disematkan padanya karena keberhasilannya dalam mencapai swasembada pangan, didukung oleh masyarakat yang taat hukum, berperadaban tinggi, dan terstruktur dalam sistem pemerintahan yang kuat. Sriwijaya juga dikenal sebagai kekuatan maritim yang disegani di seluruh Asia.

Masa kejayaan ini kemudian diteruskan oleh kerajaan besar lainnya: Majapahit. Sebuah kekuatan politik dan budaya yang tidak kalah hebat, bahkan wilayah kekuasaannya disebut-sebut meliputi hampir seluruh Asia Tenggara.

Namun, keunggulan peradaban Nusantara tidak hanya terjadi pada masa-masa kejayaan kerajaan tersebut. Jika kita menelusuri lebih dalam ke masa sebelumnya, lewat relief-relief yang terpahat di candi-candi kuno, terlihat jelas bahwa nenek moyang kita telah membangun peradaban yang sangat maju. Banyak bangsa dari penjuru dunia datang untuk belajar, berdagang, dan menghormati peradaban leluhur kita. Salah satunya dapat dilihat di Candi Penataran, di mana interaksi antarbudaya tergambar jelas dalam relief-reliefnya.

Sejarah kita jauh lebih tua dan cemerlang daripada yang selama ini diajarkan. Salah satu bukti nyatanya adalah situs Gunung Padang di Jawa Barat sebuah struktur megalitikum yang usianya diperkirakan jauh lebih tua dari piramida Mesir. Struktur dan misteri yang terkandung di dalamnya menunjukkan bahwa nenek moyang kita bukan sekadar pelaut atau petani, melainkan arsitek, pemikir, dan ilmuwan masa lampau.

Dan bisa jadi, Gunung Padang hanyalah satu dari sekian banyak peninggalan peradaban besar yang belum kita ungkap. Maka benarlah sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, yang menunjuk  sebagai "Negeri Shin" tempat menuntut ilmu sebuah referensi yang sangat mungkin merujuk pada Nusantara.

Kita adalah bangsa dengan DNA peradaban yang luar biasa. Inilah yang mungkin ditakuti oleh bangsa lain: jika Nusantara benar-benar tersadar dan bangkit mengenali jati dirinya, maka ia akan kembali menjadi pusat peradaban dunia.

Karena itu, sudah saatnya kita bersyukur, merenung, dan menyadari bahwa leluhur kita adalah bangsa yang hebat. Dan kini, waktunya telah tiba untuk membangun kembali kejayaan masa lalu, demi kemajuan hari ini, dan untuk kebesaran anak-cucu kita di masa depan.

Budayawan Ulil Abshar Abdalla pernah mengutip pandangan almarhum Nurcholish Madjid yang mencatat bahwa sejak zaman Nabi Sulaiman, terdapat indikasi bahwa wilayah Arab telah mengimpor kapur barus dari Barus sebuah daerah di Sumatera, tanah Melayu untuk dijadikan bahan campuran minuman tonik. Fakta ini menjadi isyarat menarik tentang adanya interaksi awal antara peradaban Timur Tengah dan wilayah Nusantara, jauh sebelum zaman Nabi Muhammad SAW.

Menariknya, hal ini juga dikaitkan dengan gambaran kehidupan surgawi dalam Al-Qur'an. Dalam salah satu ayat disebutkan bahwa "Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan akan minum dari gelas yang campurannya adalah air kafur..." (QS. Al-Insan: 5). Kapur barus atau kafur di sini digambarkan sebagai bagian dari kenikmatan surga, menunjukkan bahwa bahan ini telah dikenal dan dihargai tinggi bahkan dalam konteks spiritual.

Hal ini selaras dengan ayat lainnya dalam Surah Al-A'raf ayat 96:  

"Sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan bukakan bagi mereka berkah dari langit dan bumi..." 

Menurut hemat saya, ayat ini seakan-akan tidak ditujukan kepada masyarakat Arab pada masa Nabi Muhammad SAW, yang saat itu masih didominasi oleh kehidupan nomaden. Meskipun Al-Qur'an diperuntukkan bagi seluruh umat manusia, namun ayat ini secara spesifik berbicara tentang suatu kaum yang telah memiliki tatanan peradaban, budaya, dan sistem pemerintahan yang mapan.

Pendapat ini diperkuat oleh almarhum KH. Maimun Zubair, salah satu sesepuh Nahdlatul Ulama. Beliau menekankan bahwa frasa "ahlul qura" dalam ayat tersebut berarti "penduduk desa" atau "masyarakat yang menetap di suatu negeri". Ini sangat menarik, karena pada masa itu, desa dalam pengertian komunitas yang menetap secara permanen hampir tidak ditemukan di Jazirah Arab. Yang ada hanyalah komunitas suku badui yang hidup nomaden berpindah-pindah mengikuti kepala sukunya, mirip seperti lebah mengikuti ratunya.

Dengan demikian, ayat ini lebih tepat jika diarahkan pada wilayah yang telah mengenal struktur desa, pemerintahan lokal, dan budaya bermasyarakat yang kuat seperti yang telah lama berkembang di Nusantara. Desa dalam konteks Nusantara adalah unit sosial dan administratif yang memiliki sistem hukum, struktur pemerintahan lokal, dan budaya gotong royong. Masyarakatnya menetap, bertani, dan membangun sistem hidup yang berkelanjutan.

Berbeda dengan masyarakat nomaden, kelompok desa mampu membentuk peradaban yang stabil. Sistem hukum di desa biasanya lebih tertata, dan tidak bergantung pada kekuasaan absolut seorang kepala suku. Kehidupan seperti ini jelas lebih dekat dengan visi ideal yang disebut dalam Al-Qur'an: masyarakat yang tertib, beriman, bertakwa, dan diberkahi langit dan bumi.

Dengan begitu, nampak bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki visi yang sangat luas dan jauh ke depan. Seolah beliau ingin menyampaikan pesan bahwa suatu saat nanti, umat Islam akan mencapai tingkat peradaban seperti masyarakat desa yang beradab dan mapan. Dan negeri yang bisa dijadikan contoh nyata dari visi tersebut sebagai negeri yang diberkahi dan pantas dijadikan panutan adalah Negeri Shin, yang sangat mungkin merujuk pada Nusantara.

Mengapa Nusantara? Karena Nabi pernah bersabda: "Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri Shin." Sangatlah logis jika Nabi menganjurkan umatnya belajar dari negeri yang telah maju dalam peradaban, memiliki tata pemerintahan yang baik, budaya yang luhur, dan struktur masyarakat yang rapi. Negeri seperti itu tidak lain adalah negeri yang "diberkahi langit dan bumi" Nusantara.

Jika kita menengok sejenak ke lembaran sejarah masa lalu, pada saat dunia Barat masih berkutat dalam era kegelapan dan masyarakat Arab hidup berpindah-pindah dalam tenda-tenda di padang pasir, bangsa kita Nusantara telah lama mengenal tatanan hidup yang mapan. Dari pesisir-pesisirnya yang sibuk, kapal-kapal Nusantara berlayar mengarungi lautan, membawa rempah-rempah dan hasil bumi ke Afrika dan berbagai penjuru dunia. Bukan sekadar berdagang, bangsa ini telah menjadi simpul peradaban maritim global.

Sabda Nabi tentang "belajar hingga ke negeri Shin"ukan hanya ajakan eksplisit untuk mencari ilmu, tetapi juga gambaran aspiratif tentang pentingnya membangun masyarakat madani sebuah masyarakat yang nilai-nilai religiusnya tidak hanya berhenti di lisan dan ritual, tetapi hadir dalam tindakan nyata: keadilan sosial, cinta kasih, solidaritas, dan tanggung jawab kemasyarakatan. Inilah fondasi bagi terciptanya kehidupan yang damai, aman, tenteram, dan sejahtera.

Saya meyakini, bahwa ayat-ayat dan pesan kenabian yang kita bahas sebelumnya sangat relevan dengan karakter dan jiwa bangsa Nusantara. Terutama bagi masyarakat desa, yang sejak dulu menjadi benteng peradaban, tempat budaya lokal bertahan dan hidup. Desa bukan sekadar struktur administratif, tetapi jiwa bangsa yang menyimpan nilai-nilai luhur: kearifan lokal, gotong royong, kesederhanaan, dan penghormatan terhadap alam serta sesama.

Kini, ketika arus modernisasi datang begitu deras, saatnya kita kembali menyadari bahwa kunci keberkahan dan masa depan bangsa terletak pada bagaimana kita merawat desa dan nilai-nilai budaya yang tumbuh di dalamnya. Desa adalah penjaga peradaban. Setiap desa membawa kisah, adat, dan tradisi yang memperkaya mosaik kebudayaan Nusantara.

Budaya kita tidak mengajarkan kekerasan, tidak menormalisasi korupsi itu bukan budaya kita. Justru sebaliknya: budaya kita menanamkan semangat musyawarah, toleransi, dan keterbukaan terhadap perbedaan. Nilai-nilai ini adalah warisan peradaban luhur yang telah lama ditanamkan oleh nenek moyang kita yang sempat dilupakan, direduksi, bahkan coba dihapus oleh para penjajah melalui kolonialisasi fisik dan mental.

Namun kini, kebangkitan itu harus dimulai kembali. Kita adalah bangsa yang memiliki akar sejarah yang dalam, dan saatnya kita menyambung kembali rantai emas peradaban itu. Menyatukan yang terserak, menyuarakan kembali jati diri bangsa, dan membangun masa depan yang berlandaskan pada kekayaan masa lalu yang tak ternilai.

Bangkitlah, Indonesia. Kini saatnya kembali berdiri, bukan hanya sebagai penonton sejarah, tetapi sebagai pelaku utama peradaban dunia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun