Mohon tunggu...
Kris Fallo
Kris Fallo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku Jalan Pulang, Penerbit Gerbang Media, 2020

Menulis itu pekerjaan keabadian. Pramoedya Ananta Toer berkata:  'Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.' Lewat tulisan kita meninggalkan kisah dan cerita yang tak akan sirna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Buku Nasional 2021, Cuman Perlu Satu Buku untuk Jatuh Cinta pada Membaca

17 Mei 2021   07:14 Diperbarui: 17 Mei 2021   07:17 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto.dok.pribadi/Gerakan Literasi Baca Tulis Di Belu NTT, oleh Forum Taman Bacaan Masyarakat Belu NTT


Hari ini, tanggal 17 Mei 2021, kita memperingati Hari Buku Nasional, (Harbuknas). Momentum ini ditetapkan pada tahun 2002 dengan tokoh penggagas adalah Menteri Pendidikan Nasional era Kabinet Gotong Royong, Abdul Malik Fadjar.

Memang, Ide ini semula datang dari masyarakat pencinta buku yang ingin memacu tingkat minat baca di masyarakat. Bila buku adalah gudang ilmu maka, perlu ada gerakan untuk kembali kepada buku.
Bila setiap tanggal 14 Februari kita memperingati Hari Kasih Sayang, mengapa tidak kita gaungkan momentum hari ini seperti hari kasih sayang?

Tahun 90an, ketika saya masih di bangku Sekolah Dasar, (SD), satu-satunya jalan untuk mendapatkan ilmu adalah dengan membaca. Membaca bagi saya bukan sekedar mendapatkan ilmu tetapi juga bagian dari hiburan. Buku yang hits di kalangan anak-anak waktu itu adalah, "Pelajaran Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Depertemen P dab K.

Buku legendaris Pelajaran Bahasa Indonesia, yang diterbitkan tahun 1980an ini memuat tentang, pembelajaran Bahasa Indonesia,
"Budi, Ibu Budi, bapak Budi, kakak Budi..." masih tetap membekas di kepala hingga kini. 

Gambar.innovase.com
Gambar.innovase.com
Bahkan, saat berjumpa dengan teman seangkatan dulu, masih saja guyon, soal masa lalu, ketika di suruh tampil di depan kelas untuk membaca buku ini.

Kita mengakui bahwa perkembangan teknologi membawa paradigma baru di dunia. Buku bukan lagi menjadi pilihan bagi generasi milenial. Beda dengan zaman jadul. Generasi milenial tidak lagi tertatik membaca buku, buku tidak lagi mendapat tempat di hati anak--anak.

Generasi milenial, lebih tertarik pada games, tik tok, facebook, instagram, dan lain-lain. Teknologi digital seakan membius dan merebut hati anak--anak yang dulunya menjadikan buku sebagai sumber pengetahuan. Kalau toh membaca, itu karena tuntutan tugas sekolah atau kuliah.

Apakah Membaca Buku Masih Relevan?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, kita perlu sepakat bahwa, "Buku masih menjadi gudang ilmu" hingga saat ini dan tetap relevan seiring berjalannya waktu. Hanya lewat buku kita mendapatkan pengetahuan. Sumber dari segala pengetahuan ada pada buku.

Banyak pemikir, penemu, pakar, ahli, cendikiawan, lahir dari membaca. Sering kali terjadi konflik di masyarakat karena kurang pengetahuan akibat dari kurang membaca. Baca tidak tuntas, kurang pengetahuan, berkomentar dimedsos, menyebarkan hoaks, hingga menimbulkan konflik.

foto.dok.pribadi/Gerakan Literasi baca tulis oleh FTBM Belu NTT
foto.dok.pribadi/Gerakan Literasi baca tulis oleh FTBM Belu NTT
Apakah membaca buku masih relevan? Jelas masih relevan, akan tetap relevan seiring perkembangan zaman. Membaca buku wajib hukumnya. Ilmu itu diperoleh dari membaca. Literasi baca tulis menjadi sesuatu banget yang harus diperjuangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun