Mohon tunggu...
Anissa Nichan Putri
Anissa Nichan Putri Mohon Tunggu... -

Tulisan saya membosankan. Tak seindah senja yang tak pernah ingin dilewatkan. Demi segala nama. Senja adalh perpisahan terbaik walau berurai air mata langit.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Refleksi atau Ilusi

9 April 2012   02:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:51 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Diam bersama angin. Mengalir dan terus mengalir, hingga setetes air keluar dari ujung bibirku. Mungkin setitik liur yang sedari tadi harus coba tahan. Seketika mata ini berpusat pada tiap helai yang memikat bahkan mempermainkan imaji serta pusara pikiranku. Aku masih tercengang menatap detil detil kata yang dia goreskan bak penari balet yang melayang layang diatas panggung kertasnya. Tertahan dan aku menangis sesaat.

Segelas air menarik tanganku untuk mengambilnya. Tanganku cekatan meraih dan menyodorkannnya pada mulut yang sedari tadi menginginkannya. Kering telah menjadi basah. Aku masih terhipnotis. Dan kini aku mencapai pada angka yang sejak tigapuluh menit lalu aku pandang. Tujuh Puluh Sembilan. Ganjil dan terus menambah ganjil ketika aku tak dapat menghabiskan itu sekarang. Entah apa yang merasuki kepalaku. Kutu atau setan atau bahkan malaikat yang mencoba memberikan pencerahan agar aku dapat kembali kejalan yang benar melalui tumpukan kertas berjilid ini. Tapi, bukankah ini bukan kitab yang seharusnya aku baca?? Aku yakin ini bukan kitab. Ini hanya uraian atas apa yang pernah dialami manusia. Dan aku tertarik untuk mengunyah serta mencernanya.

Seratus atau Duaratus. Aku tak mau menatap halaman yang ada didepanku. Semuanya begitu menggebu. Kertas ini mulai bercerita lagi. Tentang bagaimana seharusnya kita menghadapi hidup. Sama seperti masalah yang kini sedang menghimpitku. Akupun berjanji, “ Aku akan memngikuti apa yang ada pada lembaran- lembaran yang aku baca ini. Semuanya, mutlak dan harus tanpa cacat.”

Dua Jam. Merasuk difikiran. Aku amalkan semua, tersenyum. Berceloteh dengan bijak sesuai apa yang aku baca. Dan Satu minggu, aku mersa tampak berbeda. Aku merasa lebih dari luar biasa. Hingga himpitan batu besar yang begitu mendadak terjatuh merusak otak dan akalku. Aku mencari tiap lembar halaman yang pernah aku baca. Semuanya agar begitu jelas. Atau aku terlalu bodoh melewatkan sesuatu yang penting. Dan nyatanya NIHIL. Wajahku yang bersinar hanya bertahan satu minggu. Semua Hilang. Dan kini aku sadar. Lembaran lembaran itu hanya memberikan petunjuk. Dan petunujukku yang nyata adalah dekapanNya. Hanya dia yang memberikan petunjuk sempurna serta ketenangan. Dan lebaran itu, adalah gambaran serta bagian dari petunjukNya. Nya yang ada di Hati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun